Tersengal-sengal, nafasmu bergemuruh. Kempas kempis kutatap perutmu yang tersingkap. Dari kemeja yang kedodoran membalut tubuh kurus yang telah keriput.Â
Senyum simpul, kulihat gigimu yang hanya tinggal dua seakan berpamitan karena masa. Pak tua, sang pengayuh sepeda tua. Gigih dalam menawarkan es lilin dipelataran jalan, taman kota.Â
Hari yang panas, seakan rezekimu didepan mata. Binar-binar diwajah berisyarat akan itu. Hari hujan seakan petaka bagimu. Terlihat kerut keningmu, berkata akan itu.
Pak tua, kusangat ingin menegurmu. Bertutur sapa dibawah pepohonan taman kota sambil menikmati Es lilin. Bercengkrama, mendengarkan ceritamu.Â
Dalam hatiku.Oooh. Tuhan. Perintahkan sang bayu agar memindahkan awan gelap ditaman kota. supaya Es lilinnya dapat habis. Setimpal dengan ayunan sepeda yang berputar. Keringat bercucuran dan nafas yang tersengal.
Tuhan! berilah kekuatan, kesehatan tika ia bekerja. Demi tanggungjawab sebagai kepala keluarga. Dari kerasnya roda kehidupan.
Pak tua, kau telah senja. Tapi, semangatmu sangat membara.