Mohon tunggu...
Ibra Alfaroug
Ibra Alfaroug Mohon Tunggu... Petani - Dikenal Sebagai Negara Agraris, Namun Dunia Tani Kita Masih Saja Ironis

Buruh Tani (Buruh + Tani) di Tanah Milik Sendiri

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pendidikan Anak dalam Kacamata Masyarakatku

27 Juni 2019   12:05 Diperbarui: 27 Juni 2019   12:18 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun ajaran baru telah dimulai. Dari lamanya waktu libur yang dirasakan siswa yang akan melanjutkan studi selanjutnya SMP, SMK, SMA maupun melanjutkan ke perguruan Tinggi baik swasta maupun negri. Tidak terkecuali bagi calon siswa yang akan masuk ke bangku Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah. Berbagai pengumuman sering disampaikan di setiap instansi pendidikan di tahun tersebut. Salah satunya dalam perekrutan calon peserta didik 'siswa baru'.

Sering kali terbersit bagi orang tua berbagai kegelisahan yang terkadang digadang-gadangkan, mulai uang pendaftaran, pakaian sekolah, bahkan pemikiran 'tetek bengeknya'. Sehingga timbul sebuah kecemasan dalam hal biaya yang cukup besar dikeluarkan anak untuk bersekolah. Tanpa melihat sisi pentingnya pendidikan bagi anak. Inilah sebuah problema yang sering terjadi bagi orang tua yang ekonomi lemah dan rendahnya pemahaman di masyarakat akan pentingnya sebuah pendidikan. Terlebih di masyarakat perkampungan sekitar tempat tinggal saya saat ini.

Dalam hal berbagai upaya untuk menyampaikan kepada dalam ujar selagi ada kemampuan dan anak memiliki keinginan untuk melanjutkan, mengapa tidak untuk dilanjut ke jenjang lebih tinggi. Apalagi seorang anak memiliki bakat dan minat yang perlu disalurkan untuk dikembangkan. Salah satu cara adalah melalui jenjang pendidikan.

Kalau dalam konteks mutu, semua barang yang berkualitas cenderung harganya mahal. Walaupun yang mahal belum tentu cocok dengan sebuah selera. Apalagi setiap selera anak berbeda dengan orang tua. Artinya, ada beberapa sisi penting bagi orang tua dalam menentukan pendidikan bagi anaknya nanti.

Peran Orang Tua
Semua orang tua pasti berharap suatu yang terbaik untuk anaknya nanti. Keberhasilan dan kesuksesan adalah suatu kebanggaan tersendiri yang dimiliki. Jika jantung sibuah hati yaitu anaknya terbukti berhasil dimasadepannya. Hal tidak tidak bisa dibohongi, dan ada disetiap hati para orang tua.

Seburuk-buruknya orang tua, mereka pasti berkeinginan anaknya berhasil lebih dari mereka sendiri. Dan tidak berharap anaknya jatuh ke lubang yang berbahaya. Terkecuali orang tua yang mati mata hatinya. Seperti pemeberitaan yang kurang sedap di media massa, seorang ibu tega membunuh bayinya sendiri, dan kejadian tragis yang tidak berprikemanusiaan.

Dan bahkan keutuhan keluarga baru sempurna jika tangisan bayi hadir dalam rumah tangga. Tidak terkecuali anak terkadang perekat bagi keluarga yang hampir karam dalam gelombang percekcokan si suami dan istri. Dan anak menjadi alasan utama untuk dipertimbangkan jika harus terpisah.

Mengutip pendapat Ki Hajar Dawantara bapak pendidikan nasional, Ing Ngarso Sung Tulodo, Madya Mangun Karsa dan Tut Wuri Handayani. Kusimpulkan dalam pemahaman awanku untuk itu ada beberapa peran penting orang tua dalam masa depan anaknya

Pertama, Fasilitator. Menjembatani keinginan selagi masih dalam kontek kewajaran. Dan dapat memilah dan memilih apa yang cocok untuk si dia. Bukan karena sangat sayang semua keinginan anak harus dipenuhi tanpa melihat sisi-sisi buruknya. Melepaskan rasa manja yang berakibat ketergantungan menjadi pribadi mandiri buat anak.

Kedua, Motivator. Mendukung atau mensupport keinginan mereka adalah kebijakan yang terbaik untuk masa depan. Terkadang memaksakan keinginan bahkan bisa berakibat fatal dalam pendidikan. Bahwa peran orang tua harus memotivasi setiap pilihan mereka, jangan dikarenakan selera orang tua selalu dipaksakan kepada anak. Biarlah seperti air sungai mengalir, kita memfasilitasi apa yang diinginkan mereka.

Ketiga. Control. Perkembangan dewasa saat sangat miris, beberapa persoalan yang dilakukan anak. Bahkan bermasalah dengan hukum karena lost control orang tua. Minimal buat yang super sibuk yang tidak bisa membagi waktu untuk keluarga.

Tiga Tipe dalam Mendidik di Keluarga
Pertama. Otoriter. Bersifat kaku dan keras. Sifat ini cenderung memaksa kepada anak sesuai keinginan orang tua. Tanpa memberikan kebebasan kepada anak untuk berpendapat dalam menentukan sebuah pilihan.

Kedua. Permisif. Lost Control. Cenderung masa bodoh kepada pergaulan dan perkembangan anak. Keluyuran malam tidak ditanya, silahkan anak mau semaunya. Masa bodoh pada mereka.

Ketiga. Demokrasi. Inilah yang ideal yang harus dilakukan orang. Dan cocok pada peran sejati dari orang tua. Keputusan berdasarkan tukar pendapat antara anak dan orang tua.

Jadi termasuk bagian tipe manakah kita!.

Curup, 27 Juni 2019

Ibra Alfaroug

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun