(mencari cara agar lebih maslahat, bagian 1)
Setiap tahun saat Ramadhan datang ada kedamaian di hati ini, namun setiap kali ramadhan pula hati ini menjadi miris, terutama dengan melihat fenomena acara televisi yang penuh dengan hura-hura, lawakan “kerupuk” – renyah namun tak bergizi, dan seabrek acara kurang bermutu lainnya. Kalaupun ada yang sedikit menyejukkan tapi tetap saja ada yang kurang pas. Bahkan sminggu dua minggu sebelum Ramadan menjelang, acara-acara tersebut mulai hingar binger didengungkan sebagai beduk tanda waktu bulan puasa akan datang, tujuan lainnya adalah agar tidak sampai ketinggalan jamaah (minim rating, sepi pemirsa dan iklan yang berpengaruh terhadap nomilnal pemasukan).
Ya, kompetisi religious berbalut undian sms (atau sebaliknya ? -sebagai penanda mana yang menjadi prioritas), menjadi acara tahunan yang meramaikan khazanah pertelevisian indonesia. Beragam varian acara itu hamper setiap waktu menghiasi layar televise kita. Menyajikan tontonan sekaligus tuntunan. Kontes hafidz & kontes muballigh maupun Da’I cilik merupakan beberapa contohnya. Sayangnya hingga saat ini masih banyak masyarakat yang belum menganalisa lebih dalam terhadap bagaimana status hukum muamalah yang ada di acara-acara tersebut. Kalaupun ada yang paham, mereka cenderung diam dan tidak memberikan solusi agar pelaksanaan lomba-lomba keagamaan televisi itu benar-benar halal dan thoyyib serta berkah. Inilah celah yang bisa kita gali dan kritisi untuk menemukan jalan keluarnya.
Status hokum dan jalan keluar agar benar-benar halal.
Bagaimana status hukumnya dilihat dari perspektif syariah ?, Apakah kontes-kontes tersebut sudah sesuai dengan prinsip dan aturan syariah ?, Apakah termasuk dalam kategori maisir yang dilarang ?. kita lanjutkan dalam kajian dalam bagian selanjutnya …
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H