Mohon tunggu...
Mulaviani Fatimah Azhar
Mulaviani Fatimah Azhar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang mahasiswa yang menyukai budaya dan Perjalanan

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kunjungan Lintas Waktu di Museum Kotagede Intro Living Museum

9 Oktober 2024   09:56 Diperbarui: 9 Oktober 2024   10:09 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tampak depan Museum Kotagede / Dokpri

Di tengah teriknya siang hari di Jogja, aku melajukan motorku menuju ke arah Kotagede. Sialnya perjalananku terhenti beberapa kali karena lampu lalu lintas menampakkan warna merahnya tatkala aku hendak melintas. Aku mengeluh sambil mencoba melindungi punggung tanganku yang terpapar sinar matahari. Segera setelah lampu berubah hijau kutancap gas motorku sambil melirik sekilas ke arah google maps yang kugunakan sebagai penunjuk arah. "Jalanan Jogja ruwet" Batinku saat beberapa kali aku salah membelokkan motorku. Hampir menyerah menuju tempat tujuanku, aku menepikan motorku untuk melihat keseluruhan maps dengan lebih jelas. "Oh, udah nggak jauh ternyata, tinggal depan belok kiri, lurus terus" Aku bergumam sendiri sebelum akhirnya kembali melajukan motorku. Ketika maps yang kugunakan mengatakan aku sudah sampai pada tempat tujuanku, aku menoleh ke kanan dan kiri hingga aku baru menyadari bahwa motorku melaju terlalu jauh dari tempat itu. Sedikit mengeluh, aku mencari tempat untuk putar balik dan sampailah aku pada sebuah pintu kayu besar yang terbuka lebar. Tulisan Museum Kotagede Intro Living Museum terpahat besar di sampingnya. Aku memasuki pelataran museum dan memarkirkan motorku. Semilir angin menyapa pipiku segera setelah aku melepas helm. Suasana sejuk dan asri di dalam kompleks Museum Kotagede sungguh berbeda dengan suasana di luar.   

Menengok ke kiri, ada sebuah bangunan yang menyiratkan kemewahan bangunan lama berdiri menantang di depan mataku. Perpaduan unsur Indisch kolonial dengan arsitektur khas Jawa menambah romantisme dan kegagahan yang dipancarkan oleh bangunan ini. Ornamen estetika Art Deco dan gaya Art Neuveu tersebar di sekeliling bangunan. Dari keseluruhan arsitektur yang Nampak, dapat dipastikan bahwa dulunya bangunan ini dimiliki oleh seorang kaya raya dari kasta sosial tinggi. Aku mengeluarkan handphone dari saku celanaku dan mulai mengambil foto tampak depan bangunan museum. Aku berdecak kagum melihat kemegahan yang ada di depan mataku.

Seorang wanita yang belum terlalu tua mengenakan seragam museum keluar dari satu bangunan yang kuasumsikan sebagai kantor museum. Aku mendekatinya dan menyapa pelan "Permisi, saya mau kunjungan ke museum" Ujarku. Wanita tersebut tersenyum ramah ke arahku sambil berkata "Silahkan isi buku tamu dulu ya". Aku menuju ke arah buku yang sepertinya dibiarkan terbuka di depan kantor. "Sendirian aja?" Tanya petugas museum itu ramah. "Saya sama temen, tapi masih belum dateng orangnya" Jawabku seramah mungkin. Mendadak aku teringat bahwa aku belum mengirim pesan pada temenku bahwa aku sudah sampai di Museum Kotagede. Aku melanjutkan mengisi buku tamu hingga selesai. Petugas museum kembali berkata "Nanti setelah berkunjung jangan lupa isi kesan-pesan ya". Aku menganggukkan kepala sambil tersenyum. Handphone yang tadi sempat kumasukkan saku kembali, kini kukeluarkan untuk memberi kabar kepada temenku kalo aku sudah sampai. Mungkin karena petugas museum itu melihatku berdiri di tengah pelataran yang terpapar sinar matahari, beliau kembali mendekatiku "Nunggu temennya di sini aja yang nggak panas, duduk-duduk boleh kok" Ucapnya. Dengan sedikit terkejut, aku merespon ucapannya dengan anggukan kepala dan ucapan terima kasih.

10 menit aku menunggu sambil menikmati suasana yang ada, temanku akhirnya datang juga. Aku menghampirinya yang masih sibuk melepas helm dan sarung tangan yang dipakainya. Ucapan sapaan saling kita utarakan. Temanku kemudian mengeluarkan kamera sambil bertanya "Boleh pake kamera nggak sih di dalem?" Aku tidak tahu harus menjawab apa dan berusaha mencari seseorang yang mungkin mampu menjawab pertanyaan itu. Aku melihat satpam museum yang baru saja keluar dari kantor. Aku mendekatinya dan bertanya "Permisi, Pak kalau di dalam museum boleh pake kamera DSLR nggak ya?" Tak kusangka pertanyaanku dijawab dengan ramah oleh beliau. Beliau bertanya untuk kepentingan apa kami menggunakan kamera, apakah untuk konsumsi pribadi atau untuk keperluan tugas. Beliau mengatakan bahwa kamera boleh dipakai asal bukan untuk tugas sekolah maupun kuliah. Jika untuk keperluan itu maka diperlukan surat pengantar dari Dinas Kebudayaan. Kami mengangguk paham dan mengucapkan terima kasih kepada beliau.               

Kami berdua kemudian melangkahkan kaki menuju bangunan utama museum untuk memulai tur kami siang itu. Memasuki museum, kami melihat 3 orang petugas yang berjaga di depan museum. Aku ingin bertanya terkait dengan alur pengunjung museum, tetapi petugas jaga tersebut terlihat asyik dan fokus mengobrol dengan rekannya. Kuurungkan niatku dan kembali fokus berkeliling berdua dengan temanku. Ruangan pertama yang kami masuki menceritakan tentang bangunan museum yang dulunya ternyata hunian milik B. H. Noerijah, seorang kalang yang tinggal di Kotagede. B. H. Noerijah merupakan seorang pengusaha berlian dan kerajinan perak yang kaya raya. Membaca informasi ini, aku tidak merasa heran apabila rumah kediamannya dibangun semewah ini. Dalam ruangan ini juga dijelaskan bahwa museum ini memili 4 klaster yang terdiri dari klaster situs arkeologi dan lanskap sejarah, klaster kemahiran (teknologi) tradisional, klaster sastra-seni pertunjukan adat tradisi dan kehidupan keseharian, dan klaster pergerakan sosial kemasyarakatan.

Aku dan temanku sedikit kebingungan dengan alur pengunjung di museum ini sehingga kami hanya menjelajahi ruangan yang kami tertarik lebih dahulu tanpa tahu alur yang seharusnya. Ruangan selanjutnya yang kami kunjungi merupakan bagian klaster sastra-seni pertunjukan adat tradisi dan kehidupan keseharian. Di sini kami tercengang karena koleksi dan media interaktif yang ditawarkan oleh museum ini dalam kondisi bagus. Kami berkeliling di ruangan ini sambil sesekali bergurau dan memotret koleksi.

Puas mengelilingi ruangan sebelumnya, kami beranjak menuju ruang lainnya. Kami masuk ke klaster arkeologi dan lanskap sejarah. Sebenarnya kami merasa bahwa alur yang kami lalui salah dari awal, karena klaster ini rupanya berada di bagian paling depan museum. Klaster ini terletak di bagian senthong rumah sehingga kesan pribadi sangat terasa. Pencahayaan dalam klaster ini juga dibuat remang-remang sehingga menambah kesan syahdu dan menenangkan. Sambil berkeliling kami berandai-andai suatu saat ingin memiliki rumah seperti bangunan ini.

Setelah berkeliling di bagian depan dan samping, kami melangkahkan kaki ke bagian belakang museum. Rupanya bagian belakang museum memiliki bagian open space yang membuat angin dapat bebas keluar masuk ke dalam bangunan. Di bagian belakang ini terdapat klaster kemahiran (teknologi) tradisional dan sebuah ruangan yang didedikasikan untuk B. H. Noerijah. Selain itu, terdapat kolam ikan di tengah-tengah bagian open space sehingga menambah kesan sejuk dan segar. Kami sempat mengobrol santai sambil menikmati angin yang datang menyentuh kulit kami. Setelah cukup lama, akhirnya kami memutuskan untuk menyelesaikan tur kami di siang hari itu.

Bagian open space museum / Dokpri
Bagian open space museum / Dokpri

Keluar dari bangunan museum, kami tidak lupa mengisi kesan-pesan yang ada. Setelah itu kami beranjak menuju motor untuk melanjutkan perjalanan menuju destinasi lainnya. Berat rasanya untukku meninggalkan suasana menyenangkan yang ditawarkan oleh Museum Kotagede. Suasana museum seakan-akan membawa kita kembali melintasi ruang dan waktu kala bangunan itu masih digunakan sebagai rumah hunian. Aku merasa perjalananku kali ini bukan hanya kunjungan museum biasa. Bangunan ini seakan-akan sebuah lorong waktu yang siap membagikan nuansa kenyamanan masa lalu kepada siapa saja yang berkunjung ke dalamnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun