Sebab Kepunahan
Diketahui ada tiga penyebab punahnya suatu suku dan bahasa di Papua. Pertama akibat perubahan jumlah penduduk seperti angka kelahiran, kematian, dan migrasi. Penduduk Papua dan Papua Barat saat ini dikategorikan masih rendah 4,6 juta dengan kepadatan 11 jiwa permeter persegi. Tapi laju pertumbuhan tinggi 5,55% pertahun melebihi nasional hanya 1,49%. Pertumbuhan tinggi didorong oleh angka migrasi yang tinggi pula. Kematian kebanyakan disebabkan oleh penyakit indemik malaria, HIV/Aids, dan perang suku. Kini kematian bayi dan ibu melahirkan sangat tinggi di Papua.
Sebab yang kedua adalah semakin sedikitnya wilayah hutan tempat habitat asli mereka. Sejak zaman kolonial hingga kini banyak wilayah dijadikan daerah operasi perusahaan tambang emas, migas, logging dan pengolahan hutan, perkebunan kelapa sawit, serta dijadikan hutan lindung untuk pariwisata. Mereka tidak mempunyai ruang untuk mengekspresikan kehidupannya. Untuk bisa eksis, terpaksa harus lari meninggalkan tanah kelahirannya. Tercerai berai. Ada yang pergi merantau meninggalkan kampung halamannya, dan tak kunjung kembali.
Ketiga, dikarenakan oleh perkawinan dalam keluarga, satu suku, semarga, Â atau sedarah. Di Papua ikatan keluarga atau kekerabatan sangat kuat dipertahankan. Sulit sekali terjadi perkawinan di luar suku mereka. Dilarang menikah di luar kalangannya agar semua harta yang dimiliki tidak keluar dari keluarga besarnya. Bertujuan menjaga kemurnian keturunan suku-suku tersebut. Ditambah lagi untuk menghindari konflik dan denda adat dengan suku lain.
Padahal ahli biologi genetika menyebutkan perkawinan inbreeding (cosanguineus), apalagi perkawinan inses (sedarah) akan menghasilkan keturunan yang tidak sehat, cacat, waktu hidup yang pendek, bahkan kematian! Kondisi genetik yang lebih umum terjadi pada pernikahan kerabat adalah gangguan resesif langka yang bisa menyebabkan berbagai macam masalah bawaan: buta warna, hemofilia (kekurangan faktor pembekuan darah), thallassaemia (kelainan darah), alergi, albino, asma, diabetes melitus dan penyakit-penyakit lainnya yang dibawa oleh kromosom.
Dijumpai di Museum
Hilangnya suku-suku dan bahasa Papua dikategorikan punahnya peradaban Melanesia tersebut. Suatu yang sangat mengkhawatirkan karena berproses pelan tapi pasti. Ancaman semakin berkurang populasi orang Papua. Sebaliknya ledakan penduduk (population bomb) tidak tercapai. Ada anggapan bahwa program KB (Keluarga Berencana) tidak diperlukan seperti di belahan bumi yang lain. Tanah Papua masih luas dan kaya sumberdaya alam sehingga tidak masalah dengan jumlah penduduk. Benarkah demikian?
Seiring dengan perkembangan zaman dan sedikitnya jumlah penduduk, maka masa mendatang hanya tersisa puluhan suku atau bahasa saja di Papua. Suku-suku yang terkenal peradabannya seperti Dani, Komoro, Asmat, Mee, Korowai, Kombai, Amungme dan Yali kita hanya bisa jumpai di museum.
Masih beruntung 2000 tahun mendatang ada yang menyelamatkan serpihan artefak tersebut dijadikan bukti untuk disaksikan oleh generasi yang akan datang. Gejala kepunahan sudah nampak dimana budaya tradisional sudah menjadi obyek wisata dalam festival, seni pertunjukan, maupun bentuk peninggalan sejarah seperti kuburan tua, patung, dan gua-gua yang berisi mumi.
Pertumbuhan yang Menurunkan
Melihat kondisi tersebut ada upaya untuk meningkatkan jumlah penduduk Indonesia paling timur tersebut. Tidak tanggung-tanggung Gubernur Papua Lukas Enembe pada tahun 2014 mengeluarkan kebijakan 'Pembangunan SDM' yang menggiurkan. Yaitu, pemberian insentif uang sebesar Rp.100 juta rupiah bagi ibu yang melahirkan dan membesarkan minimal 10 anak. Diikuti juga oleh Bupati Lanny Jaya memberikan dukungan biaya Rp. 5 juta kepada setiap ibu yang mengandung. Harapannya uang insentif tersebut untuk mempercepat peningkatan jumlah penduduk Papua dan memenuhi gizi bagi janin dan kandungan sang bunda (detik.com, 2014).