Eits jangan salah paham dulu mengenai budaya “maling” (menculik) di pulau lombok,,,
Indonesia sungguh kaya budaya, termasuk dalam budaya pernikahan. Setiap suku punya budaya khas tersendiri dalam merayakannya, dari mulai pakaian yang harus dikenakan, sampai pada prosesi pernikahannya. Khususnya di pulau Lombok yang memiliki budaya yang sangat unik dalam budaya menikah, di Lombok memiliki budaya maling atau menculik si mempelai wanitanya.
Suku Sasak dari bahasa dan budaya berbeda dengan 2 suku lainnya meskipun wilayahnya berdekatan. Tak ketinggalan dalam budaya pernikahannya. Ada yang unik dalam prosesi pernikahannya: calon pengantin pria harus menculik calon pengantin wanita tanpa sepengetahuan orang tua. Wow, benar-benar budaya yang tak disangka. Dan jauh lebih berbeda dari dari budaya yang dimiliki oleh budaya menikah dari suku yang ada di daerah lain.
saya mau bercerita dikit mengenai budaya “menculik” calon pengantin wanita.
disini bahwa seorang laki-laki disebut sebagai laki-laki jantan ketika ia sudah bisa menculik calon pengantinnya. Lho, bukannya menculik itu tidak boleh? Dijawab, ya memang begitu budaya yang ada di Lombok.
Si laki-laki yang berniat menikahi wanita harus menculik calonnya, dan harus tanpa sepengetahuan orang tua wanita. Biasanya dilakukan pada malam hari. Si wanita pun tidak boleh memberitahu orang tuanya ia pergi ke mana. Lalu si wanita dibawa ke rumah keluarga laki-laki selama 3 hari atau lebih. Setelah itu, maka pihak kepala dusun dari wilayah laki-laki akan menyelesaikan masalah ini. Dengan cara mendatangi rumah orang tua wanita untuk memberitahukan bahwa anak wanitanya diculik untuk dinikahi oleh calonnya. Inilah cara yang kalau dalam budaya umum dikenal dengan “meminang”.
Kalau keluarga wanita tidak menerima anaknya diculik karena misalnya berbeda status sosial maka pertikaian muncul. Apalagi jika si laki-laki tak mau mengembalikan wanita yang diculiknya. Tapi, menurut keterangan beberapa warga, pertikaian tentang ini jarang terjadi. Penolakan memang sering terjadi setelah proses penculikan, tapi bisa diselesaikan dengan damai agar tidak muncul keributan di antar desa.
Kemudian, jika si keluarga wanita menerima alasan anaknya diculik untuk dinikahi, maka keluarga wanita lalu meminta sejumlah uang tebusan. Mungkin dalam bahasa umumnya mas kawin atau mahar. Dan, si calon laki-laki harus mengusahakan uang tebusan yang diminta oleh orang tua si wanita. Jika tidak, maka orang tua tidak merestui anaknya menikah.
Setelah memenuhi permintaan orang tua wanita maka pernikahan dilakukan. Dari suku sasak yang beragama Islam, maka pernikahan dilakukan seperti umumnya budaya Muslim, dan jika Hindu dilakukan dengan budaya Hindu. Setelah prosesi pernikahan selesai, si pengantin pria dan wanita lalu akan diarak mengelilingi kampung untuk menunjukkan bahwa ia sudah punya pasangan. Ia sudah sukses menculik dan menikahi wanita pujaannya. Prosesi mengarak pengantin ini merupakan budaya yang sering dijumpai, karena mengarak pengantin sering menggunakan jalan-jalan umum, sehingga tak jarang menimbulkan kemacetan.
Pengantin diarak mengeliling kampung, dari kampung laki-laki ke kampung istri dengan iringan musik gendang Beleq (gamelan dengan gendang khas budaya suku Sasak Lombok). Ada juga yang diarak dengan musik dangdut yang disebut di sana dengan istilah “musik kecimol”. Budaya ini sering menjadi tontonan untuk para turis asing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H