Opini Refleksi HAB Kementerian Agama 2025
Â
Menuju Indonesia Emas 2045, Antara Harapan dan Pemberantasan Korupsi
Mulyawan Safwandy Nugraha
Direktur Research and Literacy Institute
Indonesia tengah menapaki jalan panjang menuju visi Indonesia Emas 2045, sebuah impian besar yang menggambarkan bangsa maju dengan ekonomi kuat, pemerintahan bersih, dan masyarakat yang menjunjung tinggi moralitas. Dalam peta jalan menuju visi ini, Kementerian Agama memegang peran vital sebagai garda terdepan pembinaan nilai-nilai agama dan moralitas bangsa.
Namun, kenyataan pahitnya, kementerian ini sendiri harus bergulat dengan isu korupsi yang selama ini menjadi momok di tubuhnya.
Visi Indonesia Emas 2045 menuntut sebuah tata kelola pemerintahan yang tidak hanya efektif, tetapi juga bersih dan transparan. Di sinilah tantangan besar Kementerian Agama muncul. Sebagai institusi yang bertanggung jawab dalam pembentukan karakter bangsa melalui pendidikan agama, Kemenag seharusnya menjadi teladan integritas.
Namun, kasus-kasus korupsi yang mencuat selama bertahun-tahun menunjukkan adanya kesenjangan besar antara idealisme visi tersebut dengan praktik yang terjadi di lapangan. Menteri Agama Nasaruddin Umar, dengan langkah berani, kini memimpin upaya bersih-bersih di tubuh kementerian sebagai langkah awal menuju reformasi.
Langkah-langkah konkret yang dilakukan Menag, seperti pelaporan gratifikasi ke KPK, digitalisasi sistem, dan penghematan anggaran perjalanan dinas, menunjukkan keseriusan beliau dalam menjalankan amanah ini. Namun, langkah tersebut juga menyoroti fakta bahwa praktik korupsi masih menjadi isu sistemik di Kemenag.
Dalam pidatonya, Menag menegaskan bahwa setiap pegawai di kementeriannya harus memberikan teladan kejujuran, karena korupsi, sekecil apa pun, adalah pengkhianatan terhadap visi besar bangsa ini.
Indonesia Emas 2045 tidak hanya bicara tentang kemajuan ekonomi, tetapi juga peradaban yang berbasis moralitas dan keadilan. Dalam konteks ini, Kemenag memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan nilai-nilai agama diterapkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
Namun, Menag sendiri mengakui adanya kesenjangan antara ajaran agama yang luhur dan perilaku sebagian umat yang justru terjebak dalam tindakan koruptif. Nasaruddin Umar menawarkan pendekatan berbasis agama untuk mengatasi hal ini, dengan menyebut bahwa korupsi harus dilihat bukan hanya sebagai kejahatan hukum, tetapi juga dosa besar yang merusak fitrah manusia.
Menuju 2045, reformasi di Kemenag tidak boleh hanya berfokus pada penindakan kasus korupsi, tetapi juga membangun sistem yang mampu mencegah korupsi secara permanen. Digitalisasi menjadi salah satu solusi strategis.