Bleket, Semendo dan Semendo Rajo-Rajo dalam Perkawinan Orang Rejang
Perbedaan tata cara perkawinan atau pernikahan dalam setiap etnis memiliki warna yang berbeda. Lain daerah, lain suku juga lain tata cara yang mereka lakukan, serta pernak-pernik yang menyertainya. Menjadikan ciri khas tersendiri, berakar dalam budaya yang mereka anut.
Dan masih sering dilakukan oleh masyarakat hingga saat ini. Pusaka yang kaya yang diturunkan para tetua/leluhur kepada anak-anak generasi selanjutnya. Untuk tetap melanjutkan tradisi ini, sehingga masih tetap eksis, bertahan walaupun perkembangan zaman terus berubah.
Namanya budaya juga mesti tetap dijaga dan dilestarikan, supaya tidak hilang dipermukaan bumi. Tergerus dari budaya luar, karena budaya adalah ciri khas yang pantas untuk dibanggakan. Dan tidak semua budaya para leluhur berkonotasi kurang baik bagi kehidupan manusia.
Budaya ini selalu memiliki unsur kebaikan, berangkat dari hasil karya monumental mereka mengandung telaah filosofis. Jadi keragaman suku dinegara kita Indonesia dengan ribuan suku mendiami tanah air ini, membuat kita mesti bangga dari bangsa lain, yang mungkin tidak memiliki apa yang kita punya. Dari Sabang hingga Merauke bukti nyata kekayaan budaya Indonesia. Belum lagi dengan kekayaan buminya, bukan.
Salah satunya suku Rejang termasuk bagian dari keragaman budayanya. Yang mungkin belum dikenal atau terkenal dari etnis lain, khususnya kekayaan budaya mereka. Untuk itu pada artikel kali ini penulis mencoba untuk berbagi tentang kebudayaan Rejang, tradisi/adat istiadat yang dianut kepada warga kompasianer.
Khususnya dalam istilah pernikahan/perkawinan orang Rejang. Istilah pernikahan Semendo, Bleket, dan Semendo rajo-rajo.
Bleket
Perkawinan bleket dalam suku Rejang sudah mulai ditinggalkan karena dari sisi hubungan keluarga seakan terputus dengan keluarga sendiri. Dimana sang wanita dilepaskan dari status keluarga asal. Dan menjadi sanak keluarga dari pihak laki-laki sang suami nantinya.
Karena terkesan sang anak wanita dijual oleh keluarganya kepada pihak laki-laki. Sehingga wanita wajib tinggal di kediaman sang suami. Dan sang wanita secara hak tidak berhak lagi menuntut atau memiliki dari keluarga asalnya. Statusnya yang telah terputus.
Namun kondisi ini dapat dikembalikan lagi apabila adanya Jurai. Penyambung tali saudara dengan keluarga asal sang wanita. Yakni adanya turunan (anak/cucu/cicit) menjadi Jurai. Pulang kekampung asal, untuk mempererat/merekat tali persaudaraan yang pernah terputus.
Perkawinan bleket tidak akan pernah terjadi bila kedua belah pihak tidak dapat memenuhi kesepakatan dengan syarat yang telah ditetapkan pihak wanita. Dalam artian bila pihak laki-laki sanggup memenuhi semua kesepakatan ini maka perkawinan bleket bisa dilaksanakan.
Secara otoritas dalam perkawinan bleket jika terjadi disahkan, pihak laki-laki punya kewenangan penuh dalam hal urusan rumah tangga dari pihak wanita, keluarga wanita tidak berhak untuk ikut campur dalam urusan keluarga nantinya
Semendo
Pernikahan/perkawinan semendo seperti kebalikan dari pernikahan bleket. Yang mana pihak laki-laki  yakni sang suami hidup dilingkungan keluarga sang wanita. Tinggal bersama ditempat tinggal sang Istri/ keluarga sang Istri.
Pernikahan semendo, laki-laki (suami) bisa dikatakan pihak pendatang dalam keluarga kalau acara hajatan disebut anak stamang. Apabila acara hajatan sebagian besar dibebankan tugaskan dibelakang yakni didapur untuk menanaak nasi dan air oleh kutei.
Selaku suami hidup di keluarga pihak perempuan selaku istri setelah pernikahan disahkan. Pihak laki-laki tersebut berkewajiban menafkahi istri dan menuruti perintah dari keluarga perempuan dalam menjalani kehidupan selama dalam ikatan pernikahan.
Semendo rajo-rajo
Adapun pernikahan/perkawinan Semendo rajo-rajo. Pihak laki-laki si suami dan pihak sang Istri dibebaskan dari berbagai ikatan yang membatasi, pihak laki atau wanita berhak bebas dalam menentukan kemana mereka akan tinggal/hidup setelah menikah.
Boleh tinggal pihak istri, dan bisa tinggal dipihak suami. Sesuai dengan keinginan mereka masing-masing untuk memilih di lingkungan keluarga mana yang diinginkan tanpa terikat aturan dari pihak keluarga mana pun.
Pernikahan jenis semendo rajo-rajo ini sudah lazim atau paling banyak diikuti oleh orang Rejang saat ini. Dari pernikahan semendo apalagi pernikahan bleket sudah sangat jarang atau tidak pernah lagi dilaksanakan. Menurut informasi tokoh adat pernikahan bleket telah dihapus, diganti dengan pernikahan semendo rajo-rajo.
Karena pernikahan semendo rajo-rajo dianggap lebih baik (manusiawi) untuk kelanjutan hubungan keluarga, hidup sang suami dan Istri. Nantinya. Mereka bebas untuk memilih tanpa ada tekanan dari keluarga masing-masing.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H