Dimaklumi sifat politik itu dinamis dan cair. Begitupun tujuannya, kekuasaan dan kepentingan. Hukum, menang dan kalah. Iya toh...
Ramal meramal kandidat pemimpin tanah air makin kesini (jelang 2024) makin riuh diperbincangkan. Menakar peluang individu-individu tertentu dalam debut pilpres 2024 mendatang.
Dari kalangan elit parpol-kah atau profesional-kah dijadikan balon yang layak tuk menduduki tampuk pemimpin tertinggi pemerintahan berikutnya.
Pasang memasang komposisi capres dan cawapres 'duet'Â pemilu nanti sudah mulai dipetakan. Menerka pasangan calon yang paling ideal mulai diperhitungkan meraih kemenangan pada ajang pentas politik.
Diketahui sejauh ini berdasarkan informasi politik yang berkembang di media massa, sudah mencuat nama-nama yang dinominasikan bakal maju sebagai kontestan periode berikutnya.
Dari sang ketua umum yang rangkap jadi menteri, ketua umum yang duduk disenayan, kader parpol yang menjabat kepala daerah dan menteri pun menjadi nominator meramaikan bursa bakal calon pemimpin mengganti presiden Jokowi.
Dari sosok kepala daerah, sang ketua umum parpol yang kini menjabat sebagai menteri masuk sebagai nominasi, versi lembaga survei dan analis pengamat politik.
Hal ini terbukti dari berbagai monuver politik politikus, baik secara terang-terangan hingga pola kucing-kucingan. Sudah kejar tayang tuk bergerak, jangan sampai ketinggalan kereta dari parpol yang lain.
Jelasnya, unjuk jari dalam artian unjuk diri mulai tampak untuk dipublis kepada khalayak tanah air sosok tertentu, ini loh orangnya? Ini loh parpol yang pro rakyat.
Triki cek ombak dalam membaca tingkat apresiasi publik pun menjadi alat ukur tuk berspekulasi. Cara menghitung langkah dan tujuan parpol kedepan yang mesti selaras dengan harapan tataran akar rumput. Selera pasar gimana ya, arah kecondongan minat publik.