Perdamaian di Aceh kini menjadi "peluru nyasar" bagi sekelompok orang yang memanfaatkan momentum tersebut sebagai alat ukur untuk melakukan tindak kejahatan murni, politik atau game Grand Theft Auto (GTA) untuk melatih diri dalam bidang keahlian peperangan.
Menurut hemat saya, tindak kriminal yang terjadi di Aceh saat ini adalah kriminal murni dalam bentuk Grand Theft Auto (GTA).
Grand Theft Auto (disingkat GTA) adalah aksi-petualangan permainan video yang dibuat oleh DMA Design (sekarang Rockstar Utara) dan diterbitkan oleh BMG Interaktif. Permainan ini memungkinkan pemain untuk mengambil peran seorang penjahat yang dapat berkeliaran dengan bebas di sekitar kota besar. Berbagai misi yang ditetapkan untuk penyelesaian, seperti perampokan bank, pembunuhan, dan kejahatan lainnya.(http://id.wikipedia.org/wiki/Grand_Theft_Auto)
***
Grand Theft Auto (GTA) yang sedang berlangsung di Aceh adalah aksi petualangan game yang di design oleh beberapa kelompok kejahatan yang sebagiannya para pedesign ikut bermain. Pemain bebas melakukan apa saja di Aceh, karena khusus didesign untuk game bebas tanpa batas. Para pemain diberikan kebebasan melakukan tindak pidana dan diberikan kesempatan untuk menghilangkan jejak setelah tindak kriminal terjadi, tehniknya tidak dirancang oleh para pedesign tapi langsung diberikan kewenangan pada para pemain. Jika tertangkap oleh para pemburu keadilan, maka pemain semampu mungkin wajib merahasiakan pelaku design Grand Theft Auto (GTA) tersebut.
Tema utama dalam permainan yang sedang berlangsung adalah "Friday Gangster", Gangster adalah kriminal yang merupakan anggota organisasi kejahatan pembuat kekacauan, seperti gang. Istilah gangster digunakan untuk merujukan anggota organisasi kriminal yang berhubungan dengan Mafia. Mungkinkah di Aceh sudah ada Mafia Kejahatan? Bila kita telusuri lebih dalam dengan mengkaji berita-berita yang ada di Media Sosial tentang pembunuhan, perampokan, pengedar Narkotika dan bentuk kejahatan lainnya. Sesuai dengan fakta tersebut, bahwa di Aceh ada kelompok Mafia kejahatan.
***
Pemerintah Indonesia harus bijak dalam menanggapi kasus tindak kriminal yang terjadi di Aceh saat ini. Meskipun Aceh adalah wilayah yang berlatarbelakang konflik, berharap Pemerintah Indonesia jangan langsung mengklaim bahwa kejahatan yang terjadi di Aceh adalah upaya eks-kombatan membentuk gerakan baru di Aceh pasca perdamaian. Sangatlah keliru apabila Pemerintah Indonesia melalui Menteri Pertahanan Negara mengancam untuk menerapkan Darurat Operasi Militer (DOM) di Aceh apabila ada terjadi lagi pembunuhan terhadap anggota TNI/Polri. (http://www.acehkita.com/2015/03/menhan-kalau-berulang-nanti-ada-dom-lagi/)
Pernyataan tersebut membuktikan bahwa Pemerintah Pusat belum sepenuhnya menerima Aceh sebagai daerah Perdamaian pasca konflik yang berkepanjangan. Seharusnya Menteri Pertahanan jangan mengeluarkan pendapat demikian, sekalipun Aceh adalah wilayah eks-konfilk. Tapi tidak selama wilayah eks-konflik itu adalah wilayah yang rawan. Tindak kriminal yang terjadi sekarang ini merupakan kriminal murni yang dimanfaatkan oleh sekelompok orang. Pemerintah Indonesia harus benar-benar menjaga perdamaian di Aceh yang merupakan sebuah Anugerah Allah bagi Indonesia terhadap padamnya konflik yang terus terjadi. Tindak Kriminal yang sekarang ini terjadi di Aceh tidak jauh bedanya dengan aksi begal yang terjadi di jakarta. Demikian!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H