[caption id="" align="aligncenter" width="500" caption="Ban Ki-Moon. (www.islamicinvitationturkey.com)"][/caption]
Ada sesuatu yang bisa dipetik dari pertemuan yang dihadiri oleh delegasi masing-masing pihak beserta negara undangan PBB minus Iran di Jenewa perihal kelanjutan konflik Suriah yang urung berakhir. Pertama, kegagalan PBB untuk mencari titik temu antara dua sisi yang saling bertikai; Kelompok pro Bashar dan oposisi. Dan yang kedua adalah sikap PBB yang lembek terhadap tekanan-tekanan yang diberikan oleh kedua belah pihak yang saling berseteru. Kegagalan atas proses perundingan Jenewa kedua ini tidak lebih dari pendirian kelompok oposisi yang “kurang realistis” mengenai status legitimasi Bashar al-Asad. Sudah terhitung semenjak tahun 2011 akhir, kelompok oposisi masih tidak bergeming terhadap sikapnya yaitu menumbangkan Bashar al-Asad. Walaupun Bashar al Asad sudah melunak dengan beberapa kebijakannya yang dianggap reformis, namun oposisi tetap menyalahkan eksistensi Bashar yang masih duduk sebagai orang nomor satu Suriah dan menjadikannya sebagai prima facie atas konflik tersebut. Tentu saja ini adalah pilihan yang tidak akan diterima oleh pihak pro Asad. Tidak adanya moderasi dalam suatu perundingan tentu saja memunculkan tembok besar yang sekaligus pertanyaan besar: Untuk apakah perundingan ini dilaksanakan? Baik kaum oposisi maupun yang berpihak dengan Asad bersikukuh pada titik yang saling bertolak belakang. Ini diperkeruh lagi dengan kehadiran barat diwakili oleh AS dan Rusia yang bersatu suara dengan pihak masing-masing. Apapun yang diharapkan oleh oposisi untuk duduk dalam satu ruangan bersama pihak pemerintah seyogyanya mencerminkan kehendak kuat untuk menyelesaikan masalah ini pada satu titik temu. Begitu juga pihak pemerintah, harus menghadapi konsekuensi menurunkan Asad sebagai opsi potensial yang pasti disuarakan di meja perundingan tersebut. Sekjen PBB, Ban Ki-Moon, tampaknya sudah gagal semenjak mengajak beberapa negara-negara yang pro oposisi maupun pro pemerintah untuk duduk satu meja dalam konferensi ini. Ban Ki-Moon tampaknya tak jeli melihat akar konflik yang sudah berlarut-larut ini sehingga menawarkan suatu meja runding yang diduduki oleh orang-orang tak ingin berdamai. Ketimbang memberikan jalan keluar, konferensi Jenewa II malah menjadi ring tinju bagi masing-masing pihak yang dikompori oleh baik AS maupun Rusia. Apa yang mesti digarisbawahi dan disadari adalah perundingan ini hanya menjadi selingan bagi penderitaan rakyat Suriah yang hidup 3 tahun lebih di antara moncong-moncong senapan seraya menonton kehancuran masa depan mereka di negeri tercintanya itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H