Mohon tunggu...
Muktasyaf HudaNasrullah
Muktasyaf HudaNasrullah Mohon Tunggu... Buruh - Buruh

Pena yang tajam seperti jarum kristal yang menusuk disetiap relung jiwa. Kemudian memuncratkan mata air panasnya yang berupa tulisan-tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kemurnian Diatas Altar Persembahan Kepada Sang Melankolis

27 Januari 2024   01:15 Diperbarui: 27 Januari 2024   01:18 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Muktasyaf Huda Nasrullah 

Judul : Kemurnian Diatas Altar  Persembahan Kepada Sang Melankolis.

Laut pasang ditemani riuh suara ombak, ia terhempas menghantam tanggul-tanggul. Percikannya menyambar wajah ku sampai basah, namun aku biarkan air laut itu sampai pori-pori ku menyerapnya. Keadaan itu adalah malam hari menuju pagi, dan aku merasa semesta seakan menatap tajam ke arahku, langit kelabu merupa suasana yang melankolis; Riuhnya sekitar pun tak halangi kesendirian pikiran ku. Adalah pikiran yang sekian kali ku asah dalam membentuk kemurnian jiwa, hingga damai klimaksnya. Dan ketika diri sudah penuh dengan distraksi manusia-manusia lain disekitar, terkadang hal itu membuatku gusar hingga selalu ingin kembali dengan yang membulat.

Bukan berarti ingin menjadi apatis dengan keadaan luar, ini hanya sekedar tindakan untuk menetralkan kembali jiwa yang tercemar. Dengan pertanyaan : Apakah aku bisa menunaikan hak-hak ku sebagai hamba, sebagai keluarga, sebagai saudara, sebagai teman, sebagai warga negara?, memang terlalu kompleks. Dan aku suka menatap awan di langit, sampai aku merasa bahwa sang kuasa sedang memandang ku, kemudian aku bisa bercumbu dengan magis secara imajiner. Aku takperduli yang datang kepadaku dan yang pergi dariku. Aku menganggapnya sebagai dinamika kehidupan, yang wajib bagiku adalah dimana jangan sampai aku pergi dari hak-hak ku. Dimana sang kuasa menciptakan ku beserta peranku.

Adakalanya kita perlu keintiman terhadap diri sendiri, dengan muhasabah, mengkaitkan sang kuasa sehingga diri ini memahami dirinya sendiri yakni kemandirian. Namun ketahuilah saat menjadi mandiri. Bukanlah suatu yang sifatnya egosentris yakni, egois yang maunya menang sendiri. Melainkan untuk menjadikan diri lebih baik dalam berhubungan dengan yang diluar dari diri sendiri. Pahami dirimu dan peranmu di dunia ini. Dan untuk memahami nya kaitkan dengan sang kuasa yang menciptakan jagad raya.

"Kemarin aku menjadi pintar
Aku ingin merubah dunia
Hari ini aku menjadi bijak
Aku ingin merubah diriku sendiri"

-Jalaluddin rumi-

Muhasabah Dengan mengkaitkan sangkuasa yakni, membayangkan atau mengkhayalkan bahwa sangkuasa berada dalam situasi saat itu merupakan salah satu imajinasi; dan dengan imajinasi manusia menjadi cerdas akal pun semakin terbuka cakrawalanya. Bila problematika kehidupan menerpa, cobalah berfikir dan membayangkan skenario yang akan kau lakukan untuk menyelesaikan problematika itu. Dalam senyap dan kesendirian kau olah taktik untuk mensiasati dirimu sendiri agar tenang.

"Orang pandai yang hidup dalam kesendirian punya segudang hiburan pada pemikiran-pemikiran dan khayalannya, sedangkan sebanyak apapun warna-warni maupun hiburan sosial, teater, wisata, serta permainan tak mampu mengusir kebosanan orang yang tak mampu berimajinasi."

-Arthur Schopenhauer-

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun