Mohon tunggu...
Mulla Kemalawaty
Mulla Kemalawaty Mohon Tunggu... -

Penulis merupakan staf di Politeknik Indonesia Venezuela (Poliven) yang berlokasi di Cot Suruy, Aceh Besar

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Putrajaya, Kota Modern yang Ramah Lingkungan

26 Desember 2013   21:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:27 724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_311542" align="aligncenter" width="300" caption="Gedung Perdana Mentri Malaysia"][/caption] Di tahun 2013 ini, aku berkesempatan mengunjungi Putrajaya, kota “cerdas” di negara tetangga. Sempat dibuat takjub dan terkesima (apa bedanya ya?) saat mengelilingi kota termodern di Asia ini. Kawasan yang tidak hanya merupakan kota administratif pemerintahan, namun juga merupakan ikon dan primadona industri pariwisata. Kota ini merupakan visi cerdas dari Dr. Mahathir bin Mohammad, Perdana Menteri Malaysia yang keempat. Beliau menganggap Kuala Lumpur, sebagai ibukota negara tidak akan sanggup memikul beban berat pembangunan. Oleh karena itu disadari perlu menciptakan dua buah kota baru, Putrajaya dan Cyberjaya. Putrajaya adalah pusat administrasi pemerintahan yang baru. Sedangkan Cyberjaya adalah kota yang digadang menjadi Silicon Valley – tempat di mana menjadi pusat-pusat keunggulan (center of ecellent), seperti universitas dan industri teknologi informasi. Kedua kota kembar itu masuk dalam konsep besar: Multimedia Super Coridor (MSC). Pembangunan dimulai pada Agustus 1995. Selama ini, kita ketahui kota-kota besar di dunia, terus saja dibangun dan dikembangkan tanpa henti, kadang hingga menembus batas. Kota sekaligus pusat ekonomi, pemerintahan dan pemukiman penduduk. Akhirnya sebagian tumbuh sebagai kota metropolis yang penuh sesak, diliputi kemacetan dan persoalan ekologis. Kota Jakarta contoh konkretnya. Carut-marut kronis di ibukota republik ini sulit sekali dibenahi. Oleh karena itu, visi cerdas Dr. Mahathir patut diacungi jempol. Padahal saat itu krisis ekonomi tengah berlangsung sehingga proyek ini banyak menuai kritik. Namun Pemerintah Federal Malaysia tetap bersikeras. Untuk membangun kedua kota termodern tersebut dibutuhkan anggaran 30 miliar ringgit (Rp 90 triliun). Namun langkah berani ini berbuah manis. Kota yang terletak 25 kilometer luar Kuala Lumpur ini memperlihatkan kombinasi sempurna antara perencanaan matang, arsitektur, infrastruktur telekomunikasi yang canggih, juga berwawasan lingkungan. Bersama Pak Rizal, dosen Teknik Mesin Unsyiah dan keluarga, aku dibawa berkeliling menikmati kota “cerdas” Putrajaya. Memasuki inti kota, kami disambut deretan bangunan pemerintahan berlanggam arsitektur beragam dan menawan. Boulevard yang kami lewati adalah “Persiaran Perdana” di Presint 4. Bangunan berbagai kementrian dan departemen pemerintahan Malaysia berjajar rapi di kiri kanan jalan. Nuansanya modern, saya merasa seperti berada di Jepang. Walaupun modern, Putrajaya dibangun dengan desain ramah lingkungan. Di sekeliling kota ditemui taman-taman botani. Hampir setiap gedung punya taman botani masing-masing. Oleh karena itu, Putrajaya kerap dijuluki “kota taman”. Sebanyak 37 persen luas areal di sini merupakan kawasan hijau. Potensi polusi pun ditekan ke titik terendah. Di ujung jalan berdiri megah sebuah gedung berasitektur khas campuran Melayu, Eropa dan Islam. Aku mengira itu adalah masjid, namun ternyata salah. “Itu Gedung Perdana Menteri Malaysia,” jelas Bu Endang. Aku melongo. Soalnya kubahnya yang berwarna hijau persis seperti kubah masjid gitu, oalah. Gedung ini mulai difungsikan pada tahun 1999. Pak Rizal menghentikan mobil dan memarkirnya. Kesempatan yang baik itu kugunakan untuk berfoto ria bersama Bu Endang dan anak-anaknya. Saudaranya yang baru datang dari Meulaboh juga tak ketinggalan, ikut kufoto juga. Suasana sore hari begitu menyegarkan. Rasa-rasanya seperti di Monas, Jakarta. Jadi teringat masa kecilku, hiks. [caption id="attachment_311541" align="aligncenter" width="300" caption="Jalan utama (boulevard) di Putrajaya"]

13880680491431897130
13880680491431897130
[/caption] Kembali ke laptop. Pembangunan Putrajaya betul-betul terencana. Pada rencana induknya, kota dibagi dalam dua bagian besar: wilayah inti dan pendukung. Wilayah inti dibagi dalam lima koridor, yaitu: areal pemerintahan, komersial, budaya, pembangunan campuran, olahraga dan rekreasi. Teknologi canggih menjadi nadi aktifitas di Putrajaya. Selain dilengkapi akses komunikasi berpita lebar dan jaringan fiber optik termutakhir berkecepatan 2,5 – 10 gigabit per detik, digitalisasi juga akrab di sana. Komunikasi antar departemen atau kementrian dilakukan lewat fasilitas kanal-kanal digital yang saling terhubung dua arah satu sama lain. Sementara itu, permukiman berada di luar inti. Rumah-rumah di sini dilarang berpagar atau gerbang. Mungkin untuk menghilangkan segregasi sosial dan meningkatkan solidaritas penghuninya. Mengitari Putrajaya tak cukup sehari, kurasa. Ada begitu banyak bangunan publik dan monumen di sini. Di antaranya Perdana Putra (kantor Perdana Menteri), Seri Perdana (rumah dinas Perdana Menteri), Sri Satria (rumah dinas Wakil Perdana Menteri), Palace of Justice (Departemen Kehakiman), Putrajaya Ministry of Finance (Departemen Keuangan), Wisma Putra (Kementrian Luar Negeri), Melawati National Palace, Istana Darul Ehsan, Putrajaya Convention Centre, Perdana Leadership Foundation, Heritage Square, Selera Putra, Souq Putrajaya, Pusat Kejiranan Presint 9, Pusat Kejiranan Presint 16, Putra Mosque (Masjid Besi). Bu Endang sungguh berbaik hati menjelaskan satu persatu perkantoran yang kami lewati. Mataku seakan tak ingin berkedip menatap bangunan yang elegan dan menawan itu. Namun karena kami diburu waktu, aku tak sempat memotret. Sayang sekali ya. Saat itu waktu berbuka puasa hampir tiba. Kami berencana berbuka puasa di Masjid Besi. Namun sebelum itu, Bu Endang menyempatkan diri mengajakku ke Masjid Putra, sebuah masjid yang indah dan mewah. Masjid berwarna merah ini sering kulihat di brosur-brosur wisata. Ternyata di Malaysia, masjid juga termasuk dalam destinasi wisata. Seperti di Aceh juga ya, contohnya Masjid Baiturrahman -yang merupakan ikon kota Banda Aceh-merupakan tujuan utama turis-turis yang ke Banda Aceh. Selain itu, ada juga monumen seperti Putrajaya Landmark, Millennium Monument, dan National Heroes Square. Komplit sekali ya Oh ya, menurutku, yang membuat Putrajaya semakin indah adalah keberadaan danau buatan, yaitu Danau Putrajaya. Dilihat dari kejauhan, masjid-masjid di sini seperti terapung. Padahal itu karena letaknya yang bersisian dengan danau. Pinter nih arsiteknya. Selain Danau Putrajaya, ruang terbuka lainnya adalah Putrajaya Independence Square, Putrajaya Wetlands Park, dan Taman Selatan. Ohya, Danau Putrajaya yang luasnya 650 hektar ini berfungsi sebagai pengontrol sekaligus penjaga stabilitas suhu di lingkungan sekitarnya. Juga difungsikan untuk rekreasi memancing dan berperahu. Terimakasih Pak Rizal, Bu Endang dan keluarga. Pelajaran berharga yang menarik bagiku, bahwa Negri Jiran telah mempraktekkan tentang pentingnya keselarasan pembangunan dan pelestarian alam. Yang merupakan salah satu aspek dari pembangunan berkelanjutan. Referensi: Wikipedia Harian Kompas, 18 Juni 2010 http://flp-aceh.net/catatan-perjalanan/putrajaya-kota-modern-yang-ramah-lingkungan.html#comment-879

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun