Pepatah mengatakan: “Kiban U meunan meunyeuk, Kiban Du meunan aneuk.” (Minyak kelapa itu tergantung dari kelapa itu sendiri, anak itu tergantung bagaimana ayahnya sendiri) dan “Meunyeu Du jitoeh iek sira deung, aneuk jitoeh iek sira jiplueng” (Jika ayah kencing sambil berdiri, anak kencing sambil berlari).
Pepatah di atas bila dikaitkan dengan perkembangan politik praktis di Indonesia sangatlah cocok, karena apa yang terjadi sekarang ini di DPR RI kembali terjadi di DPR Aceh (DPRD sebutan di Propinsi lain).
DPR RI diibaratkan seorang ayah yang menjadi suri teladan bagi anaknya sendiri, dan DPR Aceh diibaratkan seorang anak yang selalu mencontohkan bagaimana sifat dan sikap ayahnya dalam keseharian.
Kericuhan Sidang Paripurna DPR RI
Awal bulan Oktober yang lalu, sidang Paripurna Pemilihan Pimpinan DPR RI 2014-2019 ricuh. Karena hingga jelang tengah malam belum kunjung membuahkan hasil, sehingga Pimpinan sidang Popong Otje Djundjunan kembali harus mengetuk palu sidang tanda skors. Tapi, para Anggota Dewan meminta agar sidang paripurna dilanjutkan keesokan harinya. Sedangkan Pimpinan sidang tetap melanjutkan sidang paripurna berdasarkan suara perpartai, karena mayoritas ingin melanjutkan sidang.
Disitulah terjadinya awal kericuhan, situasi semakin tidak kondusif karena beberapa anggota dewan memasuki wilayah pimpinan sidang dan berteriak-teriak sambil mendekati pimpinan sidang. Kericuhan kembali terjadi setelah sidang dilanjutkan, akan tetapi anggota PDI Perjuangan maju ke meja pimpinan sidang untuk meminta interupsi, mereka menyatakan bahwa rapat konsultasi pimpinan partai politik belum ditutup. Pimpinan sidang membantah dan mengatakan “ada rekamannya bahwa konsultasi pimpinan partai politik sudah ditutup”. (www.tribunnews.com)
Kericuhan Sidang Paripurna DPR Aceh
Sidang Paripurna pemilihan Pimpinan DPR Aceh 2014-2019 rusuh senin (8/12/2014) berlanjut hingga persidangan selasa kemarin. Kericuhan terjadi karena salah seorang anggota Dewan dari Partai Aceh (PA) Rizwan Abubakar interupsi sidang ditunda sampai selesainya persoalan internal di Partai Aceh (PA) terkait usulan calon Ketua DPR Aceh dari partai tersebut.
Interupsi tersebut direspon oleh pimpinan sidang, dan meminta Rizwan Abubakar untuk tenang dan duduk kembali di kursinya. Namun Rizwan Abubakar tidak mau duduk dan semakin emosi kepada pimpinan sidang karena pimpinan sidang Muharuddin merupakan salah seorang anggota Dewan dari Partai Aceh (PA) juga.
Setelah panjang lebar pimpinan sidang menjelaskan fungsi dan tugas pimpinan sidang yang tidak mengaitkan dengan internal Partai Aceh (PA), Rizwan Abubakar semakin emosi dan mendatangi meja pimpinan sidang. Kemudian dari jarak dekat melempar botol aqua mini ke arah pimpinan sidang. Dan suasana pun berubah layaknya arena pertarungan yang diwarnai dengan pemukulan, pengrusakan dan caci maki ketika beberapa orang yang berpakaian preman menyerbu masuk dan menyerang ke meja pimpinan sidang. (www.serambinews.com)
Akibat Tidak Ada Sanksi Tegas
Kenapa kericuhan mudah terjadi dalam sidang paripurna di DPR RI atau DPRD? Ini diakibatkan bahwa tidak ada sanksi yang tegas dalam tata tertib persidangan di Dewan. Kericuhan akan selalu terjadi disetiap awal periode dalam menentukan pimpinan Dewan, karena suhu politik tidak selalu stabil disetiap periode. Seharusnya para dewan harus mencari jalan keluar bagaimana caranya untuk kedepan supaya tidak terjadi lagi kericuhan seperti yang terjadi belakangan ini, tentu harus membuat sebuah aturan dan dituangkan di dalamnya sanksi-sanksi bagi siapa saja yang mericuhkan persidangan yang sedang berlangsung. Sanksi-sanksi itu akan dikategorikan terhadap kericuhan yang memicu kekerasan seperti pemukulan, pelemparan, pengrusakan bahkan penyerangan. Supaya jika ada anggota dewan yang melakukan hal tersebut, akan memikirkan terlebih dahulu sebelum bertindak.
Dengan adanya sanksi yang disepakati bersama, maka kericuhan akan berkurang bahkan tidak terjadi lagi kedepannya.
***
Kericuhan yang terjadi belakangan ini di Dewan adalah suatu aib bagi rakyat Indonesia, karena rakyat Indonesia telah mempercayai mereka sebagai perwakilan rakyat untuk memperjuangkan aspirasi rakyat, malah yang terjadi di Dewan sebaliknya. Perkelahian dan permusuhan yang selalu diciptakan, bukan persatuan dan perjuangan aspirasi rakyat yang diutamakan.
Sebenarnya rakyat sangat menginginkan kehidupannya kedepan lebih baik dan lebih nyaman, tapi harapan itu sangatlah tipis bahkan hampir tidak didapatkan.
Semoga kedepan tidak terjadi lagi kericuhan dalam setiap paripurna yang diselenggarakan di dewan. Mudah-mudahan segala aspirasi rakyat lebih diutamakan daripada kericuhan internal dewan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H