Pada satu momen, tendangan voli Thomas Lemar dari luar kotak pinalti meluncur deras ke sudut kanan bawah gawang Cardenas. Marcos Llorente yang berdiri di sebelah Lemar sudah menangkat tangan, bersiap merayakan, yakin tembakan itu akan masuk.
Oh, tahu-tahu tangan kanan Cardenas melintang di depan gawang. Alih-alih selebrasi, Llorente terpaksa mengarahkan tangannya memegang kepala, gestur kecewa dan tak percaya.
Berulang kali komentator pertandingan berucap "what a save, beautiful". Aksi ciamik Cardenas sangat layak diganjar man of the match di akhir pertandingan. Selidik punya selidik, aslinya Cardenas adalah kiper kedua, deputi dari Aitor Fernandez. Aksi di Wanda Metropolitano malam tadi adalah kali kedua kalinya Cardenas turun sebagai starter sejak dipromosikan ke tim utama Januari tahun ini.  Sangat Cinderella kan?
Spektakuler dan kontroversial
Dibombardir sepanjang laga, diselamatkan berulang kali oleh kiper muda, hingga akhirnya mencetak gol kedua dengan fantastis. Jorge de Frutos yang masuk menggantikan Ruben Rochina pada menit 62 sukses menceploskan bola dari setengah lapangan pada menit 95!
Memang, gol tersebut terjadi ke gawang kosong yang ditinggal Jan Oblak maju menyambut sepak pojok. Namun menembak dengan akurat pada jarak 50-60 meter dari sisi tepi lapangan tentu bukan perkara mudah. Kalau tidak percaya, coba saja lakukan sendiri wahai para coach online!
Kontroversi? Ah, tentu saja ada. Setidaknya dua kali keputusan wasit Mario Merelo Lopez membuat pemain Atleti meradang. Pertama, saat Llorente mengkalim dirinya dilanggar di depan kotak pinalti. Wasit mengisyaratkan pertandingan jalan terus, sebelum akhirnya memberikan kartu kuning untuk pelanggaran Lemar dan protes kapten Koke.
Terang saja Koke geleng-geleng kepala menyaksikan keputusan wasit. Tayangan ulang jelas menunjukkan Llorente memang dilanggar. Dimana VAR? entah apa yang dibisikkan wasit VAR, namun wasit Lopez memilih tidak mereviu perangkat elektronik tersebut.
Lopez dan VAR lagi-lagi menjadi sorotan saat proses gol kedua Levante. Oblak berulang kali protes, mengatakan dirinya didorong saat sepak pojok terjadi. Wasit bergeming. Gol disahkan, peluit panjang dikumandangkan. Bagaimana bila ternyata VAR direviu dan wasit memberikan pinalti? Wah, akan sangat drama bila ternyata kemudian sepakan itu gagal lalu berujung serangan balik dan gol. Liar!
**
Kredit tersendiri tentu layak diberikan kepada Levante. Bukan perkara mudah bertandang ke kandang Atleti. Unggul lebih dahulu, waktu masih Panjang, lawan adalah pemuncak klasemen plus punya striker top skor sementara, pilihan apa yang paling logis selain bertahan? Lain halnya bila yang datang adalah Barca, Madrid, atau mungkin Bayern Munchen. Mungkin tim-tim ini akan melayani adu otot dengan Atleti, coba cetak gol sebanyak-banyaknya.
Aksi ala Levante ini tentu bukan yang pertama. Drama-drama serupa dan bahkan lebih heboh lagi telah banyak menjadi catatan sejarah olahraga sepak kulit bundar ini. Kejutan-kejutan seperti inilah yang membuat sepakbola selalu menarik untuk ditonton. Tak ada jaminan kepastian kemenangan hingga peluti panjang dibunyikan.