Mohon tunggu...
Henry Multatuli
Henry Multatuli Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Saya adalah seorang yang sedang mencari makna yanga ada di dalam bab-bab buku kehidupanku. lembarannya unik dan harus kuakui sedang kuselami sebuah arti di setiap paragrafnya. Walaupun akhirnya kutemukan diriku hanyalah pujangga yang tak bermakna. Aku bukanlah Sartre yang bermain dalam absurditas ataupun Nietzsche sang penggila metafora dan aforisme. Mungkin aku berada dalam tahap estetikanya Kierkegaard...atau mungkin sedang menikmati asyiknya bersuara lantang dalam tahapan eksistensi... sekarang sedang mengambil peruntungan di Damaskus, Suriah. Belajar bahasa Arab.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Memaknai Hidup Dengan Keterbatasannya

1 Agustus 2012   17:59 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:20 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Alkisah seorang pangeran persia Zemire memerintahkan para sarjana untuk menuliskan sejarah manusia. Dua puluh tahun kemudian proyek mereka rampung dan datang bersama dua puluh ekor unta yang mengangkut beratus-ratus jilid buku mereka ke istana sang raja (yang awalnya pangeran tsb). Raja pun akhirnya meminta para sarjana untuk meringkas riwayatnya. Mereka pun kembali bekerja keras meringkas dan datang lagi dengan versi lebih ringkas dengan membawa tiga ekor unta. Sayang, sang raja terlalu sibuk. Raja masih meminta mereke untuk meringkasnya lebih pendek lagi. Sepuluh tahun kemudian, mereka datang bersama satu jilid raksasa yang diangkut dari seekor keledai saja. Kini, Raja sudah tua renta, berbaring di ranjang pesakitannya sambil merintih: "Aku akan mati tanpa mengetahui sejarah manusia."  Seorang di antara sarjana yang masih hidup berkata,"Baginda, saya dapat meringkaskannya untuk baginda dalam tiga kalimat: Mereka lahir, mereka menderita, mereka mati."

Sepenggal anekdot di atas dari Anatole France mungkin bisa membuat anda kembali ke beranda anda sejenak. Memikirkan kembali apa yang selama ini kita lakukan: Manusia yang mencari arti hidupnya. Manusia dengan keterbatasannya, yang berusaha memaknai hidupnya.

Sungguh ini bukanlah perkara mudah. Berapa kali kita mendengar para tokoh, cendekiawan, filosof yang menyimpulkan manusia seutuhnya dari sudut mereka masing-masing. Hasilnya, adalah macam-macam. Lalu, siapakah yang benar? Ini adalah pertanyaan yang semestinya tak perlu dijawab. Manusia adalah misteri itu sendiri. Setelah segudang pengalaman hidupnya, manusia acap kali sombong dalam menyatakan yang mana benar dan yang mana salah kepada khalayak. Padahal dia adalah manusia, yang lagi-lagi terbentur oleh keterbatasannya. berjuang melawan keterbatasannya hingga mati menjadi sejumput tanah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun