Alkisah seorang pangeran persia Zemire memerintahkan para sarjana untuk menuliskan sejarah manusia. Dua puluh tahun kemudian proyek mereka rampung dan datang bersama dua puluh ekor unta yang mengangkut beratus-ratus jilid buku mereka ke istana sang raja (yang awalnya pangeran tsb). Raja pun akhirnya meminta para sarjana untuk meringkas riwayatnya. Mereka pun kembali bekerja keras meringkas dan datang lagi dengan versi lebih ringkas dengan membawa tiga ekor unta. Sayang, sang raja terlalu sibuk. Raja masih meminta mereke untuk meringkasnya lebih pendek lagi. Sepuluh tahun kemudian, mereka datang bersama satu jilid raksasa yang diangkut dari seekor keledai saja. Kini, Raja sudah tua renta, berbaring di ranjang pesakitannya sambil merintih: "Aku akan mati tanpa mengetahui sejarah manusia." Â Seorang di antara sarjana yang masih hidup berkata,"Baginda, saya dapat meringkaskannya untuk baginda dalam tiga kalimat: Mereka lahir, mereka menderita, mereka mati."
Sepenggal anekdot di atas dari Anatole France mungkin bisa membuat anda kembali ke beranda anda sejenak. Memikirkan kembali apa yang selama ini kita lakukan: Manusia yang mencari arti hidupnya. Manusia dengan keterbatasannya, yang berusaha memaknai hidupnya.
Sungguh ini bukanlah perkara mudah. Berapa kali kita mendengar para tokoh, cendekiawan, filosof yang menyimpulkan manusia seutuhnya dari sudut mereka masing-masing. Hasilnya, adalah macam-macam. Lalu, siapakah yang benar? Ini adalah pertanyaan yang semestinya tak perlu dijawab. Manusia adalah misteri itu sendiri. Setelah segudang pengalaman hidupnya, manusia acap kali sombong dalam menyatakan yang mana benar dan yang mana salah kepada khalayak. Padahal dia adalah manusia, yang lagi-lagi terbentur oleh keterbatasannya. berjuang melawan keterbatasannya hingga mati menjadi sejumput tanah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H