Mohon tunggu...
dhuL.idhuL
dhuL.idhuL Mohon Tunggu... with all of my heart, do the best for Him.... -

Masih mengumpulkan berbagai novel, masih menyukai warna hijau dan sedang belajar menulis di sela-sela menikmati hidup pemberianNya :) Intinya, saya sedang bersyukur !

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Bernafas, Anugerah yang Menjadi Rutinitas Tanpa Makna

19 Februari 2016   11:03 Diperbarui: 7 Juni 2016   14:50 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

As long as I am breathing, in my eyes, I am just beginning – Criss Jami, Killosophy –

Bernafas merupakan langkah awal dari kehidupan. Manusia membutuhkan nafas untuk memulai hari-harinya, setiap pagi. Bernafas merupakan langkah pertama dan utama dalam mewujudkan tujuan, harapan dan asa setiap insan. Tanpa bernafas, manusia mati, tak ada tujuan, tak ada hidup.
Berapa kali dalam sehari kita berterimakasih pada-Nya untuk nafas yang kita nikmati? Syukur, jika setiap saat namun jika hanya ketika di Gereja, di Masjid, ketika sedang sakit atau bahkan ketika ingat, itu ngawur.

Saya sendiri lupa kapan saya pertama kali belajar bernafas. Saya ingat ketika pertama kali saya belajar membaca, menulis, pertama kali saya belajar naik sepeda juga pertama kali saya belajar melepaskannya *eh*. Namun saya tidak bisa mengingat kapan pertama kalinya saya berjuang belajar untuk bernafas. Saudara, apakah ada yang ingat kapan pertama kalinya kalian belajar bernafas? Ketika saya mengingat pertama kalinya saya menuntun BMX milik kakak saya yang tergeletak di samping rumah, lalu mencoba menyeimbangkan dua roda itu kemudian jatuh berkali-kali, saya bisa merasakan betapa naik sepeda adalah perjuangan yang patut saya banggakan, dulu dan sekarang. Namun, bernafas? Ya, bernafas saja. Serasa nothing special.

Sejak dulu, saya tidak memiliki keluhan dalam hal pernafasan. Thanks God ! Tidak pernah mengalami kesulitan dalam bernafas, merasakan sesak atau semacamnya, tidak pernah membutuhkan alat bantu apapun untuk menghirup O2 dan mengeluarkan CO2 dari paru-paru saya. Dulu seorang teman selalu mengejek saya, “pesek pesek...nggak punya hidung”. Saya selalu membalasnya, “mending pesek tapi bisa bernafas lancar daripada hidung mancung tapi sering bengek”. Dan memang, teman saya setuju dengan kalimat tandingan saya itu, karena dia punya masalah dengan pernafasannya. Tidak jarang dia menghilang seharian tanpa kabar, begitu ada kabar dia cerita bahwa sejak malam dia berjuang bernafas. Nafasnya serasa sesak, dada panas dan serasa ingin mati karena asma yang dia derita, begitu dia mengakui.

Bagi sebagian orang, seperti saya, bernafas menjadi hal yang sederhana saja, namun bagi sebagian orang, bernafas merupakan perjuangan antara hidup dan mati, setengah hidup juga setengah mati.

Hati-hati, kalian yang seperti saya! yang merasa tidak pernah belajar dan berjuang untuk bisa bernafas karena hidup kalian akan jauh dari rasa syukur yang sesederhana, “t’rimakasih Tuhan untuk nafas yang lancar ini”, yang akan terus terucap setiap saat.

Bernafas yang merupakan anugerah akan menjadi sekedar rutinitas tanpa makna. Tujuan hidup yang akan kita capai, harapan yang kita tata dan langkah yang kita atur untuk mencapainya, akan kita awali tanpa rasa syukur, tanpa makna dan tentunya tanpa menyertakan-Nya.

Bernafaslah, bersyukurlah karena bernafas adalah anugerah terbesar dalam hidup kita meskipun seolah tanpa perjuangan yang berkesan.
Anyway, sekarang saya memang tetap pesek seperti kata teman saya. Nah, justru saya menyadari bahwa dia tidak mengejek saya, dia hanya memberi penegasan kepada saya bahwa saya harus senantiasa mengingat-Nya dalam setiap nafas yang keluar dari hidung yang pendek ini.

Salam hangat yang terdalam dari ratusan alveoli….
-dhul-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun