Perbedaan persepsi santet antara orang Banyuwangi dengan nonBanyuwangi lalu dimanfaatkan oleh sekelompok orang jahat untuk membuat isu bahwa santet harus disingkirkan. Maka terjadilah peristiwa geger santet pada 1998 lalu.
Sekarang Banyuwangi lebih dikenal sebagai kota wisata budaya daripada kota santet. Lantas apa maksud Persatuan Dukun Nusantara (Perdunu) ingin membuat Festival Santet dan Wisata Mistis di Banyuwangi?
Menurut Perdunu, festival akan mengenalkan kepada masyarakat apa itu santet dan ciri orang yang terkena sihir/santet.
Padahal tanpa dikenalkan pun masyarakat Indonesia sudah mafhum apa itu santet, ciri orang yang kena santet, dan efeknya bagi orang yang kena santet.
Jika festival santet jadi digelar, maka Banyuwangi akan kembali ke citra awalnya, yaitu kota dengan kekuatan gaib terbesar di tanah Jawa atau kota santet.
Apa berarti usaha pemerintah kabupaten Banyuwangi mengubah citra dari kota santet jadi kota pariwisata sia-sia? Mungkin tidak, mungkin iya.
Perdunu sendiri akan mengenalkan wisata mistis di Alaspurwo, Rowo Bayu dan Antaboga. Bisa jadi alternatif wisata bagi orang yang ingin merasakan sensasi kesurupan, ditowel kuntilanak, atau merinding disko tiada henti.
Dari sisi marketing, promosi festival santet ini bagus. Jika orang akan mencari dukun santet, mereka akan langsung ke Banyuwangi, tidak lagi ke Pati dan Banten yang juga terkenal akan dukun saktinya.
Dari sisi sosial, pengumuman festival santet dan wisata mistis bakal jadi apes bagi orang Banyuwangi jika mereka merantau ke kota lain, karena akan dicurigai memakai sihir jika mereka meraih kesuksesan.
Di dalam Islam percaya kepada dukun sama saja dengan musyrik alias menyekutukan Allah dan termasuk dosa besar dimana salat kita selama 40 hari tidak akan diterima Allah.
Perdunu baru dibentuk pada 3 Februari 2021 dan bertujuan mengedukasi masyarakat tak terjerumus dengan aksi dukun abal-abal dan menjerumus kepada penipuan.
Kalau begitu berarti datang ke dukun asli lalu minta bantuan untuk menyantet orang, boleh?!