Mohon tunggu...
Ibra Alfaroug
Ibra Alfaroug Mohon Tunggu... Petani - Dikenal Sebagai Negara Agraris, Namun Dunia Tani Kita Masih Saja Ironis

Buruh Tani (Buruh + Tani) di Tanah Milik Sendiri

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Beroposisi, Calon Menteri Jangan Hanya Setuju

16 Juli 2019   08:05 Diperbarui: 16 Juli 2019   11:33 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menyimak paparan visi dalam pidato Pak Jokowi kemarin. Ada beberapa fakta menarik di masa priode keduanya yang mesti dibenahi. Sebagai generasi mileneal yang masih awam tentang karut marut politik nasional. Seakan terbuka, mengapa Bangsa sebesar Indonesia tidak bisa sejajar dengan bangsa lain? Tidak bisa berjaya, padahal Bangsa ini kaya akan itu?

Pemahaman ini bukan terletak pada Sumber Daya Alamnya. Toh, Bangsa Indonesia adalah kaya akan itu. Iklim yang bagus, barang tambang yang berlimpah, laut yang luas, budaya yang beraneka, pertanian yang baik. Bukan juga karena kurangnya Sumber Daya Manusianya. Ilmuan, akadimisi, ekonom dan politisi yang mumpuni untuk membangun bangsa ini sangat banyak. Tapi lebih kepada mentalitas bangsa yang selalu melorot sangat tajam. Permasalahan krusial yang selalu diperbicangkan menjadi materi perdebatan!

Indikator-indikator yang menghambat terletak kepada kejumudan pola pikir yang merasuk pada diri individu Bangsa kita. Moralitas dan mentalitas bak epidemik yang mematikan yang selalu dilestarikan selama ini.  Inilah PR besar yang menantang buat Pak Jokowi yang harus dientaskan.

Menilik pasca penetapan MK dan pengumuman KPU. Secara resmi Paslon 01 dapat dikatakan Presiden kita. Suka atau tidak suka inilah hasil konsekuensi berpolitik di tahun 2019. Presiden pengemban amanah rakyat yang sah.Terlepas dengan berbagai pristiwa yang membuat miris dengan hal-hal diluar akal sehat dan kejadian bersifat dilematis.  Kok, gini ya kejadiannya? Yang penting masa depan tetap berjalan dan kejadian yang terjadi adalah bahan pembelajaran bersama.

Titik berat yang diemban kedepan, seakan "warning" buat Presiden dalam menentukan siapa-siapa yang akan membantu di kabinetnya kelak. Demi merealisasikan Visi Misi yang mulia untuk tanah air ini. Karena pembangunan yang dicanangkan tidak bisa hanya dibebankan kepada satu orang. Tapi harus melibatkan orang-orang yang mumpuni untuk menyambut pemikiran besar sang pemimpin. Jatah kursi harus benar-benar dipangku orang yang tepat dalam criteria yang diharapkan.

Seperti yang sering disampaikan. Bahwa kriteria kursi menteri yang akan duduk harus bertipe "Eksekutor, Manejrial dan Tahan Banting". Bukan tipe konseptor yang memiliki segudang teori tapi tidak mampu merealisasikan apa yang telah dibuat? Golongan Parpolkah, Profesionalkah, Muda atau Tua, Wanita atau Lelaki, dan sedapat menghindari unsur SARA yang akan dapat porsi di kementrian. Sing penting menteri nanti, punya komitmen dan konsistensi bukan karena papuleritas tapi dari sisi kualitas.

Ada beberapa fakta menarik yang kukutip ketika menyimak paparan visi yang disampaikan Pak Presiden dalam sudut pandang awamku;

Reformasi Birokrasi dan Revolusi Mental

Berkali-kali investor mengalami kegagalan berinvestasi di Indonesia. Karena bertele-telenya perizinan. Terlalu panjang tangga-tangga yang harus dilewati dan terlalu lama perizinan dikeluarkan. Membuat para investor jenuh akan proses berinvestasi di Indonesia.

Prihal ini memberikan "Skat" yang harus dientaskan. Mengapa harus pakai lama hanya untuk mengeluarkan surat izin. Bertahun-tahun izin dikeluarkan, akhirnya investor jadi menarik diri untuk berinvestasi. Seperti permainan bola, opor kiri, opor kanan dan seterusnya tanpa adanya garis finis yaitu "goal" berinvestasi.

Salah satunya permasalahan ada di sistem birokrasi kita. Yang harus diretas secepat mungkin. Untuk menarik para investor datang ke Negara kita. Dengan membenahi sistem yang berbelit-belit seperti benang kusut yang susah diurai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun