Habib melanjutkan, saat santri menimba ilmu di pondok masih punya satu tujuan yaitu agar bermanfaat bagi manusia.
"Tetapi, saat mereka terjun di tengah-tengah masyarakat mereka bisa kena virus radikalisme dan intoleransi," paparnya.
Virus radikalisme dan intoleransi, menurutnya, lebih berbahaya dari  wabah Covid-19.
"Bahkan dunia belum menemukan vaksinnya. Alhamdulillah dengan adanya jaksa masuk pesantren sebagai upaya menolong anak-anak kami dari bencana besar tersebut," tegasnya.
Habi Ubaid meminta para santri memahami hukum dan sadar hukum serta mengerti hak dan kewajiban sebagai warga negara.
"Mengerti berarti tahu hukum, sadar hukum berarti mau melaksanakan sehingga terhindar dari hukuman, tidak melanggar aturan yang ada dan mengetahui hak-haknya mendapat perlakuan yang sama di depan hukum," tuturnya. Â
Di kesempatan yang sama, Jaksa Fungsional Ratrika Yuliana dan Kasi Intelijen Kejari Nganjuk Dicky Andi Firmansyah mengajak para santri agar berhati-hati dalam menyampaikan dakwahnya supaya tidak terkena hukum akibat ujaran kebencian dan intoleran.
Menurut Ratri manusia yang hidup di muka bumi ini tidak sama. Ia menegaskan, di Indonesia sendiri tidak semua manusia memeluk agama Islam.
"Jangan sampai ibadah justru menggangu orang lain, inilah pentingnya toleransi," ujarnya.
Ia menekankan, sikap toleransi harus dikedepankan dalam kehidupan untuk menghadapi perbedaan.
"Intoleransi terjadi karena seseorang atau sekelompok orang menolak praktik ibadah kelompok lain" jelasnya. Â