Pulang yang akan membasuh segala kerinduan. Rindu pada keluarga, rindu akan makanan, rindu suasana Jabodetabek dan juga rindu rindu lainnya.
Malam itu dari Buenos Aires, pesawat Emirates  terbang ke utara. Selama tiga jam mengarungi angkasa menuju Rio de Janeiro, Brazilia. Tak lama stop over di Rio, pesawat kembali take off meninggalkan bumi Samba. Menuju kota pencakar langit, Dubai. Akan transit lima jam sebelum lanjut ke Jakarta.
Suasana di bandara Buenos Aires dan di dalam pesawat telah berbeda dibanding dua hari lalu. Mungkin dering alarm bahaya covid 19 telah lebih nyaring terdengar. Sebagian besar para pejalan dan pemergi lewat bandara sudah memakai masker, rapat menutup mulut dan hidung. Demikian juga para traveler Nusantara. Masker menjadi alat pelindung diri utama yang harus selalu dikenakan saat penerbangan jauh ini.
Malam merambat. Lampu pesawat dimatikan. Dari Rio akan terbang 14 jam menuju Dubai. Melongok jendela, diluar gelap gulita. Hanya bisa membayangkan pesawat menempuh jalur yang sama dengan saat pertama tiba di latam. Arahnya saja yang terbalik, ke timur menyeberang Atlantik merambah Afrika mengangkasa di laut merah, menjelajah Saudi Arabia. Dan kemudian akan sampai di Dubai.
Duduk dalam kegelapan, tak juga kantuk. Menerawang kembali topik yang hangat terus dibahas hari hari terakhir ini. Baik di grup latam sendiri, grup grup WA juga semua media. Tentang pandemi Covid 19.
Korona virus telah menaklukan dunia. Membuat repot dan ketakutan semua orang. Daya jelajahnya tak terkira dan tak terduga.
Makhluk nyata tak berupa, tanpa suara, tak berbau dan tak bisa diraba ini menciptakan revolusi dan invasi luar biasa. Cepat dan masif.
Revolusi senyap tak bersuara. Tanpa struktur, tak berpola menerjang tak henti. 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu. Paparannya telah merambah hampir seluruh penjuru dunia. Revolusi bisu yang akibatnya jauh lebih dahsyat pengaruhnya dari segala macam revolusi yang pernah ada. Revolusi Industri, revolusi Teknologi, revolusi Informasi, revolusi Prancis  atau revolusi kebudayaan Mao sekalipun.
Pemimpin, pengikut, rakyat biasa tak terkecuali kalut. Menghadapi teror tak henti dari realitas dan kematian setiap hari. Di bombardir berita dari sosmed, wag wag dan media mainstream yang terkadang tak juntrung dan penuh sensasi. Sebagian orang hilang arah dan orientasi. Terus bagaimana, bertanya tanya dibayangi rasa khawatir dan ketakutan. Termasuk awak.
Dalam penerbangan, pikiran othak athik gathuk mengotak atik. Mengapa pandemi covid 19 ini terjadinya di tahun keseimbangan ya? Tahun 2020 masehi, 20 - 20. Sekaligus juga di tahun dengan angka berkebalikan. Tahun 1441 hijriah, 14 - 41.
Pengkaitan angka angka tahun itu dengan pandemi covid pasti tidak ilmiah. Namun bisa juga dicari dan ditelisik nilai nilai wisdom dan pembelajarannya.