Mohon tunggu...
Muli Adi
Muli Adi Mohon Tunggu... -

belajar dari kemalasan, untuk menekuni hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

“Ujian Nasional”, Masihkah Jadi Penentu Masa Depan,,,?

9 April 2015   07:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:21 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

“Ujian Nasional” pada masa sekarang ini masihkah ujian nasional jadi penentu masa depan…? Dengan akan diadakan UN 2015 ini membuat siswa jadi lebih tenang, karna UN 2015 sudah tidak jadi penentu dalam kelulusan, karna selama ini UN jadi momok yang menakutkan bagi siswa, guru, sekolah, orangtua maupun pemerintah daerah. Tiga tahun belajar disekolah seolah-olah hanya ditentukan oleh beberapa hari tentu memberikan tekanan mental tersendiri bagi siswa. Tuntutan akan nilai yang tinggi turut membuat guru yang mengajar mata pelajaran yang di UN-kan menjadi tertekan dan mengusahakan segala cara agar anak muridnya bisa lulus dengan nilai yang memuaskan. Hal yang tak jauh berbeda dengan sekolah, nilai UN yang tinggi seolah-olah menunjukkan kualitas sekolah tersebut sehingga banyak sekolah menghalalkan segala cara agar siswa-siswinya lulus dengan nilai yang tinggi. Orangtua siswa juga mengalami perasaan ketakutan, takut akan anaknya tidak lulus, sehingga memaksa anaknya belajar siang dan malam, les disana sini tanpa mempedulikan kondisi anaknya sendiri. Bagi pemerintah daerah UN juga berperan sebagai ajang adu gengsi antar daerah, daerah dengan kelulusan dan nilai rata-rata tertinggi maka akan dianggap lebih maju daripada daerah lainnya, sehingga akhirnya tiap daerah pun ada “tim sukses” sendiri dalam menghadapi UN.

Sistem ujian nasional bermula saat orde baru di bawah kroni Soeharto dan telah mengalami beberapa kali perubahan dari tahun ke tahun, perkembangan ujian nasional tersebut yaitu: Periode tahun 1965 – 1971, pada periode ini, sistem ujian akhir yang diterapkan disebut dengan Ujian Negara, berlaku untuk semua mata pelajaran.

Ujian Nasional sudah tdiak jadi penentu kelulusan namun berfungsi untuk pemetaan dan syarat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Dengan demikian hasil UN bukan untuk lulus atau tidak lulus, tetapi dalam bentuk angka untuk refleksi dari pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam hal ini untuk melihat posisi siswa, sekolah atau daerah, secara nasional. Jika hasil UN tersebut menunjukkan siswa tidak memenuhi kompetensi nasional, maka siswa dapat mengulang UN di tahun berikutnya. Artinya, siswa dapat mengulang UN di tahun berikutnya, meski ia telah dinyatakan lulus sekolah. Ini adalah kesempatan bagi siswa yang nilainya kurang, jadi bersifat opsional, dan tidak ada kewajiban mengulang.

Tidak dapat dimungkiri, kebijakan UN sebagai penentu kelulusan pada tahun-tahun sebelumnya, telah menyuburkan gejala manipulasi, rekayasa, dan ketidakjujuran. Hasil UN adalah segalanya. Tidak lulus UN berarti malapetaka. Akhirnya, semua komponen pendidikan mulai dari siswa, guru, sekolah, orang tua, dan pemerintah daerah, bersepakat untuk menyukseskan UN. Bahkan kesepakatan itu menjurus kearah konspirasi. Kondisi inilah yang pada akhirnya melahirkan tindakan menghalalkan segala cara, meskipun dengan cara-cara inkonstitusional. Muara dari segala itu adalah hancurnya karakter Bangsa Indonesia. Oleh karena itu, kebijakan UN yang tidak lagi menjadi penentu kelulusan siswa patut didukung oleh semua pihak. Siswa harus yakin dengan kemampuan sendiri. bahwa pendidikan tidak hanya terbatas pada perolehan hasil UN, tetapi menyeluruh menyangkut sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

Sebenarnya, kalau kita mau jujur, pemerintah telah melakukan apa yang disebut “transaksi” pendidikan dan kurang menghormati proses hukum di negeri ini. Jangan sampai ada gerakan tolak UN yang berujung kepada ketidakpercayaan masyarakat kepada depdiknas atau pemerintah. Kalau pemerintah masih saja ngeyel, itu berarti Pendidikan tidak lagi dimaknai sebagai proses pembelajaran, tetapi sebagai proses pemadatan pengajaran. Apalagi UN akan dipercepat menjadi bulan Maret 2010. Oleh karena itu, saya menyarankan sebaiknya pemerintah meninjau ulang kembali pelaksanaan UN dan jadikan UN hanya sebagai pemetaan pendidikan saja, dan bukan penentu kelulusan siswa. Sebab UN ternyata telah mematikan kreativitas siswa.

Guru pun tidak perlu khawatir dengan hasil UN. Sehingga pembelajaran yang selama ini berorientasi peningkatan pengetahuan semata, harus ditinjau ulang. Guru jangan lagi ikut terlibat dalam berbagai bentuk konspirasi jahat, tindakan jahat, tindakan melanggar hukum, bahkan tindakan yang menyakiti hati nurani guru itu sendiri dengan dalih membantu siswa agar lulus UN. Tetapi, guru hendaknya mulai melaksanakan tugasnya sebagai pengajar, pelatih, pembimbing, dan pendidik untuk mengembangkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan secara seimbang.

Sekolah tidak perlu lagi ketakutan dengan hasil UN yang jeblok. Adalah kurang bijaksana manakala sekolah membentuk tim sukses UN. Apalagi, menyusun strategi yang melanggar hukum demi suksesnya hasil UN. Tetapi, segera melakukan upaya agar proses pengajaran, pelatihan, pembimbingan, dan pendidikan baik akademis maupun non akademis berlangsung seimbang dan menyeluruh. Ujian nasional membuat banyak siswa-siswi dan orang tua kadang bertindak tak masuk akal. Ujian nasional membuat nalar dan logika siswa-siswi mati menurut saya. Bagaimana mungkin? Hal tersebut terlihat ketika saya teringat beberapa fenomena yang terjadi menjelang ujian Nasional seperti, Maraknya sms berantai ke 10 nomor lain, kalau tidak menyebarkan akan tidak lulus. Maka banyaklah siswa-siswi yang ketakutan akan momok tidak lulus ramai-ramai ikut menyebar sms yang tak tau kejelasannya dari mana, untung saya dulu tak pernah terpengaruh dan ikut-ikutan nyebar sms. Contoh lain adalah, tak jarang beberapa siswa-siswi pergi ke dukun/orang pinter/kyai yang dipercaya dapat membantu mensukseskan ujian mereka, bagaimana mungkin? Mereka saja belum tentu sekolah dan berprestasi yang membanggakan bagaimana bisa mereka membantu ujian..?mantra..?kalau memang ada mantra yang seampuh itu sepertinya indonesia tak ada ada kasus tidak naik kelas atau bahkan tidak lulus. Tak usah repot-repot orang indonesia sibuk baca ribuan lembar buku, tinggal baca mantra dan semua beres.

Pemerintah daerah pun tak perlu lagi memasang target dan menekan sekolah berkaitan dengan UN. Berikanlah otonomi sekolah untuk berkembang sesuai dengan situasi, kondisi, dan kemampuannya. Jangan ada paksaan terhadap target-target yang cenderung memberatkan sekolah. Namun, pengawasan, bimbingan, dan bantuan hendaknya terus dilakukan secara lebih bijaksana dengan pendekatan kekeluargaan, kebersamaan, dan penuh tanggung jawab. Jika hal ini dapat dilakukan secara sinergis dan berkelanjutan, maka sedikit demi sedikit, tapi pasti akan terjadi perubahan paradigma di kalangan siswa, guru, orang tua, dan sekolah tentang tujuan pendidikan dan pembelajaran. yakni, mencerdaskan kehidupan bangsa agar tumbuh menjadi insan yang kompetitif dan bertanggung jawab.

Untuk itu, UN seharusnya dapat digunakan sebagai acuan antar-provinsi dan sebagai pertimbangan siswa untuk masuk seleksi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi sehingga sepatutnya hasil UN memberi informasi detail dan menyeluruh atas capaian kompetensi siswa. Dengan demikian, para guru dan pengajar diharapkan terdorong terus melakukan penguasaan dan peningkatan kompetensi diri agar siswanya termotivasi untuk belajar sungguh-sungguh dan menyukai proses belajar.

Namun, faktanya banyak siswa yang hanya mementingkan nilai semata. Hal itu didorong rasa takut dan mungkin malu jika gagal lulus UN. Hal itu juga yang menyebabkan guru dan sekolah hanya berfokus pada nilai, bukan pada peningkatan kompetensi diri sehingga informasi capaian siswa yang diperoleh dari hasil UN kurang lengkap.
Dengan perkembangan zaman dan kecanggihan teknologi kini ujian nasional dengan sistem online sudah mulai diterapkan oleh pemerintah, alasan pemerintah mengguankan sistem online, pemerintah dapat memangkas biaya untuk pelaksanaan ujian nasional, Ternyata dengan cara online lebih praktis karena tidak perlu khawatir pensil potong atau lembar jawaban yang kotor. Tapi yang saya khawatirkan jika ada kendala lainnya seperti jaringan internet dan mati lampu.

Semakin majunya zaman pemerintah makin mempermudah para siswa dalam melakukan ujian, jadi ujian nasional sekarang sudah tidak menjadi hal yang menakutkan bagi siswa, namun UN ini bias membuat siswa jadi percaya diri, untuk mengejar nilai yang memuaskan, karna dengan nilai ujian nasional sekarang ini akan jadi syarat untuk masuk perguruan tinggi.

DAMPAK DARI UJIAN NASIONAL

Dampak positif dari Ujian Nasional adalah Kementerian Pendidikan dapat mengetahui status pendidikan masing-masing wilayah di Indonesia. Status pendidikan tersebut dilihat dari rata-rata Ujian Nasional dan prosentase kelulusan siswa di wilayah tertentu. Penilaian tersebut sangat bermanfaat untuk menentukan tindakan yang harus dilakukan untuk menaikkan status pendidikan di wilayah tersebut. Selain itu nilai positif dari Ujian Nasional adalah dapat mendorong siswa agar lebih giat untuk memperoleh suatu tujuan tertentu.

Selain itu, dampak negatif yang ditimbulkan dari Ujian Nasional di antaranya praktik korupsi kecil atau kecurangan yang dilakukan oleh beberapa oknum guru di sekolah bekerja sama dengan oknum yang tidak bertanggungjawab. Ada beberapa oknum guru di sekolah membeli kunci jawaban Ujian Nasional kepada oknum tersebut. Praktik tersebut sudah menjadi rahasia umum saat dilaksanakannya Ujian Nasional. Mereka beralasan membeli kunci tersebut agar siswa mendapat nilai dan rata-rata yang tinggi sehingga pamor sekolah tersebut menjadi baik. Hal tersebut melenceng dari sebutan guru yang merupakan pahlawan tanpa tanda jasa. Perbuatan tersebut sangat mencoreng nama baik guru dan juga menjerumuskan siswa untuk bertindak curang. Namun kalau dilihat sepertinya beberapa pihak masih tutup mata terhadap praktik ini. Padahal dengan adanya praktik ini, siswa dilatih berbuat curang untuk mendapatkan sesuatu hal dan dampaknya akan buruk untuk mereka ke depannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun