Melihat layang-layang yang terbang tinggi diatas awang-awang, meliuk-liuk bebas di angkasa sungguhlah sangat senang hati si Boedi.
Bocah cilik kelas tiga sekolah dasar berusia sembilan tahun yang sedang asyik bermain layang-layang bersama teman sebaya di halaman rumah Pak Umar.
Beragam jenis ukuran, model/bentuk, dan warna yang mereka terbangkan, dari hasil menyisihkan uang jajan sekolah untuk membeli layangan diwarung Bik Surti.Â
Layangan sepaket dengan benang dan gulungannya. Tapi, ada juga layang-layang yang mereka coba buat sendiri, hasil kreasi tangan sendiri atau dibuatkan oleh kakak/orangtua.
Pemandangan ini biasa pada saat tiba musim layangan. Permainan tidak hanya digandrungi para anak-anak terkadang orang-orang dewasa pun ikut serta dalam bermain layang-layang.
Bahkan kontes layang-layang sering diadakan sebagai perlombaan dalam berbagai kegaiatan, kegiatan 17-an, ulang tahun Kabupaten.
Menjadikan seperti bentuk tournamen layangan yang meriah, menarik simpati sponsor berpartisipasi menyukseskan kegiatan.Â
Permainan layang-layang merata ada di daerah-daerah tanah air, bahkan belahan dunia pun ada permainan layangannya.
Konon katanya, layangan adalah salah satu cara dalam spionase pergerakan untuk membaca seberapa besar kekuatan lawan/musuh. Alat berkirim surat bahkan menjadi senjata tempur yang ampuh tika terjadi perang.
Kembali pada judul artikel Tanpa Disadari Mengapa Layangan Bisa? Berangkat dari cerita film drama yang banyak digemari saat ini berjudul "Layangan Putus" film serial web di WeTV.
Drama yang diperankan aktor kawakan Reza Rehardian sebagai Aris. Putri Marino sebagai Kinan dan Anya Geraldine sebagai Lidya Danira sebagai sosok yang antagonis.
Keharmonisan keluarga dalam hubungan suami istri. Yakni badai melanda keluarga Aris dan Kinan, atas kehadiran orang ketiga, Lidya. Isu perselingkuhan Aris dan Lidya, wanita yang disematkan sebagai perebut laki orang (pelakor).Â
Film yang berangkat dari kisah nyata, sangat hangat diperbincangkan di media sosial. Khususnya para kaum Hawa, emak-emak.
Meski alur film sudah tentu mengalami perubahan naskah dari cerita yang sebenarnya, sutradara pasti mengubah sedikit supaya film semakin apik ditonton. Tanpa merombak total isi dari kisah yang sebenarnya.
Sebenarnya dulu sebelum diangkat menjadi film, kisah layangan putus tepatnya 2019 pernah terbaca di media sosial. Berapa harunya kisah ini.
Dari hasil menyimak beragam status ini, terbaca bait-bait kata dari cerita layang-layang putus di persinggahan. Yang berkisah roman sedih, marah, disertai bermacam rasa dalam sudut mata, sang punya kisah.
Namun sebagai penyimak yang bebas menilai, bebas memahami akan kisah ini. Banyak hal yang penting intuk dipetik. Dari kisah sebuah layang-layang, benang maupun sang pemain layang. Mengapa sampai terputus.
Pandangan awamologi penulis orang deso bin udik. Layangan putus tak ubah dengan sebuah permainan layangan itu sendiri.
--layangan bisa putus karena cuaca, angin yang kencang. Angin bahkan hujan bisa menjadi kendala dalam menerbangkan layangan. Layang pun bisa putus, terbang hilang entah kemana.
--benang yang rapuh atau tak kuat menerbangkan layangan. Sehingga layangan bisa dengan mudah terputus saat angin tak tentu arah. Â
--pemain layang, lupa akan layangan sendiri. Tidak tahu mengapa layangan itu tidak bisa terbang. Seperti layangan teman yang bisa terbang tinggi.
--atau layangan kita terputus karena ada layangan orang lain yang sengaja dimainkan seseorang untuk membuat layangan kita putus.
Dalam hal ini ada prihal menarik yang menjadi suatu pembelajaran, Â khususnya bagi saya sendiri. Yakni dari sisi kehidupan.Â
Keluarga (layangan putus)itu bak sebuah kapal, ditilik dari manusiawi. Yaitu mengapa sebuah kapal itu bisa menjadi karam? Sabab kapal bisa tenggelam.
Pertama, adanya indikasi bocor di dek bawah kapal, dan bocornya kecil, yang lama kelamaan menjadi  semakin besar. Dan cenderung dianggap remeh oleh semua awak kapal.
Kedua, adanya kelalaian sang nakhoda kapal yang tak fokus melihat tujuan arah  kapal, sehingga membuat kapal menabrak terumbu karang.
Ketiga, faktor alam yang bersifat insidental dan kasuistik. Dan awak tak kuat mental dalam mengahadapinya dengan rasa tabah dan sabar. Dan akhirnya saling salah menyalahkan.
Inilah sekelumit fakta-fakta yang kadang menjadi indikator dari tenggelamnya sebuah kapal atau layangan putus, menurutku.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H