Mohon tunggu...
Ibra Alfaroug
Ibra Alfaroug Mohon Tunggu... Petani - Dikenal Sebagai Negara Agraris, Namun Dunia Tani Kita Masih Saja Ironis

Buruh Tani (Buruh + Tani) di Tanah Milik Sendiri

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berpikir dan Berprasangka Baik adalah Cara Membangun Kepercayaan

12 Desember 2020   08:15 Diperbarui: 22 Desember 2020   06:39 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketidakpercayaan dan Kepercayaan

Ketidakpercayaan pada seseorang, maka kebaikan apa pun yang dilakukan tetap selalu mengundang keraguan dalam diri kita. Tanpa kita sadari kita selalu saja melihat kesalahan dalam tindakan seseorang. Ketidakpercayaan menjadi lebih kejam daripada upaya kebaikan, karena swasangka adalah dasar dari ketidakpercayaan.

Sebaliknya bila kita percaya pada seseorang, semua kekeliruan yang dilakukannya adalah titik tolak untuk melakukan penilaian. Dan lebih mengutamakan pertimbangan daripada kecurigaan.

Tanpa disadari dengan kepercayaan kita terdorong untuk membenahi dan mengisi kekurangan yang ada. Dengan lebih terdahulu mendalami setiap apapun yang didengar maupun apa yang dilihat. Membangun kepercayaan adalah jaringan penyelamat bagi setiap aktivitas dan kerjasama.

Karena keberhasilan apapun bukan hanya karena kerja keras kita sendiri, pasti ada sebentang jaringan kepercayaan yang dihamparkan orang-orang disekitar kita. Sedangkan kegagalan seringkali diakibatkan dari gagalnya meraih kepercayaan orang lain.

Kepercayaan bukan karena kata kita telah menjadi tapi kita menjadi karena kita dipercayai.

Kompasianer, mungkinkah banyak diantara kita yang pernah mengalami kejadian seperti ini. Menduga sebelum mencari kebenaran, kesal sebelum mengenal betul apa masalah yang muncul. Alhasil, karena praduga dikedepan-kan akhirnya muncul rasa tidak percaya.

Berprangsangka buruk kepada orang lain, menuduh orang lain tanpa bukti, dan sebagainya. Artinya kita bertindak sebelum berfikir terlebih dahulu. Dan ketika semua sudah terjadi, yang muncul ada rasa menyesal pada diri sendiri.

Memang secara hakikat manusia diciptakan dengan emosi dan pikiran, namun emosi kadang tidak sejalan dengan pikiran. Emosi cenderung mendahului pikiran, dan akibatnya, muncul tindakan yang kurang tepat.

Kalau kita lihat sekarang, masyarakat, TV ataupun media sosialita, begitu banyak diantara kita yang tidak berfikir dulu sebelum bertindak, berujar dan berlaku asal saja tanpa dipikir dan tanpa melalui pertimbangan yang cerdas. Dalam menilai sih?

Menyangka kita telah diperlakukan kurang baik dari orang. Marah-marah kepada orang tersebut, dan akhirnya harus menanggung malu karena justru kita sendirilah yang salah menilai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun