Pihak Pemerintah Kampung, tokoh agama (pendeta), kepala suku setempat tidak pernah melarang warganya untuk membuka ladang karena mereka sudah tahu lahan yang bisa dijadikan kebun (Susti) dan kawasan yang tidak boleh diganggu (Bahamti). Sedang kawasan Nimahamti adalah kawasan yang bisa digarap ketika terpaksa apabila lahan Susti tidak ada lagi, itu pun digarap oleh pemilik hak ulayat kawasan hutan tersebut.
Semenjak nenek moyang suku pedalaman Arfak sudah melarang untuk membuka kebun di hutan Bahamtikarena akan menghabiskan kayu-kayu seperti rotan, kulit kayu (butska) sebagai bahan dinding rumah, tanaman obat. Kebutuhan protrin hewani seperti burung, kus-kus pohon.
Konsep pembagian wilayah konservasi masyarakat Arfak disebut teknologi Igya Ser Hanjob (igya= kita berdiri, ser =menjaga, hanjob= batas),artinya adalah: Mari kita sama-sama menjaga hutan untuk kepentingan bersama.
Kearifan lokal tersebut sudah sesuai dengan kebijakan pemerintah dalam hal pelestarian sumber daya alam hutan tanpa mengurangi hak-hak masyarakat setempat memanfaatkan hutan sebagai penopang hidup mereka secara berkelanjutan. Terpeliharanya lingkungan hidup di kawasan Pegunungan Arfak dapat dibuktikan ketika penulis melakukan pelitian di sana selama satu bulan belum menemukan dan laporan kejadian bencana alam seperti banjir, tanah longsor, dan kelaparan.
[Pengetahuan Ketahanan Pangan]
Satu hamparan kebun masyarakat Arfak ditanam dengan tanaman pangan campuran seperti: labu, jagung, kacang buncis, ketimun, bayam, fitsai, selada, tebu, ubi kayu (kasbi), kentang, daun bawang, ubi jalar (batatas) dan keladi. Terutama tanaman ubi jalar dan keladi mutlak harus ada setiap membuka kebun karena merupakan makanan pokok bagi masyarakat di Pegunungan Arfak.
Menanam campuran memiliki tujuan agar pangan tetap tersedia sepanjang masa. Berakhir masa panen tanaman yang satu akan disediakan oleh tanaman yang lain. Ubi jalar sebagai makanan pokok biasanya ditanam terakhir pada musim tanam sehingga jangka waktu menghasilkan umbi-umbian paling panjang. Panen ubi jalar dilakukan sesuai kebutuhan dalam keluarga. Bekas galian ditutup kembali, agar akar ubi dapat tumbuh umbi yang baru. Selama rotasi ladang berlangsung telah menjamin ketersediaan pangan bagi  masyarakat Arfak sepanjang tahun.
***
Antara pengetahuan modern dengan pengetahuan lokal  tidak bisa dipertentangkan. Harus saling mengisi kelemahan dan kelebihannya. Hal ini yang sering diremehkan oleh pemegang kebijakan yaitu selalu "memaksa" teknologi modern untuk diadopsi oleh masyarakat lokal-tradisionil, akhirnya mengalami penolakan. Atau menyamakan cara bertani "Jawa"  dengan berkebun "Papua" yang sesungguhnya berbeda. Inovasi harus dibarengi oleh motivasi yaitu nilai-nilai yang diyakini oleh masyarakat Papua. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H