Bandara hanya sekitar 5 km dari kota. Sekitar 25 menit meluncur, bus rombongan telah sampai di Star hotel. Hotel bintang 3 di pusat keramaian. Cukup nyaman dengan lokasi strategis. Chek in.
Sayang tidak ketemu restoran Indonesia.Usai makan siang, naik Tuk Tuk  kendaraan umum  khas Thai yang terbuka disamping. Dengan tarif tanpa tawar tawaran 100 Bath, sekitar empat puluh lima ribu rupiah kami menuju pusat benteng kota tua. Kendaraan berkapasitas tiga penumpang berderum meliuk liuk di keramaian.Â
Para penumpang sembribit, dielus langsung angin sejuk kota pegunungan.Chiangmai dibangun pada abad 13 sebagai ibukota. Kota dengan benteng persegi empat dengan bahan batubata merah. Di depan benteng sepanjang tembok adalah parit air pertahanan, dengan lebar sekitar 10 meter.
Benteng 10 kali 10 kilometer itu kini tidak utuh lagi. Berupa reruntuhan dan gerbang gerbang.
Tuk tuk melaju, belok kanan masuk reruntuhan gerbang merah. Menuju pusat wisata, Wat Chedi  Luang. Wat artinya kuil. Chedi Luang adalah kuil kuno, besar dan antik destinasi utama wisata Chiangmai.
Kuil asli tidak utuh lagi berada di belakang. Kuil baru berada di depan, boleh disambangi.
Meskipun ketinggiannya telah berkurang 30 meter, runtuh terkena gempa tahun 1451. Pengunjung tidak boleh masuk ke hall tempat doa. Menikmati legacy megah dan indah dari luar saja.
Hari cerah namun sejuk. Suhu 15 derajat Celcius. Chiangmai begitu mempesona, meskipun masker dimana mana.Besok pagi kami akan main di North Hill course. Berikutnya di Chiangmai Highland. Dan hari terakhir main di course indah, Alpine Chiangmai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H