Seorang gadis kecil berambut pirang dan bermata hijau berlari menghampiri orangtuanya yang menunggunya di ujung lorong Souq Hamidiah (Pasar terkenal di Damaskus). Anak ini bukanlah peranakan bule, atau keturunan Eropa. Gadis ini anehnya kita sebut dengan gadis arab, karena mereka memang berbahasa arab. Itulah Suriah, negara pertama kali saya kunjungi selama hidupku. Tahun lalu adalah tahun dimana saya menginjakkan kaki saya pertama kalinya ke luar negeri. Pesawat Ettihad menerbangkanku ke Suriah selama hampir 7 jam setengah. Ya, Suriah, di sanalah tempat realisasi cita-citaku dan keluargaku untuk belajar bahasa arab. Setahun sudah saya menyelami berbagai budaya, sejarah dan adat Arab Suriah, serta berbagai pengalaman bersama rakyat Suriah selama setahun. Banyak keunikan, pengalaman, asam dan garam tinggal di negeri orang. Tentu, berbagai kendala lebih bersifat kultural ketimbang politiknya karena kita tidak memiliki problem secara diplomatis dengan Suriah. Setelah belajar di sini, saya baru menyadari berbagai hal unik yang saya temukan disini terutama sejarahnya. Kota Damaskus, yang juga sebagai ibukota Suriah ternyata kota tertua di dunia yang masih fungsional hingga detik ini. Kota Damaskus sejatinya dibagi dua bagian yang satu damaskus baru (dimasqul jadidah) dan damaskus tua (dimasqul qadimah). Tentu yang dimaksud Sejarawan adalah Damaskus tua, karena Damaskus tua masih menyisakan benteng-benteng (suur) peninggalan asli kota Damaskus. Di balik dinding yang berbatu itu tersimpan memori-memori perjuangan imperialisme asing yang mengguncangnya sedemikian hebat. Damaskus Tua adalah pelaku sejarah yang memainkan peran sentral semenjak peradaban Mesir Kuno, Hitties, Romawi Timur, Dinasti Umayya, Perang Salib, Ottoman, hingga kolonial Prancis di abad 20. Begitu banyak jejak-jejak peradaban yang menapakkan kakinya di kota ini sehingga kebudayaannya tampak ekletis (tercampur-campur). Ambil contoh makanan Shawarma. Banyak orang mengira shawarma berasal dari Arab, tapi hakikatnya makanan itu berasal dari Turki dengan nama asli çevirme. Karena cukup lama Suriah beserta negara-begara Arab lainnya berada di bawah pemerintahan Ottoman Turki (Usmani). Jika kita datang di sebuah festival (mahrajaan) biasanya ditampilkan Tarian Darwis. Tarian mistis warisan Maulana Rumi yang sangat erat kaitannya dengan kebudayaan Turki ketimbang Arab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H