Musim gugur di Norwegia, dedaunan luruh. Warna warni cantik tak terperi.
Uang dapat dicari, Momen tak akan kembali.Suatu senja di Tanjung Priok, bulan Oktober dua puluh tahun lebih yang lalu. Pak Herman, bos juga senior saya belum lama pulang dari perjalanan dinas ke Norwegia.
Beliau bercerita antusias. Tentang eksotisme, keindahan panorama negeri Norwegia di musim gugur. Manakala perbukitan megah dengan lereng curam menjadi lanskap kuning, kemerahan dan kecoklatan. Gradasi warna, menyuguhkan drama nuansa alam mempesona.
Hutan, pepohonan dan padang rumput mengalami perubahan penampakan.
Saat musim panas, warna hijau masih mampu dipertahankan. Namun di musim gugur, pepohonan itu tak lagi sanggup. Hutan berubah warna. Bertransformasi dari hijau menjadi kuning muda, kuning tua, kecoklatan dan merah maroon. Membara.
Dan nanti pada akhirnya, dedaunan indah itu akan rontok. Berguguran, luruh ke bumi. Manakala kerajaan salju tampil berkuasa tiga bulan berikutnya. Hamparan putih akan menyelimuti bumi utara ini, menghadirkan pesonanya sendiri.
Itulah proses alamiah yang selalu akan berulang terus di negeri empat musim.
Mendengar cerita dramatis pak Herman menggambarkan pesona musim gugur Norway, dalam hati tercanang satu keinginan. Bahwa suatu saat, entah kapan, saya mesti menjadi saksi mata dari keindahan musim gugur di salah satu negeri Skandinavia ini.
Hari ini oktober 2024, akhirnya hasrat dua puluh tahun lalu itu mudah - mudahan akan segera terwujud.
Sore ini, saya akan berangkat untuk kelana ke negeri Eropa utara itu, pas di musim rontok.
Membayangkan indahnya musim gugur di Norwegia, terngiang lagu lama romantis Autumn Leaves, dengan irama bosanova. Syahdu merayu.