Ada satu sekolah alam yang unik di Banjar Negara, maaf saya lupa nama sekolahnya. Ketika seleksi penerimaan siswa baru, yang diseleksi ketat adalah orang tuanya. Bukan anak.
Orang tua diwawancarai. Sesuaikah visi orang tua dengan visi sekolah? Apakah orang tua menerima konsep yang ada di sekolah? Jika tidak, maka anaknya tak diterima. Bisa dipahami, karena sekolah punya konsep bahwa pendidikan harus melibatkan orang tua. Bukan tanggungjawab sekolah semata.
Ini menarik. Pihak sekolah mencoba mengedukasi masyarakat dengan “menjual” ide pendidikan progresif dan menjadikannya sebagai salah satu syarat masuk.
Masyarakat akan terpancing untuk mencari tahu, mempelajari, dan akhirnya mengadopsi visi sekolah. Menjalankan peran sebagai orang tua pendidik, membimbing anak pada penemuan kecerdasannya masing-masing.
Tipe sekolah seperti ini saya kira perlu diperbanyak. Mengedukasi, mendorong orang tua untuk mengubah sudut pandang tentang sekolah. Mengubah perspektif terhadap keberhasilan anak di sekolah.
Menjadi orang tua yang merdeka, tak ambil pusing soal persepsi “anak rangking=anak pintar”. Tak pening saat anaknya biasa-biasa saja dalam prestasi akademik.
Tentu orang tua yang merdeka akan mampu membentuk kemerdekaan berpikir pada anaknya pula. Terbebas dari tuntutan-tuntutan nilai bagus. Yang penting anak nyaman sekolah!
Seperti tak ada satupun daun yang jatuh tanpa sepengatahuan Dia, maka tak ada anak yang lahir tanpa membawa fitrahnya masing-masing. Fitrah disini dapat dimaknai sebagai bakat, kecerdasan.
Pertanyaan terbesarnya adalah : siapkah orang tua belajar, mencuci otak, untuk menjadi penuntun pada pengembangan bakat anaknya? Jika ya, maka berarti siap pada cobaan-cobaan dalam perjalanan pengembangan bakat itu.
Cobaan itu kadang dalam datang dalam bentuk komentar orang sekitar.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!