Sebuah peribahasa lama berbunyi, "karena nila setitik rusak susu sebelanga." Peribahasa yang memiliki pengertian satu kesalahan saja dapat menyebabkan semuanya salah.
Berdasarkan istilah kamus, pakaian adalah barang yang dipakai seperti baju, celana dan sebagainya. Pendek kata apa yang dikenakan dalam membalut anatomi kita.Â
Bila didefinisikan lebih luas lagi dalam peruntukan dan bentuk pakaian, maka munculnya yang dinamakan pakaian adat, dinas, pakaian sehari-hari, dan sebagainya. Yang jelas ada perbedaan disetiap pakaian, baik tempat maupun peruntukkan, dimana dan kapan pakaian itu bisa dipakai.
Bila dalam kacamata sosial budaya, jelas memiliki perbedaan. Baik dengan varian nama dan standar kepantasan, pakaian dapat menjadi acuan melihat tipologi seseorang. Agama pun juga begitu, kriteria setiap keyakinan berbeda pula dalam menetapkan nilai pakaian versi keyakinan yang dianut.
Menjadikan pertanyaan besar apakah pakaian dapat mengukur kualitas dan kebaikan seseorang? Menurut teori awamologi, bisa juga iya bisa juga tidak.Â
Faktanya dapat diperhatikan pada lingkungan sekitar, loh. Ada yang berpakaian pantas namun tidak menunjukan semestinya. Begitupun sebaliknya, meragukan dari sisi pakaian tapi berkualitas dan baik orangnya.
Kembali pada sirat pakaian, nilai seseorang pada dasarnya bukan dari sisi pakaian. Justru kembali pada personnya. Seharusnya pakaian seiring dangan tindak atau perilaku hidup dan penempatannya, kan. Agar penilaian pada setiap individu baik bagi orang lain, menilai tentang kita.Â
Nama adalah hal penting untuk identitas/inisial kita. Bentuk sapaan cara berkomunikasi juga memiliki kekuatan dalam menilai individu tertentu.