Semua akan indah pada waktunya. Lagi, pepatah membuat sebuah kesalahan akan kumpulan kata yang terkesan bijak itu. Seakan menggambarkan dunia hanya tentang menunggu saja. Maaf ya Tah - sebutan akrabku pada pepatah -, aku belum bisa menjadi bijak meski telah sedikit berusaha. Labilku masih sangat memuncak sehingga sering menyalahkan nasihat-nasihat nan indahmu itu.Â
Dilemma. Banyak hal dalam hidupku yang menggambarkan arti dilemma. Termasuk sekarang, pada usia yang menurut kebanyaan orang seharusnya sudah mempunyai banyak pundi-pundi materi dalam dompetnya. Dompet yang digambarkan pun adalah dompet yang kusam dan menimbulkan beberapa kerutan pada luarnya. Dompetku masih kelihatan baru, kerutannya pun tak terlalu nampak meski sudah lama. Kudengar orang tertawa dalam batin. Menegur? Percuma. Mereka tak mau mendengar, hanya melihat. Sedangkan aku belum bisa menampakkan apa yang mereka ingin lihat.Â
Ahhhhhhhhhh..... Dilemma itu semakin memuncak. Seharusnya hari ini aku sudah bersombong ria dengan mobil hasil dari keringat sendiri dan dompetku pun sudah berkerut. Mimpi semasa kecil tentang khayalan di kala besar nanti belum terwujud. Setidaknya orang tua selalu menyisahkan senyuman itu dan tak pernah henti. Meski masih harus bersabar, entah beberapa kali lagi.
Hujan hanya menambah biru di jiwa. Inginku cerah, seakan memberi kesan hari itu pasti akan tercapai. Mudah-mudahan. Aku berpasrah, tapi tak mau lemah. Begitu kan yang engkau mau, Tah?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H