Mohon tunggu...
Muksal Mina
Muksal Mina Mohon Tunggu... Lainnya - Candu Bola, Hasrat Pendidik

Be a teacher? Be awakener

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Guru dan Rotan Titipan

25 November 2024   15:43 Diperbarui: 25 November 2024   23:50 557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi orangtua dan guru (sumber : trafficpendidikan.blogspot.com)

Beras dan uang dapatlah dipandang secara harfiah sebagai sebuah bekal si anak dalam menempuh pendidikan. Beras adalah makanan pokok, untuk memenuhi kebutuhan pangan si anak. Uang menjadi representasi biaya yang dibutuhkan selama bersekolah. Entah itu untuk gaji si guru, operasional sekolah, ataupun mungkin keperluan si anak sendiri.

Bagaimana dengan rotan? Nah, benda ini punya kesannya tersendiri.

Ilustrasi orangtua dan guru (sumber : trafficpendidikan.blogspot.com)
Ilustrasi orangtua dan guru (sumber : trafficpendidikan.blogspot.com)

Teman-teman tentu masih ingat profil lazimnya seorang guru di zaman dahulu, terutama guru mengaji. Duduk di depan, mengawasi santri belajar mengaji, sebatang rotan melekat di tangan.

Selain berguna sebagai penunjuk materi di papan tulis, rotan juga berfungsi ganda sebagai alat penghukum.

Tak kurang dari telapak tangan, betis ataupun hanya sekedar meja di hadapan pernah menjadi sasaran kelebat benda kecil, liat, dan didatangkan dari dalam hutan itu. Kurang lengkap rasanya seorang guru bila tak dilengkapi dengan rotan ataupun mistar kayu.

Rotan menjadi simbol penegakan kedisiplinan dalam proses belajar. Jangan macam-macam bila tak mau mencicipi belaiannya. Dijamin warna merah akan menjadi penghias betis. Mengadu ke rumah? Alamat rotan simpanan ibu yang akan beraksi. Hehe.

Guru dan rotan seakan menyimpan sebuah pesan : kau belajarlah betul-betul kalau tak mau benda ini hinggap di tubuhmu.

Kultur di Minangkabau menjadi menarik karena justru rotan itu diserahkan orangtua bersamaan dengan si anak. Seakan-akan orangtua merelakan anaknya untuk disambit oleh guru. Siap lahir batin andaikan si anak dihukum karena kenakalannya.

Namun bila direnungi lebih jauh, prilaku itu justru mengandung simbol kepercayaan, kepasrahan dan rasa hormat orangtua terhadap guru. 

Menitipkan anak bermakna menyerahkan bulat-bulat sang anak untuk belajar. Penuh keyakinan bahwa sosok dihadapannya akan mendidik anaknya menjadi manusia berbudi dan berilmupengetahuan. Tanpa ragu!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun