Mohon tunggu...
Muliana Ulhy
Muliana Ulhy Mohon Tunggu... lainnya -

senang menulis apa saja.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kelelawar dan Jodohku

26 September 2013   06:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:23 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Siang yang terik memaksaku mengayuh langkah, mencari tempat untuk sekedar menghindar dari sengatan sang surya. Kota ini terasa asing bagiku. Maklumlah aku baru menginjakkan kaki di kota ini. Aku mencari tempat yang teduh dibawah pohon asam. Aku baru sadar, pohon asam di kota ini begitu banyak, berjejer rapi, menambah keindahan kota ini. Aku tertegun, memandang sekelilingku,hamparan gunung yang terlihat biru dari kejauhan, menandakan kalau kota ini terletak di dataran tinggi. Tiba-tiba aku tersentak, terasa ada benda hangat menyentuh pergelangan tanganku. Benda ini berasal dari pohon asam. Aku mengarahkan pandangan ke atas, tampak banyak benda hitam bergantungan, mataku menyelidik, ternyata kumpulan kelelawar. Pantasan dari tadi sepertinya aku mencium sesuatu, ternyata aroma kelelawar,bisikku dalam hati. Sekilas, tampak seekor kelelawar yang bergantung tepat diatasku dan terlihat begitu puas memandangiku. Ternyata benda hangat ini kiriman darinya. Hmhm,mungkin dia ingin berkenalan denganku “bukan begini caranya kawan”gumamku. Tapi, aku tidak mempedulikannya, kuambil tissue dari tas pinggangku, kulap dan terus memandangi makhluk yang tampak tidak merasa bersalah. Mungkin dia berkata”ini wilayah kekuasaanku terserah saya dong mau ngapain, toh tidak ada undang-undang yang melarangku buang “sampah” sembarangan, aku bukan manusia dengan rentetan aturan yang mengaturnya, tapi tetap aja pelanggaran dimana-mana”..batinku. aku heran, dikota ini ada kelelawar? yang kutahu mereka bermukim di Goa, keberadaan mereka tentu saja identik dengan mistik, pertanda kematian,dll. Tapi, kota ini tidak mengerikan, bahkan sebaliknya. Meskipun tidak begitu ramai.

Hmhm,aku kembali melihat jam tanganku, jam 12.00, terdengar samar-samar suara murottal dari masjid yang tidak jauh dari tempatku berteduh. Tiba-tiba Hp ku bergetar, ada pesan baru,

“ Rio, kamu tunggu bentar ya, kujemput depan terminal”. Oh, ternyata sms dari Rudi. Segera ku reply,

“ok bro,aku dibawah pohon asam depan terminal”.

Aku ke kota ini karena undangan Rudi. Rudi sahabatku, bahkan sudah kuanggap saudara, begitu juga sebalikya. Pertama kali mengenalnya waktu orientasi kampus di salah satu kampus kenamaan di Jogja. sejak itu kami sering satu kelompok kalau ada tugas kuliah. Aku asli jogja, sedangkan Rudi seorang Bugis yang sangat ramah, mungkin karena sama-sama senang dengan akuntansi sehingga persahabatan kami semakin kental, kami sering diskusi, berawal dari mata kuliah sampai cewek-cewek”unik” dikampus. Kami sering menyebut cewek”unik” karena penampilan mereka beda dengan cewek-cewek pada umumnya, jilbab yang dikenakannya lebar-lebar, kalau jalan menunduk, tampak sangat anggun,tapi, disisi lain mereka tetap eksis di organisasi kampus, bahkan dikelas mereka sangat cerdas menjawab setiap pertanyaan dosen. Itulah cewek”unik” bagi kami. Koq jadi ngelantur ke cewek ya?hehe. Back to basic. Setelah wisuda, Rudi pulang ke kotanya, katanya melanjutkan usaha orangtuanya. Sejak kuliah Rudi selalu bercerita kelak dia ingin jadi pengusaha, bukan “beban negara”istilah Rudi untuk PNS. Rudi pernah cerita kalau dilingkungan keluarganya, menjadi PNS itu suatu kebanggaan, bahkan kalau ada keluarga yang lolos PNS, diadakanlah syukuran besar-besaran. Bagi Rudi, suatu kebanggaan ketika kita mampu memberi bukan menerima, tidak dirantai oleh waktu. Itulah Rudi,aku salut punya teman yang begitu teguh pendirian. Seorang yang mandiri. Sedangkan aku?aku masih belum bisa seperti Rudi, aku memilih merantau ke Jakarta. Di Jakarta, aku kerja di salah satu perusahaan plat merah. Begitu kontras dengan Rudi yang tidak mau jadi “beban Negara”. Meskipun berbeda, kami tetap satu (Bhineka Tunggal Ika?), persahabatan kami tidak terusik dengan perbedaan itu. Beberapa minggu yang lalu Rudi mengirim undangan ke Jakarta, bahkan gencar menelpon mewajibkanku menghadiri acara pernikahannya.

“Ayolah Rio, ini peristiwa terpenting dalam hidupku, aku ingin kebahagiaanku dihadiri sahabat terbaikku” begitu kata Rudi setiap kali menelpon.

“Ok bos! aku usahakan ya, mudah-mudahan aja aku ada libur” kataku menghibur.

“Makanya jangan jadi beban Negara, terikat!”.ucapnya penuh kemenangan. Dia begitu ngotot memproklamirkan prinsipnya itu.

Dari synopsis yang diceritakannya tentang calon pasangan hidupnya, Rudi menikah dengan seorang gadis bugis yang masih familinya, tentu saja Rudi memilihnya karena prinsip yang sama, tidak mau jadi “beban Negara”. Wanita anggun yang masuk kategori cewek”unik” dalam kamus istilah kami. Aku baru sadar, ternyata pengamatan Rudi selama kuliah dulu membuahkan hasil, hipotesisnya terbukti kalau yang “unik” itulah perhiasan dunia.

Lamunanku terganggu dengan suara motor yang tiba-tiba mendekat padaku.

“Assalamu’alaikum, akhirnya datang juga! welcome to my town!”. Ucapnya sambil tersenyum, ada kegembiraan yang tak terlukiskan diwajahnya. Rio merangkulku, hampir 5 tahun kami tak bertemu.

“wa’alaikumsalam, yah, siapa dulu? Rio gitu lho, gak ada gue pestamu pasti gak rame!hahaha” ucapku bangga dan kami tertawa lepas.

Beuh,mentang-mentang di Jakarta, ngomongnya lu-gue, ndhi ngayogyakarta hadiningrat?” ucapnya dipaksakan ala jogja.

“aku tidak tega melihatmu murung tanpa kehadiranku, kawan!”candaku

“pastinya!” balas rudi tersenyum

“ Yuk Rio, dirimu pasti capek!kita lanjut di rumah aja ” ucap Rudi

Tanpa membuang waktu aku langsung nempel dibelakangnya. Rumah Rudi tidak begitu jauh dari terminal itu. Rumahnya begitu ramai, maklum besok sudah hari “H”. Sesampai dirumahnya, aku disambut orangtua Rudi dan seorang yang lebih muda, usianya kira-kira 25 tahun. Tinggi sedang, kulitnya sawo matang, hidung mancung, wajahnya manis berbalut jilbab merah hati.

“kenalkan Rio, ini adikku satu-satunya” ucap Rudi seolah membaca pikiranku.

“Rini..!”gadis itu mengenalkan diri

“Rio!” sekilas mata kami beradu pandang, kulempar senyum paling manis yang kupunya. Ada perasaan aneh yang menghinggapiku, segera kutepis. Lalu kami pun berlalu ke ruang tamu. Aku menceritakan pengalamanku yang mendapat sambutan ”benda hangat” dan baunya yang sangat menyengat. Kami tertawa. Tiba-tiba Rudi berkata,

“Hah, dirimu disambut kotoran kelelawar itu?? Rio, tahu nggak, di kota ini ada mitos kalau dapat sambutan si kalong, itu artinya yang bersangkutan akan dapat jodoh dari kota ini “Rudi begitu antusias menjelaskan, menggodaku.

“masa sih Rud?Hari gini masih percaya mitos?” ucapku seadanya, kami tertawa lepas

Tapi, sekilas aku bertanya dalam hati ” apa iya ya?” aku kembali meraba perasaan aneh yang sempat menghinggapiku. Ntahlah, aku belum bisa mengartikan perasaan itu. Apa mungkin i’m fall in love at the first sight?Secepat itu?“Tapi, itu Cuma mitos!”batinku.

“Rio, sekarang kamu isi negara bagian tengah, pasti dah minta jatah tuh” ucap Rudi tiba-tiba. abis itu istirahat ya!” sambungnya. Aku mengangguk,benar kata Rudi, aku sampai lupa kalau belum makan siang dan rasa lelah selama perjalanan tidak terasa karena pertemuan kami.

Hari ini pesta pernikahan Rudi berlangsung meriah. Dari cerita Rudi, untuk meminang seorang gadis bugis perlu dana yang tidak tanggung-tanggung. Tapi, bagi keluarga Rudi yang terbilang pengusaha sukses, tidak jadi masalah.

Hhfff, aku menghempaskan nafas yang terasa berat. Aku tiba-tiba bertanya dalam hati “kapan aku dapat jodoh? kenapa aku belum memikirkannya?atau jangan-jangan benar kata Rudi? Aku akan dapat jodoh di kota ini?akankah seorang Rini?atau mungkin ada gadis lain nantinya?”

“ahh..kenapa anganku sejauh ini?” batinku. Tapi, semakin lama Rini semakin mendapat tahta dihatiku. Apa kata Rudi kalau dia tahu tentang perasaanku pada Rini? Betapa lancangnya diriku. Lagipula, aku tidak tahu perasaan Rini yang sebenarnya. Jangan-jangan ini Cuma feelingku aja?

Tiba-tiba lamunanku buyar karena kedatangan Rini “Nah lho! Mas Rio ngelamun ya?mikirin apa mas?” godanya.

“nggak koq, aku iri aja melihat Rudi bersanding!” jawabku sebisa mungkin. Aku tidak mau Rini membaca pikiranku, apalagi sikapku yang grogi saat dia di dekatku.

“lho, emang mas Rio kapan rencana meridnya? Calon mas Rio pasti cantik, ya kan?” tanyanya bertubi-tubi.

“oh...belum, ga tahu Rin, aku malah lagi cari calon neh” godaku sambil tersenyum. Sekilas kulihat wajah Rini bersemu merah, malu.

“aku bercanda koq Rin!” ucapku mencairkan suasana

“nggak apa-apa koq mas” balasnya.

“yuk mas, foto-foto dulu, tadi kak Rudi minta aku manggil mas Rio” ajak Rini. Aku pun membuntutinya.

Aku ucapkan selamat atas pernikahan Rudi “selamat ya Rud, semoga bahagia selalu!”ucapku sambil merangkulnya, ada rasa haru melihat sahabatku berbahagia.

“thanks Rio!,aku tidak tahu harus bagaimana berterima kasih padamu sobat, kehadiranmu benar-benar sangat berharga bagiku” ucap Rudi dengan nada haru

“santai aja Rud, aku juga senang banget bisa hadir! O ya, aku sekalian pamit ya, malam ini aku harus kembali ke Jakarta!” kataku

“cepat banget sih Rio, tinggallah beberapa hari lagi, kali aja bener jodohmu di kota ini.hehe” ucapnya berpanjang lebar, seperti biasa Rudi selalu menggodaku.

“kalau jodohku disini, emang siapa kira-kira?”tanyaku balik menggodanya

“yaa...kali aja ketemu dengan siapalah diluar sana...hehehe” katanya seadanya.

“sebenarnya, aku mau aja Rud tinggal lama di sini, kali aja benar aku ketemu jodoh.hahaha. Tapi, ijinku sampai hari ini aja Bro!lagian, mana tega aku mengganggu dirimu yang akan berbulan madu.heheh” balasku

“hahaha, bisa aja. Aku juga tidak bisa memaksa Bro. Sekali lagi thanks ya!eh, cepat-cepat kirim undangannya ya!” masih saja menggodaku

“pasti Bro, dirimu wajib datang!heheh” ucapku meyakinkan. Kami tertawa, rasanya perpisahan 5 tahun seolah tidak ada artinya dengan pertemuan kami hari ini. Masih seakrab dulu. Tapi, aku tidak mungkin berlama-lama disini.

Setelah mengemasi barangku yang tidak seberapa, aku pamit pada Ayah, ibu dan Rini. Ntah kenapa, aku melihat ada raut kesedihan di wajah manis Rini.Seolah berat melepasku,batinku penuh percaya diri.

“hati-hati ya mas, jangan lupa kirim kabar” ucapnya pelan

“Iya Rin, makasih ya!” kataku. Aku juga merasa berat meninggalkannya, perasaanku seolah berkata kalau dia pun merasakan hal yang sama. Aku pun pamit dan meninggalkan kota yang memberi arti bagiku.

Selama di Jakarta, aku semakin sering komunikasi dengan Rini sampai akhirnya dia pun jujur dengan perasaannya.

Tapi, berapa bulan kemudian Rini memberi kabar kalau dia juga dijodohkan dengan sepupunya. Karena orang tuanya tidak menerima kalau Rini menikah dengan orang lain. Aku harus terima kenyataan. Mungkin jodohku bukan Rini, bukan gadis kota itu.

Aku teringat kembali kenangan di kota itu. Aku benar Rud, sambutan “kelelawar” itu hanya mitos! Ucapku dalam hati, mengingat pernyataan Rudi yang begitu antusias waktu itu. Aku percaya kalau jodoh,rezki dan maut itu sudah ditentukan oleh Allah, begitu juga jodohku yang semula sepertinya sudah di depan mata, tapi ternyata kenyataan berkata lain. Aku yakin akan ada pengganti yang lebih baik. Siapa orangnya dan kapan...biarlah jadi teka teki bagiku.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun