Mohon tunggu...
MULYANA AHMAD DANI 111211231
MULYANA AHMAD DANI 111211231 Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administarasi di Kantor Balai Monitor SFR Kelas I Jakarta

Futsal, Sepakbola dan Catur

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diskursus Gaya Kemimpinan Four Different Styles Situational Leadership

30 Oktober 2024   13:21 Diperbarui: 30 Oktober 2024   13:28 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Peran pemimpin dalam organisasi modern menuntut kemampuan untuk beradaptasi dengan berbagai situasi dan kebutuhan anggota tim yang berbeda. Paul Hersey dan Ken Blanchard memperkenalkan konsep kepemimpinan situasional pada tahun 1969, menekankan bahwa gaya kepemimpinan harus disesuaikan dengan tingkat kesiapan dan kemampuan tim (Hersey & Blanchard, 1969). Makalah ini bertujuan untuk mengulas teori kepemimpinan situasional, menyoroti pentingnya pendekatan ini, dan menggambarkan penerapannya dalam organisasi.

Kepemimpinan situasional adalah teori yang menyatakan bahwa pemimpin harus menyesuaikan gaya kepemimpinannya berdasarkan kesiapan dan kebutuhan pengikut (Hersey & Blanchard, 1969). Empat gaya utama yang diidentifikasi dalam model ini adalah:

  • Directing (Menggerakkan)
    Gaya ini menekankan pada instruksi yang rinci dan pengawasan ketat. Pemimpin memberi arahan jelas dengan sedikit ruang bagi pengikut untuk membuat keputusan sendiri. Menurut Robbins dan Judge (2013), gaya ini cocok diterapkan pada anggota tim yang baru atau yang belum memiliki keterampilan cukup untuk menjalankan tugas secara mandiri.

  • Coaching (Membimbing)
    Pemimpin memberi arahan sambil memberikan dukungan emosional yang besar, menciptakan ruang untuk umpan balik dari pengikut. Blanchard (2007) menyatakan bahwa gaya ini cocok untuk individu yang memiliki motivasi tinggi tetapi membutuhkan panduan dalam pelaksanaan tugas.

  • Supporting (Mendukung)
    Pemimpin memberi kebebasan yang lebih besar kepada pengikut, dengan fokus pada motivasi dan dukungan emosional. Penelitian Yukl (2013) menunjukkan bahwa gaya ini efektif dalam meningkatkan rasa percaya diri pengikut yang sudah memiliki keterampilan tetapi mungkin merasa ragu dalam pelaksanaan.

  • Delegating (Mendelegasikan)
    Pemimpin memberikan wewenang penuh pada pengikut untuk mengambil keputusan dan menjalankan tugas. Menurut Northouse (2018), gaya ini cocok bagi individu yang sangat kompeten dan memiliki komitmen tinggi untuk bekerja secara mandiri.

 Situational Leadership adalah model kepemimpinan yang menyesuaikan gaya kepemimpinan dengan tingkat kesiapan bawahan. Model ini dibagi menjadi empat gaya kepemimpinan utama:

  • S1: Directing (Menginstruksikan) - Gaya ini mengutamakan perilaku tugas yang tinggi dan perilaku hubungan yang rendah. Pemimpin memberikan instruksi yang spesifik dan mengawasi dengan ketat.
  • S2: Coaching (Membimbing) - Menggabungkan perilaku tugas yang tinggi dan perilaku hubungan yang tinggi. Pemimpin masih memberikan arahan tetapi juga mendukung dan melibatkan bawahan dalam proses keputusan.
  • S3: Supporting (Mendukung) - Pemimpin memberikan dukungan hubungan yang tinggi dan instruksi tugas yang rendah. Bawahan memiliki kendali yang lebih besar atas pekerjaannya.
  • S4: Delegating (Mendelegasikan) - Perilaku tugas dan hubungan keduanya rendah. Pemimpin menyerahkan tanggung jawab penuh kepada bawahan.

Kepemimpinan situasional menjadi pendekatan yang relevan di era kerja modern, di mana kebutuhan organisasi semakin beragam dan dinamis. Terdapat beberapa alasan penting untuk menerapkan gaya kepemimpinan ini:

  • Adaptabilitas
    Dengan kepemimpinan situasional, pemimpin bisa lebih adaptif dan responsif terhadap perubahan situasi. Seperti yang diungkapkan oleh Yukl (2013), pemimpin yang fleksibel cenderung lebih efektif dalam menghadapi tantangan yang beragam di dalam organisasi.

  • Efektivitas dalam Meningkatkan Kinerja
    Penggunaan gaya yang tepat dapat memaksimalkan kinerja pengikut. Ketika pemimpin menggunakan pendekatan coaching untuk seorang pengikut yang termotivasi tetapi masih membutuhkan panduan, maka pengikut tersebut akan berkembang lebih baik dan lebih cepat (Robbins & Judge, 2013).

  • Pengembangan Diri dan Karier Anggota Tim
    Kepemimpinan situasional mendukung pertumbuhan karier anggota tim melalui bimbingan dan pendelegasian tugas yang sesuai. Blanchard (2007) menyatakan bahwa pendelegasian yang tepat dapat meningkatkan keterampilan dan rasa tanggung jawab pengikut.

  • Meningkatkan Kepuasan Kerja dan Motivasi
    Ketika pemimpin dapat menyesuaikan gaya kepemimpinannya dengan kebutuhan tim, motivasi dan kepuasan kerja pengikut meningkat karena mereka merasa dipahami dan didukung (Northouse, 2018).

Ilustrasi
Ilustrasi

Model ini digunakan karena tidak semua bawahan berada pada tingkat kesiapan yang sama. Setiap individu dalam tim mungkin memiliki tingkat kompetensi dan komitmen yang berbeda terhadap tugas mereka. Dengan menyesuaikan gaya kepemimpinan berdasarkan kesiapan bawahan, pemimpin dapat:

  • Mengoptimalkan hasil kerja dan efektivitas tim.
  • Mengurangi ketegangan dan frustrasi di antara anggota tim.
  • Meningkatkan motivasi dan kepercayaan diri bawahan.

Untuk menerapkan gaya kepemimpinan situasional secara efektif, pemimpin dapat mengikuti langkah-langkah berikut:

  • Evaluasi Tingkat Kesiapan dan Kemampuan Anggota Tim
    Langkah pertama adalah menilai kompetensi dan komitmen anggota tim. Menurut Robbins dan Judge (2013), memahami tingkat kemampuan dan motivasi setiap anggota tim sangat penting dalam memilih gaya yang tepat.

  • Memilih Gaya Kepemimpinan yang Sesuai
    Setelah menilai kesiapan anggota, pemimpin memilih gaya yang tepat. Misalnya, gaya directing cocok untuk anggota baru atau yang kurang pengalaman, sedangkan gaya delegating cocok untuk anggota yang sudah mandiri (Yukl, 2013).

  • Umpan Balik dan Evaluasi Berkelanjutan
    Kesiapan anggota tim bisa berubah, sehingga penting bagi pemimpin untuk melakukan evaluasi berkelanjutan agar gaya kepemimpinan tetap relevan (Northouse, 2018).

  • Komunikasi yang Efektif
    Robbins dan Judge (2013) menekankan bahwa pemimpin situasional harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik untuk memastikan bahwa setiap instruksi, dukungan, dan umpan balik dapat tersampaikan dengan jelas.

Pemimpin harus menilai tingkat kesiapan atau kematangan bawahan terlebih dahulu. Dalam model ini, kesiapan bawahan dibagi menjadi empat tingkat:

  • R1: Rendah (tidak mampu dan tidak mau atau tidak percaya diri).
  • R2: Rendah (tidak mampu, tetapi mau atau percaya diri).
  • R3: Sedang (mampu, tetapi tidak mau atau tidak percaya diri).
  • R4: Tinggi (mampu dan mau atau percaya diri).

Berdasarkan tingkat kesiapan tersebut, pemimpin kemudian memilih gaya kepemimpinan yang sesuai:

  • Jika bawahan berada di tingkat R1, pemimpin menggunakan gaya S1: Directing.
  • Jika bawahan berada di tingkat R2, pemimpin menggunakan gaya S2: Coaching.
  • Jika bawahan berada di tingkat R3, pemimpin menggunakan gaya S3: Supporting.
  • Jika bawahan berada di tingkat R4, pemimpin menggunakan gaya S4: Delegating.

Menurut Hersey dan Blanchard, menyesuaikan gaya kepemimpinan dengan kesiapan bawahan dapat meningkatkan efektivitas kerja dan membantu pengembangan keterampilan bawahan.

Setiap anggota memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Sebagai pemimpin, ada baiknya kita bersedia untuk melakukan pendekatan yang fleksibel, atau sesuai dengan karakteristik para anggota kita. Cara ini awalnya mungkin terasa begitu kompleks, tapi cara ini juga yang dapat menciptakan kesejahteraan para anggota. Hal ini bisa menjadi sangat menguntungkan, sebab apabila pemimpin dan anggota menemukan jalan tengah dan kesejahteraan, hasil yang didapatkan juga akan jauh lebih maksimal. Yang mana hal ini berpotensi besar dalam mengantarkan pada kesuksesan bersama. 

Menurut Hersey dan Blanchard, karakteristik anggota yang paling penting adalah kemampuan dan kemauan untuk melakukan tugas yang diberikan kepada mereka. Tingkat karakteristik anggota tersebut dapat diukur menggunakan manager's rating form ataupun self-rating form yang dikembangkan juga oleh Hersey dan Blanchard. Skor dari penilaian tersebut menciptakan empat kategori untuk para anggota :

R1 : Unable and unwilling OR Insecure (Tidak mampu dan tidak mau ATAU Tidak percaya diri)
R2 : Unable but willing or Confident (Tidak mampu tapi mau ATAU Percaya diri)
R3 : Able but unwilling or Insecure (Mampu tapi tidak mau ATAU Tidak percaya diri)
R4 : Able and willing or Confident (Mampu dan mau ATAU Percaya diri)

Bagi para anggota yang berada pada kategori R1 (Tidak mampu dan tidak mau), paling cocok dipimpin oleh leader dengan directing approach. Directing approach adalah pendekatan yang memandang individu memiliki potensi namun seringkali sulit untuk tercapai sehingga membutuhkan bantuan. Pendekatan ini dilakukan dengan memberikan arahan terkait apa dan bagaimana melakukan suatu pekerjaan. Namun, tipe leader ini dapat membuat anggota tidak memiliki inisiatif dan kreativitas dalam mengerjakan tugas. Hal ini dikarenakan leader akan melakukan komunikasi satu arah, dan melakukan pengawasan secara ketat dengan pekerjaan yang dikerjakan oleh anggota. 

Bagi para anggota yang berada pada kategori R2 (tidak mampu tapi mau), paling cocok dipimpin oleh leader dengan coaching approach. Coaching approach adalah proses pendampingan dan mengajarkan individu dengan memberikan kesempatan kepada coachee untuk memaksimalkan potensi diri. Leader dengan tipe ini memiliki kemampuan untuk mengajar dan melatih anggotanya. Sehingga dibutuhkan pada kategori R2 karena anggota memiliki kemauan untuk mengerjakan tugas, namun tidak terlalu paham dengan cara pengerjaannya. 

Bagi para anggota yang berada pada kategori R3 (mampu tapi tidak mau), cocok dipimpin oleh leader dengan tipe support. Support sendiri adalah memberikan dukungan secara emosional kepada yang membutuhkan. Anggota pada kategori ini membutuhkan banyak emotional support seperti melakukan komunikasi dua arah dengan leader. Pendekatan ini dapat berhasil apabila anggota dapat mengungkapkan alasan dirinya tidak memiliki kemauan mengerjakan tugas, walaupun sebenarnya mereka memiliki kemampuan untuk menyelesaikan tugasnya. 

Anggota pada kategori R4 (mampu dan mau) adalah anggota yang memiliki produktivitas paling tinggi dan merasa senang jika mendapatkan leader dengan gaya delegating. Delegasi adalah pemberian tugas dari leader kepada anggotanya. Hal ini dikarenakan mereka sudah memiliki kemampuan dan kemauan untuk mengerjakan tugas yang diberikan. Leader akan mendelegasikan tugasnya kepada anggota dan membiarkan anggota menyelesaikannya dengan pengawasan yang minimal.

leader yang efektif adalah mampu melihat kompetensi dan motivasi para anggota untuk setiap tugas yang diberikan dan mampu beradaptasi dengan gaya kepemimpinan agar cocok dengan anggotanya. Sebaiknya, leader mendiskusikan strategi yang cocok digunakan dengan para anggota. Berdasarkan teori-teori kepemimpinan yang ada, situational leadership theory telah berhasil ketika diaplikasikan dalam organisasi (Gumpert & Hambleton, 1979). Sehingga berdasarkan pemaparan teori tersebut, leader harus mampu fleksibel dan adaptif dengan situasi yang ada agar menciptakan gaya kepemimpinan yang efektif dan cocok untuk para anggotanya.

Kepemimpinan situasional merupakan pendekatan yang memampukan seorang pemimpin untuk menyesuaikan gaya kepemimpinannya berdasarkan tingkat kesiapan, kemampuan, dan motivasi pengikut. Teori yang dikembangkan oleh Paul Hersey dan Ken Blanchard ini menekankan fleksibilitas pemimpin sebagai cara yang efektif untuk menghadapi variasi dalam kinerja anggota tim serta dinamika yang ada dalam setiap situasi. Kepemimpinan situasional berbeda dari pendekatan kepemimpinan tradisional yang umumnya menerapkan satu gaya kepemimpinan secara konsisten. Sebaliknya, kepemimpinan situasional memadukan beberapa gaya, yaitu directing, coaching, supporting, dan delegating, yang masing-masing memiliki ciri khas dan keunggulan tersendiri.

Gaya directing atau mengarahkan digunakan saat anggota tim kurang memiliki pengalaman atau keterampilan dalam tugas tertentu. Gaya ini memberikan arahan rinci dan pengawasan ketat sehingga setiap langkah tugas dapat terpantau dengan baik. Pemimpin berfokus pada hasil konkret dan memastikan bahwa anggota tim memahami tugas mereka secara spesifik. Sebaliknya, gaya coaching memberikan arahan sekaligus dukungan, memungkinkan anggota tim memberikan umpan balik dan menunjukkan aspirasi mereka. Gaya ini penting bagi individu yang memiliki motivasi tetapi masih memerlukan panduan.

Pada tingkat kesiapan yang lebih tinggi, gaya supporting menjadi relevan, di mana pemimpin berperan sebagai pendukung aktif dan motivator bagi anggota tim yang telah memiliki keterampilan cukup. Dalam gaya ini, pemimpin memberikan dorongan emosional dan memungkinkan anggota tim bertindak mandiri, meningkatkan rasa percaya diri mereka. Gaya terakhir, delegating, adalah bentuk kepemimpinan yang memberikan kebebasan penuh pada anggota tim untuk mengambil keputusan dan bertanggung jawab atas tugas mereka. Gaya ini efektif bagi individu yang sudah sangat kompeten, memiliki motivasi tinggi, dan dapat bekerja secara mandiri tanpa pengawasan intensif.

Implementasi kepemimpinan situasional dalam lingkungan organisasi memberikan berbagai manfaat. Pertama, adaptabilitas yang dimiliki oleh pemimpin situasional memungkinkan mereka untuk beralih antara gaya kepemimpinan sesuai dengan perubahan situasi dan kebutuhan pengikut. Hal ini sangat penting dalam lingkungan kerja yang terus berkembang dan dinamis. Kedua, penerapan gaya kepemimpinan yang tepat terbukti dapat meningkatkan efektivitas kerja dan produktivitas anggota tim. Anggota tim yang merasa kebutuhan mereka terpenuhi oleh pemimpin cenderung memiliki kepuasan kerja yang lebih tinggi, merasa lebih termotivasi, dan menunjukkan loyalitas terhadap organisasi.

Selain itu, kepemimpinan situasional berkontribusi pada pengembangan diri dan karier anggota tim. Melalui penerapan gaya coaching dan delegating, misalnya, pemimpin tidak hanya fokus pada pencapaian tujuan jangka pendek tetapi juga mengembangkan keterampilan pengikut untuk jangka panjang. Anggota tim yang mendapatkan kesempatan untuk belajar dan berkembang dalam lingkungan yang mendukung akan lebih siap untuk menangani tanggung jawab yang lebih besar di masa depan.

Pentingnya komunikasi dalam penerapan kepemimpinan situasional juga tidak bisa diabaikan. Untuk menerapkan pendekatan ini dengan sukses, pemimpin harus mampu berkomunikasi dengan baik, memastikan bahwa pesan, arahan, dan dukungan dapat tersampaikan secara efektif kepada setiap anggota tim. Komunikasi yang jelas dan efektif membantu dalam mengurangi kesalahpahaman dan membangun hubungan kerja yang harmonis antara pemimpin dan anggota tim.

Namun, penerapan kepemimpinan situasional juga memerlukan pemantauan dan evaluasi berkelanjutan. Tingkat kesiapan dan motivasi anggota tim tidak statis; seiring waktu, kebutuhan dan kemampuan mereka akan berubah. Oleh karena itu, pemimpin harus terus melakukan evaluasi terhadap gaya kepemimpinan yang mereka gunakan dan melakukan penyesuaian jika diperlukan.

Secara keseluruhan, kepemimpinan situasional merupakan pendekatan yang komprehensif dan adaptif, menawarkan kerangka kerja yang fleksibel untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan yang berbeda dalam tim atau organisasi. Pendekatan ini tidak hanya mendukung pencapaian tujuan organisasi secara efisien tetapi juga memberikan dampak jangka panjang pada perkembangan profesional anggota tim. Kepemimpinan situasional bukan sekadar metode untuk meningkatkan kinerja, tetapi juga merupakan alat yang kuat untuk membangun kepercayaan, loyalitas, dan komitmen dalam sebuah tim. Di dunia yang terus berubah, kepemimpinan situasional memberikan dasar yang kuat bagi pemimpin untuk tetap relevan dan efektif dalam memimpin organisasi menuju kesuksesan.

Daftar Pustaka

  • Blanchard, K. H. (2007). Leading at a Higher Level: Blanchard on Leadership and Creating High Performing Organizations. Upper Saddle River, NJ: Pearson/Prentice Hall.
  • Hersey, P., & Blanchard, K. H. (1969). Life cycle theory of leadership. Training and Development Journal, 23(5), 26-34.
  • Northouse, P. G. (2018). Leadership: Theory and Practice. 8th Edition. Sage Publications.
  • Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2013). Organizational Behavior. 15th Edition. Pearson Education Limited.
  • Yukl, G. A. (2013). Leadership in Organizations. 8th Edition. Pearson.
  • Prof Apollo, Dokpri, 2018, Kepemimpinan, Situational Leadership

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun