Mohon tunggu...
Mulyana Efendi
Mulyana Efendi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa ilmu komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Ketika Sosial Media Massa Menjadi Sarana Utama Penyebaran Hoaks

3 November 2023   22:53 Diperbarui: 7 November 2023   20:52 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Canva.com/Marcos Silva 


Dengan perkembangan teknologi yang makin canggih ini, sosial media massa yang merupakan bagian integral dari era media baru yang telah mengalami transformasi yang luar biasa. Media sosial, merupakan salah satu bentuk dari media baru atau new media, telah menjadi media yang lebih canggih, responsif, dan berdaya guna. Media sosial memungkinkan individu dan kelompok untuk berkomunikasi, berbagi informasi, dan berinteraksi secara langsung dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya. Platform seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan TikTok menyediakan alat untuk menyampaikan pesan, foto, video, dan pendapat kepada audiensi yang luas dalam waktu nyata. Mereka juga memungkinkan partisipasi aktif dari pengguna, yang dapat menyebabkan pembuatan konten yang bervariasi dan dinamis.


Berbanding dengan media baru yang terus berkembang dan menjadi makin dominan, media konvensional atau biasa di kanal dengan media tradisional mulai menghadapi tantangan serius dalam mempertahankan relevansinya. Era media baru, yang didorong oleh teknologi digital dan internet, telah mengubah lanskap media secara drastis. Media konvensional, seperti surat kabar, majalah, televisi, dan radio, yang sebelumnya mendominasi sebagai sumber utama informasi dan hiburan, kini mengalami penurunan dalam jumlah pembaca, pemirsa, dan pendengar. Walaupun demikian, media konvensional memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh media baru. Gatekeeper merupakan kelebihan yang dimiliki oleh media konvensional, di mana gatekeeper seperti editor surat kabar atau produser program televisi bertanggung jawab atas seleksi, penyaringan, dan penyuntingan informasi sebelum disampaikan kepada publik.


Media baru, terutama platform media sosial, tidak memiliki gatekeeper  seperti media konvensional. Dalam konteks media baru, setiap individu memiliki potensi untuk menjadi penyedia konten tanpa hambatan yang signifikan, sehingga setiap informasi, baik yang valid maupun tidak, dapat dengan relatif mudah disebarkan secara global. Hal ini menciptakan sebuah realitas di mana informasi yang muncul di internet seringkali tidak melewati proses penyaringan atau verifikasi yang ketat, sehingga dapat dengan cepat memengaruhi masyarakat tanpa ada jaminan bahwa informasi tersebut benar atau akurat. Oleh sebab itu, berita hoaks menjadi tantangan utama dalam sosial media massa.


Apa itu Berita Hoaks?


Dalam KBBI, kata "hoaks" merujuk kepada berita bohong. Secara lebih umum, istilah "hoax" dalam bahasa Inggris digunakan untuk menggambarkan berita palsu atau informasi yang menyesatkan. Hoaks adalah informasi yang tidak benar, seringkali dibuat atau disebarkan dengan sengaja, dengan tujuan memanipulasi pandangan atau opini seseorang, menciptakan kebingungan, atau bahkan untuk mencapai tujuan tertentu, seperti mendapatkan keuntungan finansial atau mendukung agenda politik. Hoaks dapat muncul dalam berbagai bentuk, termasuk berita palsu, foto dan video yang disunting, serta cerita-cerita yang tidak benar.


Sekarang, berita hoaks telah menjadi masalah yang meresahkan, terutama di media sosial, yang telah menjadi sarana utama untuk penyebaran berita hoaks. Instagram, WhatsApp, Twitter, Facebook, TikTok, dan YouTube, semuanya adalah platform media sosial yang memiliki pengaruh besar dalam penyebaran berita hoaks. Menurut laporan terbaru dari We Are Social dan Hootsuite, jumlah pengguna media sosial di seluruh dunia mencapai 4,76 miliar pada bulan Januari 2023. Angka ini setara dengan 59,4% dari total populasi dunia saat ini. Artinya, sebagian besar penduduk dunia kini memiliki akses ke platform media sosial ini, yang menjadikannya tempat yang sangat potensial untuk penyebaran berita hoaks. Hal ini menunjukkan sejauh mana media sosial telah menjadi komponen penting dalam kehidupan modern, tetapi juga menyoroti tantangan besar yang dihadapi dalam memerangi penyebaran berita hoaks di platform-platform ini.


Dilansir dari data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengungkapkan bahwa selama triwulan pertama tahun 2023, teridentifikasi sebanyak 425 isu hoaks yang beredar di berbagai situs web dan platform digital. Angka ini menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan jumlah isu hoaks selama triwulan pertama tahun 2022, yang mencapai 393. Lebih rinci, pada bulan Januari 2023, Tim AIS Ditjen Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo berhasil mengidentifikasi 147 isu hoaks, sedangkan pada Februari 2023 terdapat 117 isu hoaks, dan pada bulan Maret 2023 tercatat 161 isu hoaks (kominfo,2023). 

Data ini mencerminkan meningkatnya tantangan dalam mengatasi penyebaran berita hoaks, serta perluasan peran Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam mengidentifikasi dan mengatasi berita palsu di ranah digital. Dengan adanya peningkatan jumlah isu hoaks, upaya untuk mengedukasi masyarakat tentang literasi media dan kesadaran akan berita hoaks juga makin penting untuk mengurangi dampak negatif dari informasi palsu.


Bagaimana Cara Menghadapinya?


Dalam menghadapi masalah penyebaran berita hoaks, kesadaran dan literasi media menjadi elemen yang sangat penting dan esensial. Sebab kesadaran akan berita hoaks adalah kunci dalam mengurangi dampak negatif dari berita hoaks. Dengan literasi media yang baik kemampuan individu untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan menilai berita dan informasi secara kritis, serta memahami cara informasi diproduksi dan disebarluaskan di era digital yang makin kompleks, menjadi elemen kunci dalam upaya melawan penyebaran berita hoaks. Sebaliknya, individu dengan kemampuan literasi media yang rendah dan terbatas cenderung lebih rentan terhadap penyebaran berita hoaks. Mereka dengan sangat mudah menelan mentah-mentah informasi yang didapatkan.


Akibatnya, mereka dapat lebih mudah terperangkap dalam jaringan informasi palsu, dan dengan tanpa disadari, mereka dapat percaya dan menyebarkan berita hoaks. Kurangnya literasi media juga dapat mendorong individu untuk lebih cenderung memilih dan menggunakan sumber-sumber informasi yang tidak melalui proses verifikasi, terutama jika sumber-sumber tersebut mendukung pandangan atau keyakinan yang mereka miliki. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun