"Ayah...! kaki memei digigit semut..." begitulah rengek anakku yang baru berusia 2,5 tahun sambil menghampiriku yang sedang sibuk membereskan rumah, sementara isteriku sedang sibuk memasak di dapur. Aku segera menghentikan pekerjaan untuk memeriksa kaki anakku tersebut, dan memang benar ada seekor semut kecil yang sedang menggigit kakinya. segera kubuang semut itu sambil berkata : " semutnya udah ayah buang, sekarang adek mainnya jangan di tempat yang banyak semutnya ya.....! . Memei pun segera berlari dari hadapanku sambil kembali tertawa riang menghampiri teman-temannya yang sedang bermain di halaman rumah. Itulah sekilas kejadian yang menurut sebagian orang hanyalah kejadian sehari-hari tanpa makna, namun apabila kita cermati secara mendalam kejadian tersebut sarat dengan makna pendidikan, psikologis, dan kasih sayang yang diberikan orang tua terhadap anaknya. Sebagai orang tua, seringkali kita ingin memberikan kasih sayang kita terhadap anak, namun dengan cara yang salah. mislanya, apabila ketika anakku tadi merengek karena kakinya digigit semut, kemudian aku mengatakan "makanya jangan main di tempat yang banyak semutnya!" atau "salah sendiri kenapa mainnya di tempat yang banyak semutnya", aku bahwa kalimat-kalimat tersebut merupakan kalimat -yang menurut kita sebagai orang tua- kasih sayang terhadap anak. Tetapi apakah anak merasakan kasih sayang kita dari ucapan tersebut? aku yakin bahwa anak kita sama sekali tidak mengerti kasih sayang kita, yang ada dalam fikiran mereka adalah kita sedang memarahinya. (bersambung.........)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H