Mohon tunggu...
Hilman Mulya Nugraha
Hilman Mulya Nugraha Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Coba menulis saja

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Ada Surga di Rumahmu, Kurang Nendang Tetapi Masih Layak Disaksikan

25 Maret 2015   15:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:02 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14272727531267653698

[caption id="attachment_357339" align="aligncenter" width="1000" caption="Poster Film"][/caption]


Nayla menyisakan pertanyaan. Gadis manis itu berbincang dengan sahabat kecilnya, Ramadhan. Dia bercerita bahwa dia merasa kehilangan sosok ibu. Kalau bisa ia ingin ibunya hidup kembali agar ia bisa tahu dan merasakan kasih sayang ketika mencium orang yang melahirkannya ke dunia. Ramadhan pun dengan keyakinan tegas memberitahu Nayla, bahwa ia akan merasakan hal itu ketika ia sudah memiliki anak dan anak itu memberi salam padanya.

Tidak ada adegan yang membuat saya terharu kecuali adegan ini. Adegan dari film berjudul “Ada Surga di Rumahmu”. Film yang diangkat dari sebuah novel dengan judul yang sama dan akan tayang pada 2 April 2015 di bioskop Indonesia. Saya berkesempatan menjadi salah satu penonton yang menonton film ini pertamakali, yakni tanggal 22 Maret 2015 di Blitzmegaplex PVJ, Bandung.

Awalnya, saya agak gamang menonton film ini. Bukan karena takut mendengar pesan dakwah dari film . Tetapi bayangan saya tentang film religi akhir-akhir ini selalu terkait dengan tiga hal. Pertama, kisah orang yang taubat. Kedua, dibuat karena sedang naik daun. Dan ketiga, sponsor hijab. Percayalah, dengan segmen pasar yang sudah ada, film religi selalu mendapat sponsor dari brand hijab ternama. Tentunya dengan memasang aktris cantik dengan model kerudung modern dan rumit. Untungnya, tidak ada ketiga unsur tersebut di film “Ada Surga di Rumahmu”. Saya tidak skeptis dengan sponsor. Hanya saja, kadang kalau ada sponsor hijab, kesannya lebih mempromosikan hijab dibandingkan kemasan film tersebut.
Film yang digarap oleh Aditya Gumay ini menjadi salah satu film bertema religi yang agak berbeda. Temanya bukan soal pertaubatan tetapi tentang keluarga dan rumah. Betapa rumah menjadi tempat terbaik untuk segala doa, terutama karena disana ada ibu. Ibu yang rela berkorban demi anaknya dan ibu adalah yang akan selalu memberi doa demi kelancaran perjalanan hidup sang anak. Karena itu, restu ibu itu sangat penting. Setidaknya itulah yang mencoba disampaikan oleh film ini.

Film ini juga mengajarkan tentang rela berkorban terhadap saudara, bukan hanya ibu. Hubungan antara ayah dengan anaknya juga dikupas di film ini. Tetapi kesan yang didapat oleh saya, film ini jadi kehilangan fokus. Apa sebenarnya yang ingin disampaikan? Ko, rasanya semua begitu cepat dan melompat. Contohnya, kejadian tokoh utama Ramadhan saat kecil dengan Ramadhan ketika sudah dewasa, tidak ada hal yang terlalu menonjol. Rasa-rasanya, keduanya bisa jadi dua cerita.

Wah rasanya, ko kurang bagus. Gak bisa dibilang begitu juga. Film ini secara tema sangat bagus, ada kandungan nilai agama, hubungan keluarga, dan pentingnya restu orang tua. Tetapi tema-tema itu dikemas kurang “nendang”. Konflik antara tokoh utama dengan orang-orang di sekitarnya masih hambar. Kekuatan dan pengorbanan ibu juga jadi bias. Padahal dari salah satu karakternya, film ini mengajarkan bahwa seorang ibu bisa melakukan apapun untuk kebahagian anaknya. Dan, saya tidak menemukan kekuatan pesan itu di awal film. Tidak ada pemaparan yang kuat di awal adegan yang meyakinkan bahwa tokoh ibu benar-benar berkorban.

Yang saya temukan di awal film adalah kisah Ramadan kecil di pesantren dengan tingkah lucu teman-temannya. Sisanya, film ini melompat-lompat, dan hubungan tiap tokoh menjadi klise karena ada unsur kebetulan, sesuatu hal yang banyak ditemukan di film religi. Satu hal lagi, film ini tidak membutuhkan akting yang begitu berat. Para pemainnya, Zee Zee Shahab, Nina Septiani, dan salah satu kontestan Indonesian Idol, Husein tidak perlu pendalaman karakter yang khusus. Bahkan, saya merasa peran yang dimainkan oleh Zee Zee Shahab, yah diri dia sendiri. Husein mungkin cukup bagus berperan sebagai Ramadhan, tapi perannya tidak terlalu kuat. Artinya, perannya tidak berkesan setelah habis menonton film ini.

Lupakan hal—hal itu, film ini kuat dari tema dan amanat. Menonton film ini akan menyadarkan diri tentang betapa pentingnya sebuah keluarga, terutama ibu. Masih layak untuk ditonton, jadi cerminan diri, jadi renungan bagi pentonton. Jika ada air mata yang mengalir mata ketika menonton film ini, itu karena ada pengalaman batin yang dialami kemudian jadi cermin di film ini. Sama seperti yang saya katakan, di awal paragraf. Pengalaman batin saya mirip dengan tokoh Nayla.

Tontonlah film ini dan lupakanlah kekurangannya. Ambil hikmah dan belajar dari amanat yang ingin disampaikan dari film ini. Setidaknya film ini masih terkesan beda. Sehabis menonton, salamlah kepada kedua orangtuamu dan minta restu untuk apapun. Untuk yang sudah ditinggalkan, berdoalah karena doa yang dikabulkan adalah doa anak saleh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun