Mohon tunggu...
Henry Multatuli
Henry Multatuli Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Saya adalah seorang yang sedang mencari makna yanga ada di dalam bab-bab buku kehidupanku. lembarannya unik dan harus kuakui sedang kuselami sebuah arti di setiap paragrafnya. Walaupun akhirnya kutemukan diriku hanyalah pujangga yang tak bermakna. Aku bukanlah Sartre yang bermain dalam absurditas ataupun Nietzsche sang penggila metafora dan aforisme. Mungkin aku berada dalam tahap estetikanya Kierkegaard...atau mungkin sedang menikmati asyiknya bersuara lantang dalam tahapan eksistensi... sekarang sedang mengambil peruntungan di Damaskus, Suriah. Belajar bahasa Arab.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Di antara Dinding-dinding Berlumut

19 November 2010   22:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:27 1226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang gadis kecil berambut pirang dan bermata hijau berlari menghampiri orangtuanya yang menunggunya di ujung lorong Souq Hamidiah (Pasar terkenal di Damaskus). Anak ini bukanlah peranakan bule, atau keturunan Eropa. Gadis ini anehnya kita sebut dengan gadis arab, karena mereka memang berbahasa arab. Itulah Suriah, negara pertama kali saya kunjungi selama hidupku. Tahun lalu adalah tahun dimana saya menginjakkan kaki saya pertama kalinya ke luar negeri. Pesawat Ettihad menerbangkanku ke Suriah selama hampir 7 jam setengah. Ya, Suriah, di sanalah tempat realisasi cita-citaku dan keluargaku untuk belajar bahasa arab. Setahun sudah saya menyelami berbagai budaya, sejarah dan adat Arab Suriah, serta berbagai pengalaman bersama rakyat Suriah selama setahun. Banyak keunikan, pengalaman, asam dan garam tinggal di negeri orang. Tentu, berbagai kendala lebih bersifat kultural ketimbang politiknya karena kita tidak memiliki problem secara diplomatis dengan Suriah. Setelah belajar di sini, saya baru menyadari berbagai hal unik yang saya temukan disini terutama sejarahnya. Kota Damaskus, yang juga sebagai ibukota Suriah ternyata kota tertua di dunia yang masih fungsional hingga detik ini. Kota Damaskus sejatinya dibagi dua bagian yang satu damaskus baru (dimasqul jadidah) dan damaskus tua (dimasqul qadimah). Tentu yang dimaksud Sejarawan adalah Damaskus tua, karena Damaskus tua masih menyisakan benteng-benteng (suur) peninggalan asli kota Damaskus. Di balik dinding yang berbatu itu tersimpan memori-memori perjuangan imperialisme asing yang mengguncangnya sedemikian hebat. Damaskus Tua adalah pelaku sejarah yang memainkan peran sentral semenjak peradaban Mesir Kuno, Hitties, Romawi Timur, Dinasti Umayya, Perang Salib, Ottoman, hingga kolonial Prancis di abad 20. Begitu banyak jejak-jejak peradaban yang menapakkan kakinya di kota ini sehingga kebudayaannya tampak ekletis (tercampur-campur). Ambil contoh makanan Shawarma. Banyak orang mengira shawarma berasal dari Arab, tapi hakikatnya makanan itu berasal dari Turki dengan nama asli çevirme. Karena cukup lama Suriah beserta negara-begara Arab lainnya berada di bawah pemerintahan Ottoman Turki (Usmani). Jika kita datang di sebuah festival (mahrajaan) biasanya ditampilkan Tarian Darwis. Tarian mistis warisan Maulana Rumi yang sangat erat kaitannya dengan kebudayaan Turki ketimbang Arab.

Mesjid Umayyah
Mesjid Umayyah
Salah satu ikon Damaskus Tua adalah Mesjid Umayyah yang telah berkali-kali berpindah tangan. Awalnya adalah kuil Yupiter peninggalan Romawi Kuno kemudian beralih profesi menjadi Gereja St. John the Baptist hingga akhirnya menjadi mesjid Ummayah di bawah dinasti Umayyah. di dalamnya terdapat makam John/Yahya, nabi bagi baik kaum Kristen maupun Islam. Di Suriah, begitu banyak pula peninggalan-peninggalan Romawi, salah satunya adalah Palmyra yang merupakan kota peninggalan Romawi terbesar di Suriah. Palmyra dulu dipimpin oleh seorang ratu termasyur bernama Zenobia yang hingga akhir hayatnya masih misteri. Kota itu dalam bahasa Aram disebut tadmur, yakni artinya kota yang tidak tunduk. di Waktu itu kota yang di bawah kendali ratu Zenobia itu hendak melepaskan dirinya dari kekaisaran Romawi dan memproklamasikan kerajaan sendiri bernama Kerajaan Palmyra hingga akhirnya diserang oleh Romawi di bawah komando Aurelianus. Kini ratu Zenobia menjadi wanita termasyur sepanjang sejarah sejajar dengan nama-nama seperti Nefertiti di Mesir, Dido di Afrika Utara, dan Joan D'arc di Prancis. Ada satu hal yang unik di Damaskus Tua ini, kota itu juga dianggap museum peninggalan sejarah sekaligus kota tempat bermukim. Kita ambil contoh bagaimana misalnya wilayah Kota dan Senen di JakartaUtara dijadikan museum sekaligus area residen. Pemerintah Suriah betul-betul memanfaatkan ketuaan kota Damaskus sebagai devisa negara dan kocek mereka tidak sedikit dihamburkan demi pengembangan pariwisata. Misalnya dalam 5 tahun terakhir ini mereka merenovasi berbagai titik-titik bersejarah di dalam benteng tua itu sehingga tetap menjaga keintiman kota itu dengan keantikannya yang memancarkan pesona bagi setiap turis asing yang datang ke situ. Suatu hal yang saya tidak lihat di ibukota kita. Melihat Kota itu, seakan saya terlempar ke ruang waktu di mana derap kaki kuda masih samar-samar terdengar di balik lorong-lorong tua nan gelap itu. Sambil berjalan di antara lorong-lorong berbatu itu, teringat Indonesiaku yang kucinta. Seandainya kita semua menghargai sejarah, namamu kelak akan bergema di kejauhan lorong gelap ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun