Mohon tunggu...
Mulyadi Handoko
Mulyadi Handoko Mohon Tunggu... Freelancer - Rasa yang terkuak

Setiap detik menit jam hari bulan tahun semua berproses

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sampang Berdarah Lagi: Kutukan Sejarah atau Fanatisme Politik?

26 November 2024   18:25 Diperbarui: 26 November 2024   18:47 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar www.lontarmadura.com/pemberontakan-trunojoyo-madura-1676-1679

Pilkada Berdarah di Sampang: Kutukan Sejarah atau Ujian Kebijaksanaan?

Pilkada Sampang 2024 menjadi sorotan nasional, namun bukan karena inovasi atau kebijakan, melainkan tragedi yang menodai pesta demokrasi. Seorang warga kehilangan nyawanya akibat fanatisme berlebihan terhadap salah satu pasangan calon. Insiden ini bukan sekadar peristiwa kelam, tetapi menorehkan luka baru dalam catatan sejarah Sampang yang kerap dirundung konflik.

Sampang, kota kecil di Madura, seolah memikul beban sejarah panjang yang penuh dengan intrik dan tragedi. Dalam memori kolektif masyarakat, Sampang bukan hanya tempat, melainkan simbol pergolakan---dari era Trunojoyo hingga masa transisi politik di tahun 1997. Kala itu, demonstrasi besar-besaran pecah, membawa nama Sampang ke panggung nasional sebagai titik api perubahan. Kini, dalam konteks yang berbeda, Sampang kembali mengundang perhatian dengan kisah memilukan ini.

Sejarah panjang Sampang tak bisa dilepaskan dari nama besar Trunojoyo, seorang pahlawan Madura yang menjadi ikon perlawanan terhadap ketidakadilan. Lahir di Pebabaran, Sampang, Trunojoyo adalah cucu dari Raja Madura, tetapi nasibnya tragis. Ia dikhianati oleh pamannya sendiri yang bersekongkol dengan Adipati Anom, hingga akhirnya gugur. Ironisnya, hingga kini makam Trunojoyo masih menjadi misteri, seolah menggambarkan betapa sejarah Sampang sering kali terbelit misteri dan duka.

Namun, dari tragedi dan konflik yang terus berulang ini, tersirat sebuah pesan: Sampang membutuhkan refleksi mendalam. Mungkin ini waktunya masyarakat berhenti terjebak dalam siklus fanatisme dan permusuhan. Sebaliknya, mereka perlu menggali kearifan lokal dan sejarah untuk membangun masa depan yang lebih harmonis.

Mari jadikan peristiwa pilkada ini sebagai titik balik. Seperti halnya Trunojoyo yang menjadi simbol perjuangan, masyarakat Sampang harus belajar dari masa lalu untuk menghindari perpecahan di masa depan. Doa dan usaha bersama untuk kedamaian dan kemajuan Sampang adalah langkah pertama menuju perubahan.

Tanah kelahiran Trunojoyo, meskipun menyimpan luka sejarah, memiliki potensi besar untuk bangkit menjadi daerah yang maju dan sejahtera. Alih-alih menjadi "kutukan," sejarah Sampang bisa menjadi pengingat bahwa persatuan dan kebijaksanaan adalah kunci untuk menghadapi segala ujian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun