Thumos (Semangat) – Bagian ini terkait dengan keberanian dan emosi. Meski penting, semangat ini harus dikendalikan oleh Logistikon agar tidak terlalu berlebihan atau emosional. Pemimpin harus memiliki keberanian, tetapi tetap harus dipandu oleh rasionalitas.
Epithumia (Hasrat/Nafsu) – Bagian terakhir dari jiwa ini berkaitan dengan kebutuhan dasar manusia, seperti keinginan untuk makan, berproduksi, dan melakukan aktivitas ekonomi. Bagi Platon, hasrat ini tidak boleh mendominasi tindakan seorang pemimpin. Sebaliknya, hasrat ini harus dikendalikan oleh Logistikon, sehingga tidak mempengaruhi pengambilan keputusan yang rasional.
Platon menegaskan bahwa pemimpin ideal adalah yang mampu menyeimbangkan ketiga elemen tersebut, dengan Logistikon sebagai pengendali utama. Pemimpin yang baik tidak boleh dipimpin oleh emosinya (Thumos) atau dikuasai oleh keinginannya (Epithumia), tetapi harus selalu mengutamakan logika dan rasionalitas.
Â
Paideia dan Konsep HumanitasÂ
Paideia adalah konsep pendidikan Yunani yang meliputi berbagai disiplin ilmu, termasuk tata bahasa, musik, filsafat, matematika, dan sejarah alam. Cicero, seorang filsuf Romawi, mengadaptasi konsep ini menjadi Humanitas, yang berarti pendidikan yang bertujuan membentuk seseorang menjadi manusia yang berbudaya dan berkarakter baik.
Dalam konteks kepemimpinan, Paideia berperan sangat penting. Platon percaya bahwa seorang pemimpin tidak dilahirkan begitu saja, tetapi dibentuk melalui pendidikan yang menyeluruh. Seorang pemimpin harus dididik dalam berbagai disiplin ilmu dan diajarkan tentang keutamaan moral, kebijaksanaan, dan moderasi.
Problem Humanitas: Keutamaan, Kebijaksanaan, dan Moderasi
Dalam materi ini, juga dibahas Problem Humanitas, yang menyoroti tiga tema penting dalam pendidikan manusia, yaitu:
- Arete (Keutamaan) – Keutamaan moral dan intelektual yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin.
- Phronesis (Kebijaksanaan Praktis) – Kemampuan untuk mengambil keputusan yang bijaksana dalam situasi nyata.
- Sophrosyne (Moderasi) – Kemampuan untuk mengendalikan diri dan menjaga keseimbangan dalam segala hal.
Platon menegaskan bahwa seorang pemimpin yang baik harus memiliki arete dan phronesis agar mampu memimpin secara bijaksana. Moderasi (sophrosyne) penting agar pemimpin tidak bertindak berlebihan atau terjebak dalam nafsu dan ambisi yang merugikan.
Filsafat Pendidikan: Platon dan Ki Hadjar Dewantara
Sebagai tambahan, halaman ini juga menghubungkan gagasan Platon dengan Ki Hadjar Dewantara, tokoh pendidikan Indonesia. Dewantara, dengan prinsip pendidikannya yang terkenal, yaitu:
- Ing ngarso sung tulodo (Pemimpin harus memberikan contoh di depan),
- Ing madyo mbangun karso (Pemimpin harus memberikan motivasi dari tengah),
- Tut wuri handayani (Pemimpin harus mendukung dari belakang),
berbicara tentang peran pemimpin dalam pendidikan. Prinsip-prinsip ini selaras dengan konsep Paideia dari Platon, di mana pendidikan adalah alat penting untuk membentuk seorang pemimpin yang bijak dan adil.
Paideia dan Problem Humanitas dalam Perspektif Platon
Paideia dan kaitannya dengan Problem Humanitas, yang menjadi salah satu dasar pemikiran dalam pendidikan dan kepemimpinan menurut Platon. Paideia adalah konsep pendidikan Yunani Klasik yang tidak hanya fokus pada pengembangan kemampuan fisik dan intelektual, tetapi juga pembentukan moral dan karakter manusia. Hal ini sangat penting karena bagi Platon, pendidikan adalah jalan utama menuju kebaikan.