Mohon tunggu...
mulyanto
mulyanto Mohon Tunggu... Administrasi - belajar sepanjang hayat

Saya anak petani dan saya bangga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jangan Hukum Guru, Kasihan!

19 Mei 2016   16:25 Diperbarui: 20 Mei 2016   01:08 540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Shutterstock.com

Nama Maya atau lengkapnya Nurmayani Salam, Guru Biologi SMPN 1 Bantaeng, Sulawesi Selatan terpaksa dikenal masyarakat Indonesia. Sayang, bukan karena prestasinya sebagai guru teladan namanya disebut-sebut, tetapi sebagai guru 'penganiaya' siswa anak Polisi pada Agustus 2015 lalu.

Saat ini perempuan berkerudung itu pucat pasi, perangainya tak ceria lagi, juga penyakitnya kambuh karena harus mendekam di balik jeruji besi Rutan Kelas II B Kabupaten Bantaeng. Memang, Persoalan sepele kerap berdampak besar. Kasihan Bu Maya.

Bu Maya katanya hanya mencubit si anak polisi itu. Dia mencubit si anak polisi itu karena ulah bermain air sisa pel mengenai Bu Maya waktu hendak shalat Dhuha di Mushalla sekolah. Tribunnews.com, Makassar melansir, sejak Kamis (12/5/2016) Bu Maya menjadi tahanan titipan Kejaksaan Negeri Bantaeng di rutan tersebut sambil menunggu kasusnya disidangkan di pengadilan.

Rasanya sekarang memang beda dengan dulu. Sekarang emosi tidak lagi padat, sudah cair dan luberannya liar ke mana-mana. Dulu emosi mampu diredam di dada bertahun-tahun hingga akhirnya luntur dengan sendirinya mengikuti peluh.

Saya jadi teringat, Pak Zainal, guru kelas 5 kami di sekolah dasar Dusun, daerah ujung Timur Pulau Madura. Pak Zainal yang memecut kami dengan menjalin di bagian betis masih terkenang jelas. Memar dan benjolan garis merah benar-benar perih kami rasa dulu. Kami memang salah, saya ketuanya. Kapur tulis satu kotak dipotong-potong untuk dijadikan amunisi. Selanjutnya 'ditembakkan' pada 5 rekan sejawat saya. Kejadiaannya saat istirahat.

Pak Zainal masuk kelas kapur sudah habis. Tiga hari kemudian Susi, teman sekelas kami diam-diam mengadu bahwa kapur itu dibikin mainan tak berguna oleh segerombolan anak nakal. Pak Zainal naik pitam, kami dijemur di halaman sekolah dengan kaki 1 dan tangan kanan memegang kuping kiri selama sejam, paling. Tidak hanya itu, terakhir betis kami dipecut sampai memar.

Sepulang sekolah, saya mengendap-ngendap kalau bertemu bapak dan ibu. Memar di betis adalah rahasia negara. Kami kompak, tidak ada yang wadul kepada orang tua. Meskipun akhirnya Ibu saya mengetahui juga. Ibu tahu karena melihat sarung tersingkap saat saya tidur. Sehingga rahasia negara, memar di betis ketahuan juga. Tidak menunggu pagi, ibu langsung membangunkan saya dan menginterogasi. Dengan mata meleleh saya bercerita kalau dihukum pak guru.

Tapi apa respon ibu? Wanita terbaik sedunia ini malah balik menyerang memarahi saya penuh sesal. Tampaknya ibu sangat marah pada anaknya yang berperilaku tidak baik itu. Saya atau bahkan kami (pelaku) sampai dikualat-kualati oleh ibu atau orang tua kami. “Ini akibatnya kalau nakal, ulangi lagi kalau mau pahamu yang memar. Karena ibu yang akan menghukummu langsung,” katanya, kesal. Kemudian terhadap Pak Zainal, ibu masih misem manis saat bertemu beliau jika kebetulan berjumpa di pagi hari waktu mengantar kami ke sekolah.

Begitu seharusnya orang tua menurut saya. Mereka harus diberi kepercayaan penuh untuk menggantikan tangan halus kita orang tua dalam meluruskan moral akhlak anak-anak kita. Jangan hantui mereka dengan penjara. Karena sesungguhnya mereka sudah sepenuh hati berbuat untuk meneguhkan dan mencerdaskan otak hati anak-anak kita. Semoga berguna. Aamiin

Surabaya, 19 Mei 2016 Bakda Asar

Mulyanto

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun