Pemenuhan Kebutuhan Dasar
Abraham Maslow meletakkan sandang, pangan, papan dan kebutuhan seksual sebagai kebutuhan dasar dalam piramida kebutuhannya. Kebutuhan dasar tentu bermakna sebagai aspek pertama yang wajib terpenuhi dalam kehidupan manusia.
Bagaimana mungkin akan mengejar kebutuhan lain semisal eksistensi, bila hal yang paling mendasar justru tidak terpenuhi?
Maka adalah jamak, begitu memiliki anak, orientasi ekonomi orangtua adalah memenuhi kebutuhan dasar anaknya. Pakaian yang baik, makanan yang cukup dan tempat bernaung adalah sederet kebutuhan yang harus dipenuhi demi keluarga.
Coba saja tanya para orangtua yang bekerja banting tulang setiap hari, kenapa kerja? Tentu saja akan dijawab untuk keluarga. Ada istri dan anak yang harus dijamin bisa makan setiap hari, berpakaian dan punya tempat berlindung.
Begitu bicara anak, maka kriteria makanan yang dibutuhkan akan punya label spesial, yaitu makanan bergizi. Terang saja, kebutuhan gizi anak dan orang dewasa tentu berbeda.
Seringkali atas nama penghematan, maka seorang ayah rela makan mi instan rasa kari ayam, asal anak bisa minum susu, makan sayur, buah, ikan dan daging. Atau keikhlasan ayah untuk kebagian kepala ikan yang notabene banyak tulangnya, asal bagian daging cukup untuk diperebutkan anak-anak. Eh, mi dan kepala ikan terkadang memang kesukaan sih, haha.
Para ibu pun juga begitu. Sejak berbadan dua, maka akan mulai pula memilah-milah makanan. Ujaran orangtua, mertua dan dokter dipatuhi baik-baik demi satu tujuan, sang janin sehat walafiat hingga lahirnya nanti.
Apatah lagi pada masa menyusui dan terus hingga anak masuk masa mengkonsumi MPASI. Ibu-ibu akan sangat selektif dan bawel soal makanan yang masuk ke perut anaknya. Bapak? Terserah saja, asal jangan makan batu! Nasib? Bukan. Itu pengorbanan.
Beranjak ke kebutuhan sandang, para orangtua tentu berkewajiban memenuhinya untuk kebutuhan anak. Mulai dari perlengkapan bayi, baju anak yang lucu-lucu hingga pakaian trendi begitu anak mulai masuk masa remaja.