Kami tak lagi bisa berkilah, berargumentasi, berdebat ataupun mengkritik. Karena engkaulah sang Juara.Â
Football come to Rome, not yet coming home.
Kembali Italia menunjukan kualitas mental tim luar biasa. Menolak kematian untuk meraih kejayaan.
London berduka, Inggris menangis. Piala dambaan yang telah terengkuh disatu tangan lepas di kandang sendiri.
Laga pamungkas mendebarkan. Wembley nyaris penuh penonton. Kerumunan tanpa masker, tanpa jarak demi jagoannya. Pasamuan akbar berlangsung meriah. Namun bagi tuan rumah, perhelatan itu tak sempurna. Juara ke dua bukan opsi, tapi itulah yang terjadi. Harus merelakan tim Azzurri menjuarai.
Sebagaimana perkiraan, Inggris langsung melaju menginginkan menang cepat tak perlu adu pinalti. Itu hampir terjadi, namun tak tuntas terealisasi.
Dibawah dukungan penonton yang berkobar, di menit ke dua Shaw yang bebas kawalan menerima operan silang. Karena tiga pemain belakang Itali, termasuk duo bek kawakan Juventus Chiellini dan Bonucci konsentrasi menjaga Harry Kane di tengah kotak pinalti.
Shaw tenang dan elegan, tanpa mengontrol bola kaki kirinya menyongsong umpan. Menembak langsung mendatar ke sisi kanan gawang. Donnarumma kiper Itali meloncat berusaha menjangkau, namun terlambat. Ribuan suporter Inggris melonjak berteriak gegap gempita bergembira ria. Gool, 1 - 0 untuk tuan rumah. Gol cepat ini seolah tuah pertanda Inggris bakal juara.
Namun tunggu dulu Itali tetaplah Itali. Tim asuhan Mancini menolak mati dini, terus menggedor tak henti. Merubah pola permainan, menguasai bola dan memainkan tik tok jarak pendek. Mengancam gawang Three Lions.
Penguasaan bola enam puluh persen lebih oleh Itali tak merubah posisi. Nampak tim Inggris bermain tenang, dewasa dan matang. Menghalau setiap serangan.