Mohon tunggu...
mulyanto
mulyanto Mohon Tunggu... Administrasi - belajar sepanjang hayat

Saya anak petani dan saya bangga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anak Fotokopi Orangtua

13 April 2016   13:23 Diperbarui: 13 April 2016   13:27 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi: isgoc.com"][/caption]Mendidik anak, kata Aa’ Gym, harus terlebih dahulu mendidik diri sendiri. Karena anak adalah cerminan dari turur kata dan tindak tanduk ayah dan ibu. Jika anak ingin baik, maka ayah ibu harus selalu mengusahakan menjadi pribadi yang baik setiap saat. Orangtua harus mengusahakan selalu tampil sehat hati dan badan dalam keseharian. Menjadi figur panutan anak-anak. Kata-katanya selalu mengandung ilmu dan menyejukkan keluarga.

Orangtua sebisa mungkin harus memberi teladan pada anakSholat tepat waktu, disiplin, tertib, ayah menjadi imam, menyayangi Ibu dan anak, memperhatikan seluruh aspek kehidupan rumah tangga dan lain-lain. Orangtua tidak pernah ingkar janji, selalu sopan, bersikap baik dalam pergaulan dengan siapa saja, penyayang, suka membantu menyelesaikan kesulitan/kesusahan orang lain, dan kebaikan-kebaikan lainnya.

Menjadi teladan lebih utama dari pada ceramah (memberi teladan), anak tidak akan terlalu suka diceramahi, ia lebih cepat merekam dan menyimpan apa yang dia lihat dengar. Orangtua wajib sadar bahwa tindak tanduk dan tutur katanya adalah tidak pernah luput dari perhatian anak. Anak yang suci itu akan melihat dan mendengar, lalu direkan di otaknya, lalu disimpan di memorinya, kemudian suatu saat akan diaplikasikan dalam kehidupannya. Maka jika orangtua menyayikan kebaikan untuk direkam anak, maka kebaikan itu pula yang akan dituai anak kelak di masa depan gemilangnya.

Sebaliknya, jika rumah semrawut. Penuh kebohongan, kekerasan, satu-sama lain tidak ada kepercayaan, orangtua penuh amarah dalam menyelesaikan masalah. Maka yang terjadi rumah tak ubahnya neraka. Tidak ada ketentraman di dalamnya. Pada hal kecil saja selalu bermasalah, bertengkar dan selalu ribut. Ayah memarahi Ibu karena masakan tidak enak, Ibu marah karena uang belanja kurang. Ibu mencurigai ayah selingkuh, dan lain sebainya. Maka jangan harap anak menjadi gemilang dan rumah tangga bisa bahagia.

Satu misal lagi, dalam proses mengerjakan PR di rumah, atau orangtua mengajari anak mengulang pelajaran. Kemudian orangtua mengajari dengan amarah. Marah karena anaknya tidak cepat tanggap pelajaran, tidak fokus, dan tidak konsentrasi. Maka orangtua yang mengajari anak alpa kasih sayang dan kelembutan itu jelas sudah membentuk anak menjadi pemarah dan pendendam. Apalagi ditambah orangtua acap memukul/mencubit anak karena tidak mudah menangkap pelajaran, tidak mudah mengeti atau tidak lancar membaca dan berhitung itu terang bukan mendidik. Itu penyiksaan.

Kang Maman, Notulen ILK Trans7, pernah mengatakan, kalau hardik, bentak dan gebuk saja sudah dipamerkan sejak dari dalam rumah, kita telah ikut melahirkan anak-anak calon pelaku kekerasan. Kekerasan-demi kekerasan yang disajikan di dalam keluarga akan menjadi gumpalan kenistaan penyakit yang tak akan pernah sembuh. Perhatikan, orangtua yang emosinya kerap bercokol dalam keseharian, saat anak tidak tertib, anak tidak belajar, anak mandi lama, dan semacamnya itu tak ubahnya ia mengajari anak untuk menghadapi masalah dengan emosi.

Lalu keteladanan yang diharapakan hadir mengisi relung kehangatan di tengah keluarga kapan terealisasi? Ingat ayah.. ingat ibu.. ingat orangtua, anda adalah panutan yang selalu difotokopi anak. Anda akan membentuk surga jika anda mendidik anda menjadi suritauladan paripurna untuk anak. Sebaliknya jika anda rusak, maka anak akan rusak. Terakhir, meminjam bahasanya Robert Fulghum, “Jangan menghkawatirkan bahwa anak-anak tidak mendengar anda (orangtua), khawatirlah bahwa mereka selalu mengamati anda.”

 

Kenali Anak dan Bentuklah

Selain itu, orangtua harus mengarahakan potensi anak dengan baik. Caranya adalah kenali potensi anak kemudian arahkan. Sejatinya kata mengarahkan potensi itu semakna dengan kata menuntut anak. Karena itu orangtua bijak dan tepat waktu untuk menuntut anak. Jangan sampai niat ayah ibu untuk mengarahkan anak menjadi gemilang malah salah jalan menjadi pemaksaan. itu yang tidak baik.

Kata menuntut juga bermakna sepadan dengan kata memohon. Dalam hal ini Allah memberi ilmu “membentuk anak dengan memuji” kepada manusia lewat firmannya dalam al-Quran. Itu merupakan filosofi al-Quran Surat Alfatihah (ummul kitab). Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, yang pengasih, dan penyayang. Tunjukkan kami jalan yang lurus … (QS Al-Fatihah). Memuji dahulu kemudian memohon kebaikan-kebaikan. Orangtua harus memahami filosofi mendidik anak dengan Al-Fatihah ini. Apresiasi anak terlebih dulu kemudian tuntutlah menjadi manusia gemilang dan berprestasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun