Mohon tunggu...
Mulya Saadi
Mulya Saadi Mohon Tunggu... -

Mulya Saadi| Seorang penimbun buku yang juga mahasiswa Hukum. Muslimah asli Sunda pecinta wayang golek, yang bercita-cita membangun perpustakaan di tempat ia tinggal. Motto hidupnya : pergerakan!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Petualangan Mencari Makan

25 Januari 2015   18:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:24 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Seorang pemuda bertubuh kurus tergeletak di lantai dalam posisi tertelungkup. Jaket merah tua yang ia kenakan sedikit terbuka sehingga tampaklah warna kecoklatan kulit pinggangnya. Rambut hitam spike-nya agak berantakan dan wajahnya tidak karu-karuan. Kemudian ia mengubah posisi badannya hingga menghadap ke samping. Sebuah guratan tampak di sepanjang pelipisnya, dengan memasang tampang cemberut ia memegangi limpanya sambil menggumam tidak jelas.

Hampir dua puluhmenit ia mempertahankan posisi, ekspresi, dan gumamannya. Namun, kini bulir-bulir peluh menetes di sekitar wajahnya. Tak lama ia tiba-tiba tersenyum dengan mata yang masih terpejam. Mungkin pemuda kurus itu mencoba untuk meghibur diri dan mengusir pikiran negatifnya, terbukti dengan suramnya kondisi di sekitar area pemuda itu tergeletak bahkan nyamuk-nyamuk pun enggan mendekat. Dan senyuman yang ia paksakan pun hanya bertahan beberapa detik, kemudian ia melanjutkan ritual gumamannya lagi.

Tuk! Tuk! Tiba-tiba sebuah suara membangunkan pemuda kurus itu dari aura kelamnya. Ia bersegera bangkit dan membereskan wajah kusutnya kemudian melepas jaketnya yang membuat ia berkeringat. Memang seingat dia, tidak ada seorangpun yang menyuruhnya mengenakan jaket tebal itu di musim kemarau begini. Dirinya hanya meyakini bahwa ia termasuk golongan orang-orang yang berpikir melawan arus, out of the box, anti mainstream dan istilah-istilan kontradiktif lainnya. Ia mengklain bahwa dengan bertindak demikian, ia akan mengaktifkan kembali otak kanannya yang kini ditumpulkan oleh tugas-tugas kuliah hukumnya. Dan terkadang ia sedikit menyesal kenapa tidak dari dulu ia masuk universitas seni.

Setelah pemuda itu menggantungkan jaketnya di gantungan yang ada di balik pintu, ia pun meraih handphone yang sedang ia charge. Tanpa melihatnya, ia langsung kembali tiduran dikasur.  Punggungnya terasa sakit jika harus berlama-lama berbaring di lantai tanpa alas apapun. Namun, sebelum memutuskan untuk membaca pesan teks yang baru saja sampai itu, ia kembali bermain-main dengan pikirannya. Ia membuat asumsi-asumsi dan prediksi siapa yang telah mengiriminya pesan singkat malam-malam begini. Memang sekarang baru pukul 9.30, tapi karena ia terbiasa tidur lebih awal, akan merasa aneh jika ada seseorang yang meng-sms-nya.

Pemuda itu kembali memejamkan mata sipitnya, meletakkan handphone itu di samping kepalanya dan memulai proses berpikir. Ia menyusun beberapa kemungkinan di dalam otaknya, menggerak-gerakkan jarinya di udara, hingga pose mengelus-elus dagu layaknya detektif yang sedang memecahkan sebuah kasus pembunuhan. Ia memang penggemar berat Sherlock Holmes. Dan tak seperti kebanyakan laki-laki seusianya yang senang bermain gitar atau poker atau catur, pemuda itu lebih senang berkelana di alam pikirannya. Melakukan petualangan layaknya sebuah karakter game MMORPG hingga tenggelam dalam pikiran melankolik layaknya filosof. Ia lebih memilih bermian dengan pikirannya dibanding dengan gitar atau poker atau catur karena memang ia tidak bisa memainkannya. Karena itu banyak diantara teman-teman satu satu asramanya yang meragukan bahwa pemuda itu seorang laki-laki, dan ia hanya menanggapinya dengan sebuah cengiran. Demi kembali aktifnya otak kanan, pemuda itu rela disangka "apa-apa" oleh temannya asalkan sangkaan itu tidak bertentangan dengan norma dan peraturan perundang-undangan yang ada, begitulah pikirnya.

Pemuda itu mulai menyebutkan satu nama. Ia menduga bahwa orang yang namanya ia sebutkan itu adalah dalang di balik sms misterius ini.  Ia menganggap sms itu misterius karena dikirim pada malam hari diluar jam terbangnya. Tapi sesaat kemudian ia membantah hipotesisnya dengan menggeleng- gelengkan kepala. Firza, sang terduga pengirim pesan itu tidak mungkin menjadi pelaku sms karena ia sendiri pernah mengatakan pada pemuda itu kalau dua bulan ini ia akan sibuk mendampingi dokter pada sift malam di rumah sakit. Jadi tidak mungkin ia meng-sms-nya di tengah-tengah tugas praktiknya kecuali ia bertemu dengan suster ngesot dan lebih memilih untuk meng-sms pemuda itu ketimbang teriak.

"Siapa lagi ya? Fathir? Dia tidak mungkin sms kecuali kalau lagi ada keperluan. Orang tuaku? Aku yakin mereka sudah berada di alam mimpi sana. Pacarku? Aku kan tidak punya pacar....." Setelah mengucapkan kalimat terakhirnya, ia sedikit termenung cukup lama. Mengingat semua penghuni asrama laki-laki Raya Pasundan ini sudah mempunyai pacar kecuali dirinya.

Namun setelah mendeklarasikan perubahan statusnya dari seorang cowok menjadi ikhwan, ia menekan perasaan suka berlebihnya terhadap seseorang dan menjaga pandangan layaknya kakak-kakak anggota organisasi pergerakkan Islam dan dakwah kampus yang sering ia temui. Ust. Hamim, guru privat bahasa arabnya pun pernah berkata bahwa pemuda itu beruntung karena belum terjerumus ke dalam maksiat yang biangnya berawal dari pacaran kemudian berkhalwat dan banyak diakhiri dengan ikrar mendadak di KUA. Beliau juga menambahkan bahwa pemuda seperti pemuda itu sudah agak jarang ditemukan sehingga harus dilestarikan keberadaannya. Karena sense of humor Ust. Hamim yang cukup tinggi itu, pemuda itu tak pernah bosan mengikuti setiap pelajaran bahasa semitik itu meski hanya bermodal tekad dan memori pas-pasan. Ia mengakui bahwa mempelajari bahasa arab membuatnya kepayahan karena disana ia dituntut untuk banyak menghafal kosakata yang bentuknya sangat kompleks. Ya, pemuda itu dituntut meski tidak bersalah apa-apa.

"O mungkin ini sms dari Yudho yang mengumumkan kalau mata kuliah Bu Ulil besok libur" ucapnya yakin.

BRAKK!! Tiba-tiba pintu kamar pemuda itu dibuka dengan sangat kasar. Untung saja sang pintu tidak kembali memantul menghantam wajah orang yang membukanya. Tapi disini bukan sang pintulah yang murka karena telah diperlakukan sewenang-wenang, namun justru pemuda itu yang kini tampak dongkol, tatapannya menajam dan bibirnya mengerucut. Ia kesal karena orang yang berdiri di pintu kamarnya itu telah menghancurkan fantasi berpikirnya. "Mulya!" teriak orang itu kemudian.

Seorang lagi pemuda kurus, namun lebih kurus dibanding pemuda itu, sehingga ia biasa disapa dengan si kerontang. Kini ia tampak jelas di pupil mata pemuda yang disapa Mulya itu. Ia tampak terganggu dengan pemandangan yang ia lihat. Penampilan temannya yang satu ini memang biasa saja, sama-sama kurus dan tinggi, tapi selalu tampil rapi dan formal ketika keluar. Namun yang kini ia lihat seolah seperti sesosok manusia tanpa pakaian atas alias bertelanjang dada, dan hal itu membuatnya syok namun tetap ia pendam sehingga yang  tampak hanya ekspresi datar. Pemuda itu teringat kalau musim kemarau ini sedang puncak-puncaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun