Sepotong memoar untuk rekan - rekan pembelajar dari Kemenhub: Alm Ari Purnomo, A. Asnawi, Ekohadi, Herman K, Petrus, Lutfi, Capt Daniel T, Alm Marolop S. Perumpel 1: Yanen H, Alm Torang T. Perumpel 2: Capt Syahrial N, Ferdinan N, Alm Suparyo, Diyanto, Alm Hamdi, Dede M, Yanto B, Annie. Perumpel 3: Zaini, Alm Satoto. Perumpel 4 Sudarman. Dan tak lupa teruntuk mentor kami Alm pak Julius Tiranda
Yang 33 tahun lalu bersama - sama berjuang sekolah di negeri Kincir Angin
Siang terik bulan Agustus 1990, saat akhir musim panas di Eropa. Pesawat Garuda mendarat mulus di bandara internasional Schiphol, Belanda.
Bandara di pinggiran kota Amsterdam ini adalah salah satu hub udara terbesar di Eropa.
20 pria muda unyu - unyu berbaur dengan kerumunan penumpang lainnya. Gontai dan kantuk menggelayut, keluar dari lambung pesawat menyusur lorong garbarata besi baja pengkuh berkilat.
20 pria itu adalah karyawan, para peserta tugas belajar dari Kementerian Perhubungan RI dan PerumPel 1,2,3,4 ( Perusahaan Umum Pelabuhan). Tugas belajar tentang Port and Shipping selama dua tahun di negeri Kincir Angin. Saya adalah salah satunya.
Lepas dari garbarata, di perut bandara, di bawah naungan dome baja raksasa yang terkesan megah dan angker, saya menghentak - hentakan kaki ke lantai beruntun 7 kali. 19 pria rekan seperjalanan tak peduli, mungkin juga tidak memperhatikan tingkah saya.
Menjejakan kaki 7 kali di tanah asing adalah simbolik. Sebagai pendatang di suatu wilayah baru, kita harus menyatu dan memohon pitulung (7 adalah pitu, pitulungan) dari siapapun dan bentuk apapun pemangku tempat baru itu, negeri Belanda.
Lepas dari antrian imigrasi yang panjang namun lancar, 20 karyawan muda Indonesia berambut acak - acakan berwajah kuyu itu merubung conveyor bagasi yang bergerak berputar - putar.
Puluhan koper dan bungkusan bawaan dari tanah air ditarik, dimuat ke troli didorong dikumpulkan di satu lokasi. Alhamdullilah tidak ada bagasi bawaan yang hilang.