Mohon tunggu...
mumtazahmadzaky
mumtazahmadzaky Mohon Tunggu... Mahasiswa - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

SAYA MAHASISWA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA, FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK, JURUSAN ILMU POLITIK

Selanjutnya

Tutup

Bola

perbandingan budaya suporter sepakbola indonesia dan malaysia

29 November 2024   21:52 Diperbarui: 29 November 2024   21:52 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sepak bola bukan hanya olahraga, tetapi juga menjadi bagian penting dari identitas budaya di berbagai negara, termasuk Indonesia dan Malaysia. Kedua negara ini menjadikan sepak bola sebagai elemen yang sangat dekat dengan kehidupan masyarakat, dengan suporter yang berkontribusi besar dalam menciptakan suasana pertandingan yang penuh semangat. Meskipun sama-sama dikenal karena fanatisme mereka, budaya dukungan sepak bola di Indonesia dan Malaysia memiliki keunikan tersendiri, yang mencerminkan latar belakang sosial, tradisi, serta sejarah masing-masing bangsa.

Di Indonesia, kelompok suporter seperti ultras dan komunitas penggemar klub memiliki reputasi sebagai salah satu yang paling antusias di Asia Tenggara. Dukungan mereka yang berupa nyanyian, koreografi yang mengesankan, dan semangat tak kenal lelah sering menjadi perhatian publik, baik di tingkat nasional maupun internasional. Sementara itu, di Malaysia, budaya suporter juga menunjukkan karakteristik khas yang memadukan semangat lokal dengan pengaruh dari budaya global.

Budaya suporter sepak bola di Indonesia dan Malaysia tidak bisa dipisahkan dari kondisi sosial di masing-masing negara. Indonesia, sebagai negara dengan populasi besar dan sangat beragam, memiliki suporter dari berbagai lapisan masyarakat, mulai dari warga kota hingga penduduk desa. Sepak bola di Indonesia sering dianggap sebagai simbol kebanggaan daerah dan perjuangan masyarakat, sehingga klub tidak hanya mewakili sebuah tim olahraga tetapi juga identitas budaya dan lokalitas. Sementara itu, di Malaysia, masyarakat yang relatif lebih homogen secara demografis memadukan keragaman etnis---seperti Melayu, Cina, dan India---ke dalam budaya dukungan sepak bola mereka. Pendekatan ini menciptakan harmoni yang khas di stadion, meskipun kadang sentimen etnis dan regional masih memengaruhi pola dukungan.

Dari sisi tradisi, suporter di kedua negara memiliki cara unik dalam mengekspresikan dukungan kepada tim kesayangan mereka. Suporter di Indonesia sering mengintegrasikan seni lokal ke dalam dukungan mereka, seperti penggunaan gamelan atau alat musik tradisional lainnya untuk menciptakan atmosfer pertandingan yang khas. Lagu-lagu dukungan yang dinyanyikan pun seringkali sarat dengan semangat kebersamaan serta kebanggaan daerah. Sebaliknya, di Malaysia, gaya dukungan lebih banyak dipengaruhi oleh budaya sepak bola Eropa, terutama Inggris, yang tercermin dari nyanyian atau chant mereka. Pengaruh kolonial ini masih terasa hingga sekarang, meskipun elemen budaya lokal seperti alat musik kompang tetap digunakan untuk mendukung tim nasional.

Aspek sejarah juga memiliki pengaruh besar terhadap budaya suporter di kedua negara. Di Indonesia, sepak bola sudah mulai berkembang sejak era kolonial Belanda dan menjadi sarana perlawanan terhadap penjajahan. Setelah kemerdekaan, semangat yang sama bertransformasi menjadi fanatisme klub yang terus tumbuh hingga sekarang. Di Malaysia, sepak bola juga tumbuh selama masa kolonial, tetapi rivalitasnya lebih terfokus pada kompetisi nasional, seperti Piala Malaysia, yang menjadi ajang persaingan antarnegara bagian. Tradisi ini menciptakan rivalitas yang hingga kini masih menjadi ciri khas sepak bola Malaysia.

Terlepas dari perbedaan tradisi dan sejarah, ada persamaan yang terlihat dari semangat kebersamaan di antara suporter di kedua negara. Di Indonesia, keberadaan kelompok seperti Ultras Garuda dan The Jakmania menunjukkan bagaimana solidaritas suporter bisa membentuk komunitas yang kuat. Hal serupa terlihat di Malaysia dengan kelompok seperti Ultras Malaya, yang mencerminkan semangat nasionalisme lintas etnis. Kelompok-kelompok ini sering menjadi elemen utama dalam menciptakan suasana spektakuler di stadion, baik untuk mendukung klub maupun tim nasional.

Namun, ada tantangan besar yang dihadapi budaya suporter sepak bola di kedua negara. Di Indonesia, rivalitas klub yang sangat sengit kadang memicu kerusuhan di antara suporter. Sementara di Malaysia, meskipun konflik jarang terjadi dalam skala besar, sentimen regional dan kurangnya koordinasi antarsuporter masih menjadi kendala. Meski begitu, baik Indonesia maupun Malaysia terus berupaya menjadikan budaya sepak bola sebagai simbol persatuan, dengan harapan mampu menyebarkan nilai-nilai positif dan memperkuat rasa kebangsaan melalui olahraga.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun