Agenda kangenan untuk menjajal kembali kulineran setempat telah teragendakan. Resto Sipirok menjadi sasaran kami yang pertama.
Setelah mengangkasa 2 jam lebih dari Halim. Pagi itu pesawat mendarat mulus di bandara Kualanamu, luar kota Medan.
Melenturkan tubuh, kami gathering di resto Solaria bandara bersama pak Djarwo dan bu Noni yang sudah berada di Medan.
Santai sejenak menikmati teh hangat pagi menjelang siang. Melemaskan otot kaki dan pinggang yang terpaku selama 2 jam duduk di angkasa. Cecapan teh hangat ini sekaligus mengusir rasa kantuk yang masih menggelayut. Nyawapun kembali utuh.
Satu jam bermobil dari bandara. Sekitar pukul sebelas, kami berlima belas telah duduk berderet di meja kayu resto Sipirok yang legendaris itu. Pengunjung sudah mulai ramai di resto berkipas angin ini.
Santai ngobrol - ngobrol nostalgia, sembari menunggu hidangan.
Tak lama kemudian pesanan mulai disajikan.
Pemunculan perdana hidangan pesanan itu sungguh dramatis mencengangkan. Sekaligus memicu adrenalin dahaga kulineran.
Pramusaji melangkah pelan, kedua tangannya membawa mangkuk yang mengepul. Di tengah mangkuk mendongak menggiurkan rebusan tulang putih kaki sapi cukup besar.
Tata letak kaki sapi itu membuatnya tampil bak miniatur tugu peringatan di kota.
Menara kaki sapi jumbo itu ditempeli lemak dan daging. Setengahnya tenggelam dalam telaga kuah yang terlihat panas. Sisanya berendam dalam kubangan berbumbu ala Batak - Melayu.