Mahasiswa sebagai sosok intelek tak bisa dilepaskan dari dunia membaca. Perkembangan pemikiran manusia terkhusus mahasiswa mustahil datang begitu saja tanpa sebuah aktivitas yang dikenal dengan membaca. Namun, problem saat kini adalah minat baca itu sendiri.Â
Hal demikian menjadi salah satu masalah besar bagi bangsa Indonesia. Betapa tidak, saat ini minat baca masyarakat Indonesia termasuk yang terendah di Asia. Indonesia hanya unggul di atas Kamboja dan Laos. Padahal semakin rendah kebiasaan membaca, penyakit kebodohan dan kemiskinan akan berpotensi mengancam kemajuan dan eksistensi bangsa ini. Hal tersebut sangat bertolak belakang dengan kondisi di Jepang. Saat ini tentu kita sudah melihat bagaimana kemajuan perkembangan iptek di Jepang.
Semua itu disebabkan karena pemerintah Jepang sangat memprioritaskan kebutuhan bahan bacaan masyarakatnya, terutama anak-anak sekolah dan mahasiswa, sehingga tak mengherankan jika perpustakaan, terutama di kampus-kampus Jepang, selalu ramai dikunjungi mahasiswa.Â
Berbeda dari kondisi perpustakaan kampus di Indonesia, perpustakaan kampus tak lebih hanya sebagai tempat penyimpanan dan pajangan berbagai koleksi buku dan bahan referensi lainnya. Lebih ironis lagi, perpustakaan kampus sering dijadikan sebagai tempat untuk pacaran, bukan tempat membaca dan berdiskusi. Sebagai seorang mahasiswa dan calon ilmuwan, perpustakaan seharusnya menjadi tempat yang paling dicari, terutama dalam mencari referensi untuk membuat atau menyelesaikan tugas-tugas perkuliahan.
Faktor yang menjadi penyebab sepinya perpustakaan, selain minat baca mahasiswa yang menurun, juga karena perpustakaan tidak bisa mengikuti perkembangan zaman dengan tidak memenuhi kebutuhan mahasiswa. Untuk memenuhi kebutuhan tugas-tugas kuliah, mahasiswa seringkali lebih memilih cara instan, yaitu mencari di internet. Mengapa minat baca mahasiswa rendah? ada enam faktor penyebab: (1) Sistem pembelajaran di Indonesia belum membuat mahasiswa harus membaca buku, (2) banyaknya tempat hiburan, permainan, dan tayangan TV yang mengalihkan perhatian mereka dari membaca buku, (3) budaya baca memang belum pernah diwariskan nenek moyang kita, sedangkan budaya tutur masih dominan daripada budaya membaca, (4) sarana untuk memperoleh bacaan seperti perpustakaan atau taman bacaan masih merupakan barang langka, (5) tidak meratanya penyebaran bahan bacaan di berbagai lapisan masyarakat (6) serta dorongan membaca tidak ditumbuhkan sejak jenjang pendidikan praperguruan tinggi.
Perpustakaan sesungguhnya memainkan peranan penting bagi terciptanya budaya membaca bagi mahasiswa. Perpustakaan merupakan jembatan menuju penguasaan ilmu pengetahuan, dapat memberikan kontribusi penting bagi terbukanya akses informasi, serta menyediakan data yang akurat bagi proses pengambilan sumber-sumber referensi bagi pengembangkan ilmu pengetahuan.Â
Dan semua itu hanya bisa di dapatkan dengan cara membaca. Oleh sebab itulah, perpustakaan kampus hendaknya didesain sedemikian rupa supaya mahasiswa dan civitas akademik lebih betah berada di sana. Perpustakaan harus mampu memenuhi dahaga para mahasiswa yang haus akan ilmu pengetahuan dengan empat cara. Pertama, menambah sarana dan prasarana perpustakaan, seperti adanya fasilitas dan jaringan internet atau wi-fi, memperbanyak ruang diskusi, dan memperbaiki ruang bacaan. Jika hal ini dapat diwujudkan, tentu akan menarik perhatian mahasiswa berkunjung ke perpustakaan.Â
Kedua, memberikan pelayanan yang baik, ramah, dan bersahabat. Hal ini sangat penting mengingat para pengunjung adalah mahasiswa yang berpendidikan. Jadi jika ada pelayanan dari petugas yang kurang baik dan kurang memuaskan tentu mereka akan protes dan kurang nyaman dalam menggunakan fasilitas perpustakaan. Ketiga, tersedianya koleksi buku yang memadai. Koleksi bahan bacaan (buku atau literarur) merupakan komponen yang paling penting bagi perpustakaan.Â
Koleksi yang harus dimiliki oleh perpustakaan minimal adalah buku wajib bagi setiap mata kuliah yang diajarkan dan jumlahnya harus memadai. Menurut SK Mendikbud 0686/U/1991, setiap mata kuliah dasar dan mata kuliah keahlian harus disediakan dua judul buku wajib dengan jumlah eksemplar sekurang-kurangnya 10 % dari jumlah mahasiswa yang mengambil mata kuliah tersebut. Keempat, menciptakan iklim membaca di kampus. Lingkungan akademik yang kondusif akan mendorong mahasiswa untuk rajin ke perpustakaan. Hal itu bisa dilakukan, misalnya dengan cara dosen memberikan tugas membaca bagi mahasiswanya. Jika perpustakaan dapat memberikan layanan yang baik dan menyediakan pelbagai kebutuhan literatur yang dibutuhkan, maka mahasiswa akan banyak mendatangi perpustakaan. Lingkungan yang demikian memang tidak bisa diciptakan sendirian oleh perpustakaan, melainkan harus bekerja sama dengan seluruh warga kampus.
Berapa banyak mahasiswa yang senang pergi ke perpustakaan? Berapa banyak mahasiswa yang sering datang ke ruang baca? Paling begitu tugas akhir, ia baru datang. Bahkan untuk mengerjakan tugas kuliah pun jarang.
Di Jepang perpustakaan selalu ramai, tetapi di Indonesia malah kantin yang seperti itu, tidak perlu tersinggung. Bukankah perpustakaan adalah tempat menggali referensi, tempat inspirasi temukan ide-ide, tempat selesaikan tugas, tempat diskusi sharing informasi. Tapi kenyataannya perpustakaan belum seperti itu.
Perpustakaan merupakan institusi atau lembaga tempat menyimpan informasi dalam bentuk buku dan bentuk lain, yang disimpan menurut aturan tertentu, untuk kemudian digunakan oleh orang lain secara gratis, dengan bermacam-macam tujuan atau kebutuhan seperti untuk pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi dan rekreasi. Berdasarkan pendapat tersebut, definisi perpustakaan kini adalah sebuah institusi atau lembaga yang punya sumber daya berkualitas, ruangan dan koleksi sesuai jenis perpustakaan, serta menjadikannya sebagai sumber informasi dalam memenuhi berbagai kebutuhan.
Koleksi perpustakaan juga kadang saya lihat tidak sesuai kebutuhan pemustakanya. Padahal yang menggunakan jasa perpustakaan itulah pemustaka. Tapi sayangnya koleksi tersebut diadakan tanpa pertimbangan matang, sehingga banyak koleksi menumpuk. Koleksi itu tidak pernah dibaca, dipinjam atau bahkan dijadikan referensi pun enggan. Seharusnya ada perencanaan jelas, tidak langsung menerima semua hibah, tidak segera mengadakan koleksi serba murah. Cari tahu kebutuhan mahasiswa, sebab bukan hanya buku referensi yang dibutuhkan, kadang hiburan seperti novel pun penting.
Perpustakaan jarang dikunjungi alasannya karena perkembangan teknologi yang begitu deras, hingga memudahkan akses informasi tak terbatas. Seluruhnya berada di genggaman. Padahal koleksi tercetak atau buku-buku itu mengandung informasi sarat kualitas. Sayangnya banyak yang enggan ataupun terlampau malas mencari, apalagi membaca. Kita tidak fokus karena seringnya melihat sosial media. Dan kita juga seringkali memilih cara instan. Karena kita membenci prosesnya.
Tugas perpustakaan bukan hanya mengolah buku, lalu menjajakannya di rak. Bukankah kalau hanya seperti itu sama dengan toko buku? Tugas perpustakaan adalah mengelola informasi. Informasi itu dikelola agar mudah diambil oleh pemustaka. Sehingga ketika ada yang butuh, informasi akan sangat membantu.
Jujur saja kita tak tahu apa manfaat sebenarnya perpustakaan. Apa fungsi, tugas, peran, masih banyak yang belum kita ketahui. Bagaimana kita bisa memahami pentingnya perpustakaan. Mahasiswa kemungkinan tidak akan pergi ke perpustakaan, bila tugas kuliah, UTS, UAS, dan skripsi dihilangkan. Bahkan dari awal sampai akhir semester pun barangkali ada yang belum pernah menginjakkan kakinya di pelataran suci tersebut. Kalaupun ia membaca jurnal online, syukurlah hal itu bukan masalah. Tapi bagaimana kemudian ia bisa menyusun karya ilmiah tanpa referensi memadai? Hal itu merupakan tugas perpustakaan mengarahkan pada sumber-sumber informasi berkualitas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H